tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan total penerimaan pajak Penghasilan (PPh) di 2026 akan mencapai Rp1.209,4 triliun. Ini terdiri dari PPh Non-Migas (Minyak Bumi dan Gas) sebesar Rp1.154,13 triliun dan PPh Migas senilai Rp55,23 triliun.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2026, penerimaan PPh tersebut dapat dicapai melalui optimalisasi kebijakan teknis perpajakan seperti kegiatan joint program.
Selain itu, peningkatan efektivitas pengawasan kepada Wajib Pajak (WP) Grup dan Wajib Pajak Kaya atau High Wealth Individual (HWI) juga dinilai akan menjadi penopang penerimaan PPh Non-Migas di tahun depan.
“Penerimaan PPh Non-Migas dalam RAPBN tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp1.154.127,0 miliar, dengan total penerimaan PPh mencapai Rp1.209.363,4 miliar,” tulis Kementerian Keuangan dalam Buku II Nota Keuangan 2026 tersebut, dikutip Senin (18/8/2025).
Sementara itu, perkiraan PPh Migas yang mencapai Rp55,23 triliun dapat dicapai seiring dengan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang di dalam RAPBN 2026 ditetapkan 70 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, serta lifting minyak yang ditarget mencapai 610 ribu barel per hari dan gas yang ditarget turun menjadi 984 ribu barel setara minyak per hari (boepd).
“Sementara itu, berpijak pada capaian realisasi semester I tahun 2025 dan outlook ICP maupun lifting migas, serta penerimaan yang masih dicatat dalam deposit pada pajak lainnya, outlook PPh Migas tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp54.135,7 miliar,” bunyi dokumen tersebut.
Secara keseluruhan pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun 2026 akan mencapai Rp2.357,7 triliun, tumbuh 13,5 persen dari outlook realisasi penerimaan pajak tahun 2025 yang diprediksi bakal mencapai Rp2.076,9 triliun.
Sri Mulyani sebelumnya mengakui target ini memang ambisius, namun dapat dicapai salah satunya melalui optimalisasi Sistem Coretax serta sinergi pertukaran data dengan Kementerian/Lembaga lainnya.
Kemudian, target penerimaan pajak 2026 juga dapat dicapai dengan meminimalkan aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy dan aktivitas ekonomi ilegal.
“Ini sebetulnya juga berkaitan dengan shadow economy dan banyak juga illegal activity (yang masih terjadi). Seperti diketahui Presiden (Prabowo Subianto) berbicara masalah pemanfaatan lahan CPO seluas 3 juta hingga 3,5 juta hektare. Ini menciptakan sebuah database baru,” jelas Sri Mulyani, dalam Konferensi Pers RAPBN 2026, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jumat (15/8/2025).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































