tirto.id - Presiden Republik Indonesia menetapkan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai salah satu Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025. Penganugerahan gelar diberikan dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11), dan menempatkan nama ulama besar asal Bangkalan, Madura, ini sebagai salah satu tokoh penting dalam perjuangan pendidikan Islam dan pembentukan kesadaran kebangsaan di Indonesia.
Nama Syaikhona Muhammad Kholil telah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional sejak lima tahun lalu. Ia bukan hanya guru besar dalam tradisi pesantren, tetapi juga figur yang menjadi teladan dalam gerakan nasionalisme Islam pada akhir abad ke-19. Melalui pendidikan, pembinaan spiritual, serta pemberdayaan sosial, Syaikhona Kholil mendorong terbentuknya jejaring santri dan ulama yang kelak berperan besar dalam melawan kolonialisme dan membuka jalan bagi lahirnya organisasi-organisasi keagamaan dan kebangsaan modern.
Pengakuan negara ini bukan sekadar penghargaan terhadap seorang ulama, melainkan pengakuan terhadap peran pesantren sebagai pusat peradaban yang ikut menyusun fondasi Indonesia merdeka.

Profil dan Latar Kelahiran Syaikhona Muhammad Kholil
Syaikhona Kholil lahir pada 25 Mei 1835 di Kampung Kramat, Bangkalan, Madura, di tengah lingkungan keluarga ulama yang menjaga kuat tradisi keilmuan. Ayahnya bernama Kiai Haji Abdul Latif, sedangkan ibunya Syarifah Khodijah, keturunan dari keluarga habaib yang bersambung pada Sayyid Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati. Garis keluarga ini memadukan keturunan pesantren dan jalur darah wali penyebar Islam di Nusantara.
Sejak kecil, Syaikhona Kholil tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi ilmu dan adab. Rumahnya menjadi ruang perjumpaan santri, tempat diskusi keagamaan, dan titik pertemuan antara tradisi Madura dan khazanah Islam klasik. Ia dikenal sebagai anak tekun, pendiam, dan memiliki daya hafal kuat. Sejumlah sumber lisan pesantren menyebut bahwa pada usia muda Syaikhona Kholil telah menghatamkan Al-Qur’an dan menguasai Alfiyah Ibnu Malik, teks tata bahasa Arab yang menjadi ukuran kedalaman pemahaman nahwu.
Karakter utama yang terbentuk sejak kecil adalah kerendahan hati dan kedisiplinan dalam menuntut ilmu. Pemahaman yang tertanam adalah bahwa ilmu bukan hanya dibaca, tetapi dihidupi, diteladani, dan dijaga kesuciannya melalui akhlak. Akibatnya, Syaikhona Kholil dikenal tidak hanya sebagai ahli fiqih dan bahasa Arab, tetapi juga guru ruhani yang mendidik dengan teladan.
Keulamaannya berkembang dalam tradisi pesantren yang menekankan adab, sanad keilmuan, dan kedalaman spiritual. Kontribusi Syaikhona Kholil mencakup pembentukan karakter dan jiwa santri yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting dalam sejarah bangsa.
Nama Syaikhona Kholil semakin dikenal luas ketika menjadi guru dari KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pengaruh keilmuan dan keteladanan yang diberikan membuat murid dan masyarakat menghormati Syaikhona Kholil dengan sebutan “Syaikhona”, gelar penghormatan yang bermakna “guru besar kita.”
Perjalanan Keilmuan dan Terbentuknya Otoritas Ulama
Perjalanan intelektual Syaikhona Muhammad Kholil membentuk kedudukannya sebagai salah satu ulama paling berpengaruh di Nusantara. Sejak kecil, Syaikhona Kholil ditempa dalam lingkungan religius oleh ayahnya, KH Abdul Latif, ahli fikih dan tasawuf di Bangkalan. Pendidikan dini ini membentuk karakter: kedisiplinan, kepekaan batin, dan kesadaran bahwa ilmu adalah amanah yang harus dipikul dengan tanggung jawab.
Setelah usia cukup, Syaikhona Kholil menuntut ilmu ke berbagai pesantren. Di Pesantren Langitan, Tuban, Syaikhona Kholil memperdalam fikih Syafi’iyah, ilmu alat, dan hafalan kitab-kitab dasar hingga menengah. Bakat kecerdasannya terlihat jelas: mampu memahami struktur keilmuan dengan cepat, namun tetap bersikap rendah hati.
Perjalanan dilanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, di bawah bimbingan Kiai Ya’qub, ulama rujukan penting di Jawa kala itu. Di tahap ini, cakrawala keilmuan meluas ke ilmu kalam, balaghah, logika, serta pemahaman mendalam mengenai dinamika keilmuan Islam di Timur Tengah. Fondasi kuat ini menjadikan Syaikhona Kholil penghubung tradisi intelektual pesantren dengan tradisi ilmiah Islam global.
Puncak perjalanan ilmu terjadi ketika menuntut ilmu ke Mekkah. Di sana, Syaikhona Kholil berguru kepada ulama besar, salah satunya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Syafi’iyah di Masjidil Haram. Syaikhona Kholil mengikuti halaqah intensif, mempelajari hadis, fikih tingkat tinggi, ilmu falak, dan tasawuf. Pulang ke tanah air, Syaikhona Kholil membawa ilmu dan sanad, mata rantai keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah.
Kembali ke tanah air, Syaikhona Kholil mendirikan pesantren di Desa Jengkebuan, Bangkalan, kemudian menyerahkan kepemimpinan pesantren tersebut ke menantunya, KH. Muntaha. Pindah ke Desa Kademagan, Syaikhona Kholil mendirikan pesantren baru yang menjadi pusat keilmuan prestisius di Jawa dan Madura. Dari pesantren ini lahir banyak ulama yang kelak menjadi pemimpin dan penggerak organisasi Islam, termasuk KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Otoritas Syaikhona Kholil bukan hanya terletak pada luasnya ilmu, tetapi pada perannya sebagai mata rantai penghubung keilmuan Islam klasik dengan perkembangan keulamaan Nusantara.

Peran Besar dalam Dunia Pesantren dan Kelahiran Nahdlatul Ulama
Syaikhona Kholil dikenal sebagai “Guru Para Ulama” karena banyak ulama besar Jawa–Madura menimba ilmu kepadanya. Syaikhona Kholil mendirikan dan membina pesantren, menekankan pendidikan agama yang menyeluruh, mengajarkan akhlak, moral, dan keterampilan hidup bagi santri.
Pesantren yang didirikan menjadi tempat lahirnya generasi ulama yang kemudian berperan besar dalam masyarakat. Banyak kader ulama muncul, mendirikan pesantren, menyebar ke berbagai wilayah, dan menjadi pilar kaum Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Salah satu bukti pengaruh terbesar adalah hubungan dengan KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Murid-murid Syaikhona Kholil menerapkan nilai pendidikan dan metode pengajaran yang menjadi dasar bagi pengembangan NU pada 31 Januari 1926, organisasi Islam terbesar di Indonesia yang menekankan moderasi, toleransi, dan pendidikan inklusif.
Catatan sejarah mencatat ketika ulama bertemu di Bangkalan membahas tantangan kolonial dan munculnya aliran baru Islam, Syaikhona Kholil memberi nasihat agar tetap tenang, tawakkal, dan memperkuat jaringan ulama-santri. Salah satu santrinya diutus membawa pesan kepada KH Hasyim Asy’ari sebagai simbol persetujuan dan dorongan untuk mendirikan organisasi ulama. Jaringan yang dibangun inilah menjadi fondasi kuat NU.
Melalui pesantren, ilmu nahwu, fiqih, ushul, bahkan tasawuf diajarkan secara sistematis, dan perilaku sosial-keagamaan masyarakat berubah: santri tidak hanya belajar kitab kuning, tetapi juga aktif dalam kehidupan sosial, dakwah, pendidikan, dan politik lokal. Kontribusi Syaikhona Kholil bukan sekadar sebagai ulama, tetapi pelopor pendidikan Islam yang merambah berbagai lapisan masyarakat.
Usulan Syaikhona Kholil menjadi Pahlawan Nasional
Sejalan dengan kontribusi besar dalam pendidikan dan pembinaan pesantren, serta peran strategis dalam pengembangan NU, Syaikhona Kholil diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada tokoh yang menunjukkan kepemimpinan luar biasa, pengabdian, dan perjuangan demi bangsa dan negara. Menurut Kominfo Jatim, pengusulan mempertimbangkan jasa Syaikhona Kholil dalam membina santri, mengembangkan pendidikan pesantren, dan memperkuat NU sebagai organisasi Islam yang moderat dan inklusif.
Pengusulan ini juga menyoroti pengaruh Syaikhona Kholil dalam membentuk karakter dan akhlak generasi muda. Banyak santri yang dididik kemudian menjadi tokoh masyarakat dan pemimpin lokal yang berkontribusi dalam pembangunan sosial dan keagamaan. Peninggalan intelektual dan sosial menjadi bukti konkret bahwa peran seorang ulama tidak hanya bersifat spiritual, tetapi berdampak nyata bagi kemajuan masyarakat.
Selain itu, Syaikhona Kholil dikenal sebagai mediator dalam menyelesaikan masalah sosial dan agama di komunitas. Kepiawaian menyatukan berbagai kepentingan masyarakat dan mengedepankan prinsip musyawarah menjadi alasan tambahan mengapa Syaikhona Kholil pantas mendapatkan pengakuan resmi. Pemberian gelar Pahlawan Nasional bukan hanya penghormatan simbolis, tetapi pengakuan terhadap dedikasi, keberanian, dan komitmen luar biasa dalam memperkuat fondasi pendidikan Islam dan organisasi keagamaan di Indonesia.
Dengan pertimbangan sejarah, sosial, dan keagamaan, pengusulan ini diharapkan tidak hanya mengabadikan jasa Syaikhona Kholil, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk meneladani semangat pengabdian dan kepemimpinan yang telah ditunjukkan. Pengakuan resmi pemerintah memastikan bahwa kontribusi Syaikhona Kholil terhadap dunia pesantren dan lahirnya NU tidak terlupakan dan terus menjadi bagian penting dari sejarah nasional Indonesia.

Dengan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional, nama Syaikhona Kholil tercatat resmi dalam sejarah bangsa sebagai ulama yang membangun tradisi pendidikan Islam dan menyiapkan generasi pemimpin masa depan. Warisan ilmu dan akhlak yang ditinggalkannya menjadi fondasi penting bagi pesantren dan Nahdlatul Ulama, serta pengingat bahwa kontribusi nyata bagi bangsa dapat lahir dari ketekunan dan keteladanan.
Tertarik membaca artikel Tirto lainnya seputar Pahlawan Nasional? Silakan cek tautan berikut: Link Kumpulan Artikel Pahlawan Nasional
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Lucia Dianawuri
Masuk tirto.id






































