tirto.id - Agresi Militer Belanda I menjadi rangkaian peristiwa penting dalam sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia atau Masa Revolusi Fisik. Serangan pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947 menjadi bukti bahwa Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati.
Beberapa pekan setelah proklamasi kemerdekaan RI dinyatakan tanggal 17 Agustus 1945, Belanda datang kembali dengan membonceng pasukan Sekutu. Belanda rupanya ingin menguasai wilayah Indonesia lagi.
Pihak RI tentu saja menentang keinginan itu. Maka, tulis Ide Anak Agung Gde Agung dalam buku bertajuk Persetujuan Linggarjati (1995), diadakanlah Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947 yang isinya sebagai berikut:
(1) Belanda mengakui Jawa dan Madura sebagai wilayah RI secara de facto; (2) Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949; (3) Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS (Republik Indonesia Serikat); (4) RIS menjadi negara persemakmuran di bawah naungan negeri Belanda.
Latar Belakang Agresi Militer Belanda I
Ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati ternyata belum mampu menyudahi perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Silang pendapat pun terjadi dari masing-masing pihak yang membuat masalah kembali muncul.
Pihak Indonesia meyakini, berdasarkan proklamasi kemerdekaan yang sudah dideklarasikan, Indonesia sudah menjadi negara berdaulat dan berhak mempertahankan kedaulatannya atas seluruh wilayah bekas wilayah Hindia Belanda.
Di sisi lain, Belanda tetap memegang teguh isi pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942 yang menyatakan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran (Commonwealth) antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerajaan Belanda.
Dikutip dari buku Mohamad Roem: Karier Politik dan Perjuangannya 1924-1968 (2002) karya Iin Nur Insaniwati, Belanda menganggap bahwa mereka adalah pemegang kedaulatan de jure.
Belanda merasa bahwa yang berhak membentuk RIS adalah mereka sendiri. Sedangkan Indonesia menilai bahwa pembentukan RIS dilakukan secara bersama-sama.
Perundingan Linggarjati dilangsungkan selama 3 hari, yakni hingga tanggal 15 November 1946 yang membuahkan kesepakatan bersama.
A.B Lafian melalui buku Menelusuri Jalur Linggarjati Diplomasi dalam Perspektif Sejarah (1992) memaparkan, perjanjian tersebut disepakati pada rapat penutup pukul 13.30.
Adapun isi dari Perjanjian Linggarjati adalah sebagai berikut:
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
- Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negeri Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Hal tersebut menyebabkan penandatanganan Perjanjian Linggarjati baru terlaksana pada 25 Maret 1947 di Istana Istana Merdeka, Jakarta.
Nantinya, Belanda mengingkari kesepakatan dalam Perjanjian Linggarjati tersebut dengan melancarkan agresi militer pertama pada 21 Juli 1947.
Kronologi Agresi Militer Belanda I
Tanggal 3 Juni 1947, Belanda mengeluarkan ultimatum yang sangat membatasi Indonesia sebagai negara yang seharusnya sudah merdeka. Indonesia merespons dengan membuat nota jawaban atas ultimatum Belanda pada 8 Juni 1947.
Isinya adalah penolakan terhadap ultimatum Belanda. Indonesia menuntut tetap diberikan kebebasan dalam menjalankan pemerintahan sembari berusaha menjalankan isi Perjanjian Linggarjati.
Nota jawaban tersebut ditolak oleh Komisi Jenderal Belanda. Perselisihan kedua pihak mencapai puncaknya ketika pada 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresi militer.
Karta Sasmita dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960 (1995) menuliskan, Agresi Militer Belanda I yang dimulai tanggal 21 Juli 1947 dilakukan secara serentak ke seluruh wilayah milik RI.
Belanda menyebut gerakan militer mereka sebagai aksi polisinil untuk mengembalikan ketertiban umum. Belanda mengabaikan seruan masyarakat internasional agar mentaati isi perjanjian Linggarjati dan menghentikan pertikaian dengan Indonesia.
Dengan kekuatan militer yang dibantu peralatan modern, pasukan Belanda dengan cepat menguasai Jawa dan Sumatera.
Dinukil dari buku Agresi Militer Belanda Memperebutkan Pending Zamrud Sepanjang Khatulistiwa 1945-1949 (1998) karya Pieere Heijboer, dua pertiga bagian Pulau Jawa diduduki hanya dalam waktu dua pekan.
Dampak Agresi Militer Belanda I
Abdul Majid dalam riset bertajuk "Perjuangan Jalur Diplomasi: Sejarah Perundingan Linggarjati 1946-1949 (2019)" menyatakan bahwa serangan Belanda itu menimbulkan reaksi keras dari dunia internasional.
Tanggal 1 Agustus 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta agar kedua pihak untuk menghentikan aksi tembak menembak.
Belanda menyadari bahwa mereka harus menaati imbauan PBB agar terhindar dari sanksi internasional. Tanggal 5 Agustus 1947, Agresi Militer Belanda I dihentikan untuk kemudian kembali membicarakan masalah ini melalui meja perundingan.
Agresi Militer Belanda I menimbulkan dampak negatif maupun negatif bagi Indonesia. Dampak negatifnya antara lain:
1. Kekuatan militer Indonesia semakin lemah.
2. Wilayah Indonesia semakin sempit.
3. Banyak korban dari pihak Indonesia, baik tentara maupun rakyat.
4. Mempengaruhi perekonomian negara.
5. Menganggu stabilitas politik.
Sedangkan dampak positifnya adalah sebagai berikut:
1. Dukungan dunia internasional kepada Belanda merosot.
2. Beberapa negara lain mengakui kemerdekaan RI secara de jure.
3. Indonesia menerima dukungan dan simpati dari dunia internasional.
4. Memperkuat posisi Indonesia dalam perjanjian internasional.
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani