tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, diputus telah melanggar etik dan mendapatkan sanksi sedang oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jumat (6/9/2024).
Putusan tersebut terkait Ghufron yang telah membantu mutasi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pertanian (Kementan) bernama Andi Dwi Mandasari ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
Bantuan tersebut, dilakukan dengan menghubungi Plt Inspektur Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono yang saat itu, merupakan terdakwa dalam kasus gratifikasi dan pemerasan di Kementan yang ditangani oleh KPK.
Tanpa sepengetahuan pimpinan KPK lainnya, Ghufron menghubungi Kasdi agar menerima permohonan mutasi dari Andi yang sebelumnya telah ditolak.
Karena segan kepada Ghufron yang merupakan pimpinan lembaga yang sedang menangani kasus di Kementan, kata Tumpak, Kasdi dengan segera memberikan izin mutasi pada Andi.
Ghufron menghubungi Kasdi usai mendapat kabar dari temanya yang merupakan Mertua Andi, Tri Endang Wahyuni, bahwa Andi telah mengajukan mutasi selama 2 tahun, tetapi tak kunjung dikabulkan oleh Kementan dan malah diterima apabila mengajukan pengunduran diri dengan alasan pengurangan SDM.
“Itu diceritakan kepada saya oleh mertuanya yang kemudian saya komunikasi kepada pejabat di Kementan. Itu yang kemudian diperspektifkan sebagai saya menghubungi untuk minta bantuan,” kata Ghufron usai menjalani sidang etik di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2024).
Usai mendapatkan informasi tersebut, Ghufron kemudian mendapatkan nomor Kasdi dari Wakil Ketua KPK, Alex Marwata.
"Bahwa terperiksa mendapatkan nomor HP saksi kasdi Subagyono tersebut dari saksi Alex Marwata yang sebelumnya menghubungi saksi puadi ya itu rekan saksi Alex Marwata di BPKP," kata Anggota Dewas Harjono dalam sidang putusan etik, di Gedung Dewas KPK, Jumat (6/9/2024).
Puadi merupakan teman Alex saat masih berkarir di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan merupakan seorang petugas di Kementan RI sebagai Kepala Biro Keuangan dan Barang.
Usai mendapatkan nomor Kasdi dari Alex, kemudian Ghufron menghubungi Kasdi dengan memperkenalkan diri 'Saya Ghufron dari KPK', Harjono mengatakan Ghufron meminta Kasdi untuk mengabulkan permohonan Andi.
Kemudian, berdasarkan keterangan saksi, Harjono menyebut Kasdi memerintahkan kepada Sekretarisnya, Tin Latifah untuk mengabulkan permohonan mutasi Andi atas permintaan Ghufron.
Harjono mengatakan, meski Tin telah mengingatkan bahwa permohonan dari Andi telah ditolak dan Andi telah mengajukan pengunduran diri, Kasdi tetap memerintahkan Tin untuk menerima mutasi Andi atas pemohonan Ghufron.
Laporan, Gugagan Ghufron ke PTUN Hingga MA Ditolak
Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK dengan dugaan penyalahgunaan jabatan, pada Desember 2023 lalu.
Kemudian, pada Maret 2024, Dewas mulai melakukan klarifikasi terhadap laporan tersebut dan memeriksa saksi-saksi. Sebenenarnya, Alex juga dilaporkan dengan dugaan yang sama, namun KPK hanya melanjutkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ghufron
Karena tak terima, kemudian Ghufron melaporkan beberapa anggota Dewas KPK ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut, terkait dugaan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang.
"Saya akan melakukan pembelaan diri dengan mekanisme hukum yang memungkinkan saya melakukan pembelaan. Saya akan melakukan gugatan itu, sudah saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024," kata Ghufron kepada wartawan, Senin (20/5/2024).
Ghufron melaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penyelenggara negara yang memaksa berbuat atau tidak berbuat dan Pasal 310 KUHP terkait pencemaran nama baik atau kehormatan.
Ghufron mengaku melaporkan anggota Dewas KPK karena mereka tetap melanjutkan proses pemeriksaan etik. Sementara, dirinya telah meminta pemeriksaan ditunda karena terdapat proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung.
Pada 21 Mei 2024, merupakan hari dimana seharunya Dewas membacakan putusan terhadap Ghufron, PTUN memerintahkan kepada Dewas untuk menunda pembacaan tersebut, karena sedang memproses gugatan dari Ghufron atas Dewas.
Namun, pada 3 September 2024, PTUN menolak gugatan dari Ghufron dan memerintahkan Dewas untuk melanjutkan pembacaan putusan terhadap Ghufron.
Melanggar Etik dan Mendapatkan Sanksi Sedang
Pada 6 September 2024, Dewas KPK memutus sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama 6 bulan, terhadap Nurul Ghufron.
"Mengadili, satu, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, di ruang sidang etik, Jumat (6/9/2024).
Tumpak mengatakan sanksi sedang secara tertulis tersebut meminta agar Ghufron tidak mengulangi kesalahannya lagi. Kemudian, pada pemotongan gaji sebanyak 20 persen, Tumpak mengatakan akan dilakukan selama 6 bulan.
Tumpak mengatakan, putusan tersebut, telah berdasarkan dokumen laporan, saksi, dan bukti yang telah di periksa.
Selain itu, Dewas KPK juga menolak beberapa pembelaan dari Ghufron yaitu, pembelaan bahwa Dewas tidak memiliki legal standing untuk memeriksa Ghufron, karena kedaluwarsa. Namun, Dewas menyatakan pembelaan tersebut ditolak.
Selain itu, Dewas menyebut meskipun Ghufron beralasan tidak menerima keuntungan atas bantuan tersebut, Namun tidak seharusnya, Ghufron mencampuri urusan mutasi di instansi lain.
Tumpak mengatakan sanksi sedang ini karena dampaknya masih sebatas merusak citra KPK, belum sampai pada merugikan pemerintah.
Sementara itu, Tumpak menyebutkan hal yang meringankan bagi Ghufron yaitu, belum pernah dihukum. Sedangkan hal yang memberatkan adalah Ghufron tidak menyesali perbuatannya, tidak kooperatif, dan sebagai pimpinan KPK harusnya memberikan teladan yang baik.
Atas perbuatannya tersebut, Dewas menyatakan, Ghufron telah melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Ghufron Tak Menyesal & Tetap Ikut Seleksi Capim KPK
Ghufron mengaku, atas putusan tersebut dirinya tidak menyesal dan tetap tidak mengakui perbuatannya, meski telah diputus sanksi sedang oleh Dewas KPK.
"Ya, saya sampaikan, karena perbuatan saya mengomunikasikan keluhan, saya tidak pernah menyampaikan minta bantu," kata Ghufron usai menghadapi sidang putusan etik di Gedung Dewas KPK, Jumat (6/9/2024).
Ghufron juga menyebut, apabila Kasdi menerima keluhannya tersebut sebagai sebuah permintaan dan harus dikabulkan karena dia adalah pimpinan KPK yang sedang menangani kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementan. Ghufron mengatakan itu bukanlah kewenangannya.
"Sekali lagi, saya nelpon Anda, Anda takut, Anda segan atau Anda happy-happy saja. Itu bukan kewenangan saya, oke terima kasih," tuturnya.
Selain itu, pria yang tengah kembali mengikuti proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK 2024-2029 itu, mengaku tetap percaya diri untuk mengikuti kontestasi tersebut meskipun telah mendapat sanksi ringan dari Dewas KPK.
Dia pun menyebut, akan menyerahkan segala keputusan terkait apakah putusan tersebut akan berpengaruh pada penilaiannya di seleksi capim KPK ini kepada Panitia Seleksi (Pansel) capim KPK.
Sementara itu, Ketua Dewas, Tumpak Hatorangan, mengatakan pihaknya telah menyerahkan rekam jejak Ghufron pada Pansel Capim KPK.
"Yang pertama tadi apakah kami sudah membuat track record-nya ke Pansel? Jawabnya sudah. Kami sudah memberikan informasi kepada Pansel tentang calon-calon yang mau jadi pimpinan KPK. Itu sudah kami sampaikan. Kami sampaikan apa adanya, catatan etik apa adanya," kata Tumpak saat jumpa pers usai sidang putusan etik.
Selain itu, Tumpak mengatakan, tidak seperti mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, yang saat itu diputus etik berat, maka Dewas langsung melaporkan pada presiden.
Pada putusan Ghufron ini, akan dilaporkan pada Presiden apabila Ghufron tidak hadir pada proses eksekusi mendatang.
"Umpamanya Ini kan nanti kami panggil untuk eksekusi, tidak mau datang, ngeyel terus tadi. Panggil lagi dua kali. Tidak mau datang, ngeyel. Apa putusan aku? Tidak mau. Tidak mau dipotong gajinya. Tiga kali, tidak mau. Kami kirim surat kepada Presiden," ujar Tumpak.
Pansel Capim KPK Harus Diskualifikasi Nurul Ghufron
Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha, mengatakan, putusan etik terhadap Ghufron ini, menjadi bukti bahwa Pansel Capim KPK harus mendiskualifikasi Ghufron dari daftar seleksi capim KPK 2024-2029.
"Putusan etik ini mengungkap fakta-fakta penting termasuk tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan pada saat KPK menangani kasus SYL," kata Praswad dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2024).
Praswad mengatakan apabila pansel tidak menggugurkan Nurul Ghufron, maka percuma saja dilakukan serangkaian seleksi untuk mengimpun berbagai informasi mengenai calon pimpinan.
"Tindakan tetap mempertahankan Nurul Ghufron akan membangun skema bahwa benar proses seleksi dilakukan hanya untuk formalitas belaka," ujar Praswad.
Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan putusan terhadap Ghufron itu sangat lembek.
"Ya, menurut saya saksinya sangat lembek ya. Kenapa? Karena menurut saya perbuatan Nurul Gufron itu telah merugikan negara, khususnya dalam agenda pemberantasan korupsi," kata Zaenur kepada Tirto, Jumat (6/9/2024).
Menurut Zaenur, ke depannya KPK akan lebih sulit dalam memberantas korupsi, sebab KPK tidak bisa menjaga marwahnya. Padahal, KPK memiliki tugas dalam pencegahan, sosialisasi, berdakwah, menyampaikan pengetahuan, pemahaman kepada para penyelenggara negara, kepada publik mengenai nilai-nilai integritas.
"Dengan saksi ini semakin menunjukkan bahwa KPK sendiri tidak bisa menegakkan nilai integritas di dalam, artinya akan semakin kehilangan legitimasi moral ketika menyampaikan nilai integritas keluar," ujar Zaenur.
Kemudian, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan tidak setuju dengan pernyataan Dewas yang mengatakan perbuatan Ghufron ini tidak merugikan pemerintah.
"Nah atas intervensi Ghufron kan jadi pindah ke daerah, sehingga kekurangan personel di kantor pusat. Itu yang dinamakan merugikan itu, dan juga merugikan pemberantasan korupsi secara keseluruhan. Karena kelakuannya Pak Ghufron itu bukan mencoreng citra KPK, mencoreng citra NKRI. Karena program pemberantasan korupsi itu kan negara, bukan hanya KPK aja," kata Boyamin saat dikonfirmasi, Jumat (6/9/2024).
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto