Menuju konten utama

Nilai Pemberantasan Korupsi Jeblok, Masih Adakah Harapan Itu?

Momen rekrutmen Calon Pimpinan dan Dewas KPK bisa jadi secercah harapan bagi masyarakat. Mereka menginginkan pimpinan KPK yang berintegritas dan independen.

Nilai Pemberantasan Korupsi Jeblok, Masih Adakah Harapan Itu?
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memasuki mobilnya usai memenuhi panggilan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK (ACLC), Jakarta, Senin (20/11/2023). Firli Bahuri memenuhi panggilan Dewas KPK untuk mengklarifikasi terkait pertemuannya dengan tersangka dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menjabat menteri pertanian. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.

tirto.id - Pemerintah saat ini dinilai sangat buruk kinerjanya dalam isu pemberantasan korupsi. Meski permasalahan korupsi dapat perhatian serius dari masyarakat, ompongnya lembaga antirasuah membuat pemberantasan korupsi jalan di tempat. Hal ini sebagaimana tergambar dari hasil survei Kawula17 terbaru yang terbit Juli 2024.

Setidaknya ada 8 dari 10 masyarakat yang menganggap isu korupsi penting jadi perhatian. Namun, sebanyak 79 persen dari 408 responden menilai kinerja pemerintah sangat buruk dalam pemberantasan korupsi. Survei menyasar enam wilayah di Indonesia dengan metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring. Survei menjaring responden berusia 17 sampai 44 tahun.

Hanya lima persen responden yang mengaku kinerja pemerintahan Presiden Jokowi di sektor pemberantasan korupsi sangat bagus. Selain itu, sebanyak 17 persen responden yang menilai pemerintah memberantas korupsi dengan performa cukup.

Hasil survei Kawula17 setidaknya sejalan dengan angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang mundur dan jadi stagnan di kepemimpinan Jokowi. Pada 2014, IPK Indonesia di skor 34 dan sempat menjadi 40 di tahun-tahun setelahnya. Namun, 2023 lalu, IPK Indonesia kembali ke masa awal Jokowi baru menjabat, yakni skor 34.

Buruk rupa pemberantasan korupsi turut tecermin dengan makin permisifnya masyarakat dengan korupsi-korupsi kecil. Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia pada 2024 turun 3,85 dari sebelumnya di 2023 sebesar 3,92.

IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi masyarakat yang diukur dengan skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK, maka semakin tinggi budaya antikorupsi, dan semakin rendah nilai IPAK, maka masyarakat semakin permisif atau menoleransi korupsi.

Ketua Pusat Studi Antikorupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menilai bukan cuma masyarakat yang muak dengan stagnasi pemberantasan korupsi, tetapi para akademisi merasakan hal serupa. Menurut Orin, masyarakat luas sudah menilai KPK saat ini kehilangan wibawa sejak dilakukan pelemahan sistematis oleh pemerintah dan DPR.

“Padahal, pemerintah Jokowi pernah melahirkan pimpinan KPK cukup baik ketika panselnya 9 Srikandi, itu saya kira baik karena ada gerakan GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam). Setelah itu, hanya itu aja, edisi berikutnya KPK sudah mulai digembosi pascarevisi UU KPK,” kata Orin kepada Tirto, Kamis (1/8/2024).

Revisi undang-undang KPK pada 2019 lalu dinilai sebagai bentuk perlawanan balik dari kelompok yang takut dengan gerakan antikorupsi sehingga perlu menggembosi lembaga antirasuah. Ditambah, setelahnya KPK malah dipimpin sosok-sosok dengan banyak catatan masalah, yakni oleh bekas Ketua KPK, Firli Bahuri.

“Memasukkan orang-orang KPK minim integritas sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran etik, bahkan tindak pidana. Akhirnya lebih sering mereka (pimpinan KPK) berurusan dengan Dewas KPK,” jelas Orin.

Saat ini, publik menilai telah terjadi penegakan hukum yang tidak setara. Gelagat itu, kata Orin, ketika hukum diduga jadi alat politik kekuasaan untuk menggebuk pihak lawan. Maka, pemberantasan korupsi juga dinodai dengan intrik politik sehingga sarat kepentingan.

Momen rekrutmen Calon Pimpinan dan Dewas KPK yang saat ini tengah dilakukan, bisa jadi secercah harapan masyarakat. Orin menilai, masyarakat menginginkan pimpinan KPK yang memiliki integritas dan independensi.

Indeks persepsi korupsi Indonesia

Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

Pansel Capim dan Dewas KPK punya peran penting memfilter figur bermasalah. Ini menjadi momen keberpihakan pansel terhadap kepentingan rakyat. Orin sendiri menyoroti beberapa capim yang sudah lolos tes administrasi dan berasal dari unsur pimpinan KPK saat ini.

“Calon pimpinan yang lolos administrasi sih dari SAKSI sendiri menyoroti calon yang sudah pernah menjabat. Kita lihat sepak terjangnya seperti apa, bagus atau tidak, publik pun tahu seperti apa,” terang Orin.

Dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024, menunjukkan KPK sebagi lembaga dengan citra positif paling rendah. Menurut survei, KPK mendapat penilaian citra positif sebanyak 56,1 persen. Sedangkan, sebanyak 33,4 persen menyatakan buruk dan 10,5 persen mengaku tidak tahu.

Survei ini dilakukan dengan metode wawancara telepon terhadap 1.200 responden dari 38 provinsi se-Indonesia. Metode survei memiliki tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian kurang lebih 2,83 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, menyatakan kinerja pemberantasan korupsi mulai jeblok sejak tahun 2019. Kendati demikian, Yudi memandang pertanggungjawaban kinerja korupsi tidak bisa dibebankan kepada Presiden Jokowi semata.

“Tapi semuanya, parpol dan termasuk KPK itu sendiri, turut bertanggung jawab menurunnya kinerja pemberantasan korupsi,” ujar Yudi kepada Tirto, Kamis.

Momentum turunnya kinerja pemberantasan korupsi terjadi ketika pelemahan KPK lewat revisi undang-undang disetujui presiden dan didorong anggota parlemen di Senayan. Yudi menilai, fraksi-fraksi parpol di DPR punya andil juga dalam pelemahan KPK karena revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR.

“Ketika saat ini kita melihat bagaimana KPK lebih banyak kontroversi dibandingkan prestasi memberantas korupsi, bahkan ketua KPK jadi tersangka korupsi, itu kemudian menjadikan kita berpikir KPK harus diberikan kembali ruang lebih untuk balik ke kinerja sebelum 2019,” paparnya.

Menurut Yudi, satu-satunya harapan ke depan adalah memilih Pimpinan KPK yang bisa mengembalikan taji lembaga tersebut. Sosok itu hanya ada pada pimpinan yang memiliki independensi dan jauh dari berbagai konflik kepentingan. Pimpinan KPK bukan saja harus orang yang cerdas, namun juga baik secara moralitas.

“Kalau tidak begitu, yang terjadi adalah apakah ketika misalnya negara ingin memberantas korupsi? Ya memang ada, kan ada KPK kok, ada undang-undang kok. Tapi apakah lembaga itu efisien? Ya, tentu tidak,” kata Yudi.

Pimpinan KPK Harus Independen

Sebanyak 236 Capim KPK lolos pemberkasan dan melaju ke tahapan tes tertulis di Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara Kementerian Sekretariat Negara, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2024) lalu. Namun, tujuh orang di antaranya tidak ikut tes tertulis, sehingga yang mengikuti tes tertulis hanya 229 orang. Hasilnya akan diumumkan pada 8 Agustus 2024 mendatang.

Capim KPK yang mengikuti tes tertulis terdiri dari berbagai unsur, seperti para pegawai dan pimpinan KPK, aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa, akademisi, hingga politisi. Unsur internal KPK yang ikut seleksi capim misalnya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa.

Selain itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana.

Dari unsur aparat polisi dan jaksa, ada Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kajati Bali Ketut Sumedana, serta Komisaris Jenderal Ridwan Zulkarnain selaku Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional. Ridwan pernah menjabat Kapolda Sumatra Utara pada 2021-2023 dan menjabat Kapolda Sulawesi Utara pada 2020-2021.

Sidang lanjutan Syahrul Yasin Limpo

Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/7/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.

Para jenderal polisi lain, Komjen Setyo Budiyanto, selaku Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian. Lalu, Irjen Didik Agung Widjanarko, selaku Irwil III Itwasum Polri.

Didik sempat menjabat Wakapolda Bengkulu pada 2017-2019 dan menjabat Waketbidminwa STIK Lemdiklat Polri pada 2023-2024. Selain itu, ada Irjen Djoko Poerwanto selaku Kapolda Kalteng.

Sementara dari politisi dan pejabat publik, misalnya mantan Menteri ESDM Sudirman Said, anggota DPR sekaligus kader PDIP Johan Budi, serta Komisioner Kompolnas RI Poengky Indarti.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menilai kondisi korupsi di Indonesia memang semakin banal. Dia melihat para penyelenggara negara mulai melakukan korupsi terang-terangan karena tidak takut lagi terhadap taji KPK.

“Respons terhadap korupsi itu sangat minim dilakukan oleh aparat penegak hukum, atau dilakukan dengan tidak tuntas, tidak menerapkan prinsip equity before the law, itu terlihat di beberapa kasus, misalnya kasus Harun Masiku juga belum selesai,” kata Zaenur kepada Tirto, Kamis.

Selain itu, KPK saat ini sudah kehilangan kehormatan dan tidak menjadi ancaman bagi para koruptor. Dengan masuknya pimpinan KPK yang tidak berintegritas, menurut Zaenur, mau dikembalikan undang-undang KPK seperti dulu pun tetap akan sama saja jika pelaksananya busuk.

“Jadi memang seleksi Pimpinan KPK ini dapat menjadi satu momentum kesempatan untuk sedikit memperbaiki KPK, diharapkan tentu akan dapat memperbaiki situasi pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Setidaknya, para pansel KPK—yang tidak begitu dipercaya Zaenur karena didominasi unsur pemerintah—harus bisa memilih figur capim yang berintegritas dan kompeten. Berintegritas artinya figur itu tidak punya cacat etik dan cacat hukum.

Kompeten, kata Zaenur, berarti sosok yang memahami kerja-kerja pemberantasan korupsi. Artinya, KPK tidak membutuhkan orang yang mendaftar cuma untuk cari pekerjaan.

Terakhir ini yang paling penting, yakni sosok pemimpin independen. Menurut Zaenur, sosok pimpinan KPK harus bebas dari institusi lain dan kepentingan politik.

“Sehingga seharusnya tidak ada satu pun calon yang itu merupakan unsur penegak hukum dari sistem kuota. Sehingga pansel tidak boleh meloloskan calon hanya karena dia berasal dari institusi tertentu, apakah itu polisi atau jaksa. Seleksi harus fair play,” terangnya.

Karena kerja-kerja KPK erat kaitan dengan praktik culas para politikus, maka harus bebas dari figur yang punya kedekatan dengan parpol. Menurut Zaenur, KPK adalah lembaga negara yang harusnya bersifat independen, sehingga pimpinannya pun harus independen.

“Tidak boleh merupakan perwakilan dari kepolisian, dari kejaksaan, atau tidak boleh yang berasal dari partai politik atau interest politik,” ucapnya.

Baca juga artikel terkait INDEKS KORUPSI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi