Menuju konten utama

PBHI Desak Pansel Coret Capim KPK yang Melanggar UU Antikorupsi

Menurut Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengurus KPK di masa mendatang akan lebih sulit karena ada tradisi buruk yang ditanamkan oleh para Pimpinan KPK saat ini.

PBHI Desak Pansel Coret Capim KPK yang Melanggar UU Antikorupsi
Ketua Pansel Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Muhammad Yusuf Ateh (tengah) didampingi anggota (kiri ke kanan) Ahmad Erani Yustika, Rezki Sri Wibowo, Elwi Danil dan Ivan Yustiavandana menyampaikan keterangan pers di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (24/7/2024). ANTARA FOTO/Elsa/sgd/nz

tirto.id - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mendesak Panita Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencoret Capim KPK yang melanggar Undang-Undang Antikorupsi.

Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengatakan para pimpinan KPK mendatang akan menanggung beban yang sangat berat karena bobroknya kepemimpinan saat ini dalam mengurus lembaga antirasuah.

"Struktur institusi pemberantas korupsi yang sangat bobrok dengan adanya pesta pora korupsi massal di internal, yakni pimpinan, dewas, pegawai, bahkan penyidik. Sementara penyidik dan pegawai berintegritas justru diberangus lewat Tes Wawasan Kebangsaan," kata Julius dalam keterangan tertulis, Selasa (3/9/2024).

Mengurus KPK di masa mendatang, kata Julius, juga akan lebih sulit karena ada tradisi buruk yang ditanamkan oleh para Pimpinan KPK saat ini.

"Kultur yang buruk seperti yang dicontohkan Firli, Lili, menyusul Nurul Gufron dan Johanis Tanak, serta Alexander Marwata, yang berkali-kali melanggar etik," ujarnya.

Julius menyebut, pansel harus mencari “manusia setengah dewa” dengan paket komplet sejak di level paling fundamental.

"Tidak mudah untuk mencari, namun tidak sulit untuk menyeleksi. Rekam jejak adalah indikator paling mudah diperiksa, utamanya terkait kinerja dan kepatuhan hukum. Apalagi, mayoritas calon dari unsur aparat penegak hukum: polisi, jaksa, dan hakim serta internal KPK aktif," tuturnya.

Menurutnya, PBHI menelusuri rekam jejak yang sederhana terkait catatan kinerja dan kepatuhan hukum atas UU Antikorupsi: UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; dan Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Kemudian menemukan catatan krusial. Pertama, banyak capim yang tidak patuh pelaporan LHKPN. Kemudian ditemukan jumlah harta kekayaan yang tidak wajar, fantastis nilainya, termasuk fluktuasi kenaikan yang fantastis dalam durasi waktu yang singkat," ungkapnya.

Julius menyebut sebagian besar capim dari “kontingen” hakim justru memiliki rekam jejak sangat buruk, yakni memvonis ringan kasus-kasus korupsi bahkan melarang peliputan oleh media massa dalam sidang kasus korupsi.

"Ketiga, mayoritas 'kontingen' aparat penegak hukum lainya juga bermasalah dalam rekam jejak kinerja, khususnya dalam penegakan hukum, baik polisi maupun Jaksa. Selain ada dugaan penyalahgunaan kewenangan, lalu masalah transparansi proses, termasuk tupoksi pemberantasan korupsi yang diemban," tuturnya.

Lebih lanjut, Julius mengatakan Pansel KPK harus jeli melihat indikator yang sangat mudah untuk ditelisik. Sejatinya, kata Julius, tidak patuh pada UU Antikorupsi lalu rekam jejak buruk dari aspek hukum dan antikorupsi, sudah merupakan titik mutlak untuk mencoret nama-nama capim tersebut.

Atas desakan itu, Ketua Pansel KPK, Muhammad Yusuf Ateh, yang merupakan Kepala Badan Pengawasa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), mengatakan akan mengevaluasi seluruh aduan yang masuk.

"Semua pengaduan rekam jejak yang kami terima akan dievaluasi pansel," kata Ateh kepada Tirto, Selasa (3/9/2024).

Baca juga artikel terkait PANSEL CAPIM KPK atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi