tirto.id - Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus akhirnya resmi terbentuk di Pilkada Jakarta 2024 dengan mengusung bakal calon gubernur-wakil gubernur, Ridwan Kamil dan Suswono. Koalisi besar ini diisi 12 parpol yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, PSI, Partai Gelora, Partai Garuda, PKB, PKS, Partai Nasdem, Partai Perindo, dan PPP.
Koalisi gemuk yang berisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka plus bekas musuhnya di Pilpres 2024 ini, disebut-sebut turut berpotensi terbentuk di daerah strategis lain. Seperti di Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Sumatra Utara.
Menariknya, KIM Plus di Pilkada Jakarta diisi oleh dua partai yang memiliki historis konflik di masa lalu. Kedua parpol itu adalah PKS dan Partai Gelora, yang sudah jadi rahasia umum kerap melakukan perang terbuka dengan saling sahut pernyataan. Bahkan, Gelora sempat menyarankan kabinet Prabowo-Gibran kelak, perlu menolak PKS jika ingin ikut bergabung.
Politik kepentingan memang melahirkan pragmatisme, namun upaya rekonsiliasi bukan hal yang haram diambil demi kepentingan konstituen. Maka timbul diskursus, mana yang lebih dominan antara motif pragmatisme politik kepentingan elite parpol atau upaya rekonsiliasi, di balik sekolamnya PKS dan Gelora di Pilkada Jakarta.
Analis Sosio-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, memandang dalam kancah politik, baik bersatu atau berseberangan sama-sama bersifat sementara. Karena, kata dia, sifat alamiah politisi adalah pragmatis, artinya yang menyatukan atau memisahkan politik adalah kepentingan.
Jika dua kubu mempunyai kepentingan yang sama, maka mereka akan profesional tampil di publik seakan sedang akur. Dalam konteks pilkada, Gelora dan PKS memiliki kepentingan yang sama untuk mengamankan posisi dan merapat ke kubu Prabowo-Gibran.
“Politisi itu aktor yang hebat, mereka ditempa untuk memainkan dua panggung. Yakni panggung depan dan panggung belakang,” kata Musfi kepada reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
Musfi menilai, para elite PKS dan Gelora memang masih mengantongi masalah personal, namun akan profesional di panggung depan dengan menunjukkan gelagat kerja sama. Di sisi lain, tidak mungkin PKS atau Gelora melakukan sabotase kepada kandidat yang mereka dukung di Pilkada Jakarta.
“Gelora misalnya, apakah mereka akan merusak citra Suswono [sebagai kader PKS]? Ya bisa dijewer KIM Plus, bisa batal mereka duduk di kursi kabinet,” ucap Musfi.
Alhasil, satu gerbongnya PKS dan Gelora di bawah payung KIM Plus dinilai Musfi sebagai pragmatisme politik semata. Seharusnya, rekonsiliasi adalah bertemunya kepentingan yang berbeda-beda, bukan syahwat kepentingan yang sama.
“Hubungan Prabowo dengan Jokowi misalnya, pada 2014 sampai 2019 keduanya memiliki tensi sangat panas. Tapi sekarang adem sekali, saling membantu satu sama lain. Ya karena itu tadi, kepentingan keduanya sedang sejalan,” ucap Musfi.
Pragmatisme ini semakin tampak ketika di Pilpres 2024, PKS begitu kencang mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi dan visi-misi Prabowo-Gibran. Misalnya soal pindah ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Selatan. Kala itu, PKS mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, bersama PKB dan Nasdem dalam Koalisi Perubahan.
KIM sendiri membutuhkan PKS untuk mengamankan kemenangan Pilkada Jakarta. Terlebih, Anies Baswedan yang saat ini minim dukungan parpol, memiliki elektabilitas tinggi sebagai calon gubernur Jakarta di sejumlah lembaga survei. Adapun parpol yang belum merapat ke KIM Plus di Pilkada Jakarta, tersisa PDIP saja.
“Kepentingan itu perekat terbaik. Kedua, karena PKS adalah faktor kunci untuk mengunci tiket Anies maju di Pilgub Jakarta,” tutur Musfi.
Pandangan PKS dan Gelora
Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik, menegaskan bahwa pihaknya sedari awal sudah sejalan dengan Prabowo-Gibran sehingga tak ragu bergabung ke KIM. Menurut dia, di pilkada, Gelora juga akan tetap bersama parpol-parpol KIM di beberapa daerah strategis.
Kalau mau dipertanyakan, kata dia, justru seharusnya menunjuk hidung parpol bekas lawan KIM di Pilpres 2024, yang akhirnya bergabung di pilkada. PKS merupakan salah satu lawan KIM di Pilpres. Mahfuz mengaku tak ada soal dengan bergabungnya PKS ke gerbong KIM Plus.
“Jadi kalau Gelora sendiri nggak ada masalah. Dan kalau PKS di DKI sekarang bergabung dengan KIM, ya sebagai bagian dari KIM sih kami ahlan wa sahlan saja,” kata Mahfuz saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
Kendati demikian, Mahfuz menilai, PKS punya pekerjaan rumah untuk menjelaskan kepada para konstituen atau pemilih mereka soal sikap politik di DKI Jakarta. Termasuk, ia mempertanyakan konsistensi pernyataan PKS sebelum masuk KIM Plus, yang kerap ambil posisi berseberangan dengan pemerintah dan Prabowo-Gibran.
“Banyak yang mempertanyakan wacana yang dulu dikembangkan PKS, apakah sekarang dicabut atau tidak, soal dinasti, soal IKN, soal macam-macam lah itu ya. Yaitu jadi urusan PKS lah dengan basis pendukungnya,” ujar Mahfuz.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menekankan dasar dari berdirinya KIM selama ini adalah rekonsiliasi untuk mempermudah jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran. Mereka, kata Fahri, menginginkan cita-cita besar menjadi negara adidaya baru.
“Maka khususnya di [Pilkada] Jakarta, rekonsiliasi itu harus diteruskan dengan mereka yang mau masuk ke dalam KIM dan selanjutnya bekerja sama menata transisi Jakarta dari ibu kota menjadi kota dengan beban baru,” kata Fahri kepada reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
Fahri menyatakan agenda yang dibawa KIM Plus di Pilkada adalah Jakarta Baru, Jakarta Maju. Ia sendiri mengaku tak masalah dengan kehadiran PKS dalam gerbong KIM Plus.
“Dalam kerangka itulah Gelora berpartisipasi dengan semua pihak yang mau bergabung, termasuk PKS dalam koalisi KIM di Jakarta,” ucap Fahri.
PKS sendiri menolak berkomentar soal hubungan mereka dengan Gelora di bawah naungan KIM Plus. Juru bicara PKS, Pipin Sopian, enggan berkomentar soal upaya rekonsiliasi PKS dan Gelora di Pilkada Jakarta.
“Izin no komen [tidak berkomentar] ya bang,” ujar Pipin dihubungi reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
Namun, Pipin menjelaskan bahwa keputusan PKS bergabung dengan KIM Plus adalah opsi kedua partai untuk Pilkada Jakarta. PKS, klaim dia, sudah mengupayakan opsi pertama saat mendorong Anies Baswedan dan Sohibul Iman sebagai bakal cagub-cawagub Jakarta. Opsi ini buyar karena pasangan ini tidak mendapatkan dukungan dari parpol lain.
“Kami meminta maaf tidak bisa mengusung pasangan Anies-Sohibul Iman pada Pilkada Jakarta 2024 karena tidak cukup dukungan kursi. Ikhtiar sudah dilakukan termasuk lobi Nasdem, PKB, dan PDIP agar bisa berlayar tapi tidak terwujud,” jelas Pipin.
Opsi kedua mereka adalah bergabung ke KIM Plus dengan menyodorkan Suswono sebagai bakal cawagub Ridwan Kamil. Langkah tersebut yang saat ini resmi diambil PKS di Pilkada Jakarta.
“Kami optimis pasangan RK-Suswono ini menang karena pasangan ideal. RK pemimpin dengan jam terbang tinggi sebagai pemimpin daerah. Suswono pemimpin kompeten di level pemerintah pusat sebagai mantan menteri,” ujar Pipin.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Partai Gelora lahir dari konflik internal di PKS. Kala itu, beberapa tokoh muda PKS seperti Anis Matta, Fahri Hamzah, dan Mahfuz Sidik, tak sejalan dengan para senior PKS dan memutuskan membuat partai baru.
Bahkan, kala itu beredar kabar bahwa perpecahan ini juga timbul akibat adanya dua faksi di tubuh PKS. Faksi yang dimaksud adalah faksi keadilan dan faksi sejahtera. Pertentangan antara generasi muda dan generasi tua di PKS.
Faksi keadilan identik dengan para politikus senior, seperti pendiri PKS (alm) Yusuf Supendi, Hidayat Nur Wahid (HNW), Salim Segaf Al-Jufri serta Sohibul Iman. Adapun faksi sejahtera diisi generasi muda PKS seperti Anis Matta, Fahri Hamzah, dan Mahfuz Sidik. Anis Matta dan Fahri Hamzah resmi mendirikan Gelora pada 2019.
KIM Plus Diklaim Solid
Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, memandang tidak perlu ada rekonsiliasi antara PKS dan Gelora. Menurutnya, perbedaan pandangan tajam kedua partai itu hanya terjadi di level para pimpinan parpol.
“Jika yang memiliki persoalan adalah politisinya, maka itu urusan personal bukan parpol. Jadi kebersamaan PKS dan Gelora murni pragmatisme politik. PKS sama dengan partai manapun, pragmatis, hanya mencari keuntungan dan mengabaikan kebaikan pemilih,” kata Dedi kepada reporter Tirto.
Dedi menilai, upaya PKS merapat ke kubu Prabowo-Gibran dan pemerintah Jokowi saat ini perlu dicurigai sebagai usaha mengamankan diri. Adapun pemilih loyal PKS dipandang bakal sejalan dengan perintah partai, kecuali pemilih yang bukan merupakan kader PKS.
“Gelora tentu sekadar normatif, mereka tahu jika PKS memang lebih condong melawan kekuasaan, bukan bersama kekuasaan,” ujar Dedi.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, senada dengan Dedi. Ia menilai, adanya rekonsiliasi politik masih jauh panggang dari api jika melihat sikap parpol-parpol saat ini yang merapat ke kubu Prabowo-Gibran. Semua murni kepentingan parpol untuk mengamankan posisi dan saling memperkuat kemenangan.
“Kejauhan untuk bisa ngomong rekonsiliasi. Mereka kan di sana demi kepentingan yang sama dan bersifat pragmatis terkait Pilkada Jakarta aja,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
PKS, kata Kunto, diterima di KIM karena mereka punya basis yang besar di Jakarta. Selain itu, Ridwan Kamil pun menyadari bahwa ia punya peluang menang jika bisa menggaet PKS yang merupakan juara Pileg 2024 di Jakarta, ke dalam barisan pendukungnya.
“PKS punya mesin partai yang luar biasa pasti sangat bermanfaat saat kampanye Pilkada Jakarta,” ucap Kunto.
Partai Demokrat –salah satu parpol KIM Plus di Pilkada Jakarta– yakin betul gerbong koalisi mereka akan menjaga soliditas. Pasalnya, proses menuju kerja sama tidak instan dan melalui proses interaksi rasional dan panjang.
Kerja sama ini memang diakui dilandasi bertemunya kepentingan strategis masing-masing parpol yang memiliki kesamaan harapan serta keinginan untuk sukses di Pilgub Jakarta. Setelah itu, baru terbangun kesepahaman dan kesepakatan yang bisa diterima bersama.
“Wajar dan rasional jika kemudian PKS dan Gelora bisa berada dalam barisan yang sama. Kami menghormati sikap politik masing-masing partai yang tergabung di KIM Plus, termasuk PKS dan Gelora,” kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, kepada reporter Tirto, Selasa (20/8/2024).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz