tirto.id - "Salah satu fungsi parpol itu kaderisasi kepemimpinan, jadi parpol ini adalah start-up untuk melahirkan entrepreneur politik."
Analogi ini diungkapkan politikus senior yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Ia memandang sebuah partai politik yang salah satu fungsinya adalah melakukan kaderisasi demi memunculkan pemimpin yang siap merumuskan kebijakan hingga melayani masyarakat.
Partai Gelora, kata Fahri, berdiri saat kondisi dunia sedang mengalami pandemi COVID-19, kondisi saat semua kegiatan dilakukan secara terbatas dan harus beralih ke digital. Dalam kondisi ini, klaim Fahri, Partai Gelora menjadi wadah yang mencerahkan anak muda yang menyukai tantangan dalam mengatasi krisis.
Menurut Fahri, Partai Gelora bisa dikatakan masih berusia sangat muda, tetapi sudah memiliki program-program yang mewadahi anak-anak muda untuk berpolitik dengan mengasah jiwa kepemimpinannya.
Saat berbincang dalam program podcast Tirto, For Your Pemilu, Selasa, 18 Juli 2023 lalu, mantan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga sangat menggebu-gebu kala bercerita tentang isu pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu perhatian pemilih muda.
Fahri menganggap korupsi sangat mudah diselesaikan bila pejabat publiknya memiliki etika. Apalagi, Indonesia merupakan negara demokrasi yang seharusnya mudah memberantas korupsi, karena sistem mengelola pemerintahannya yang terbuka.
Berikut kutipan wawancara Fahri Hamzah dalam program podcast Tirto 'For Your Pemilu' yang dipandu Irfan Amin, di studio redaksi Tirto, Selasa, 18 Juli 2023.
Pertanyaan ini didasarkan pada hasil survei CSIS. Menurut survei tersebut, jumlah pemilih muda di Pemilu 2024 mendekati 60 persen, sangat besar, bagaimana upaya Gelora menggarap ceruk pemilih muda ini?
Saya jawab sederhana, kami percaya bahwa di antara kelompok yang tercerahkan kehadiran Partai Gelora adalah anak muda. Sebab, Partai Gelora betul-betul lahir di era digital. Maksudnya, partai ini lahir pas di era pandemi COVID-19, yaitu saat kita betul-betul tak boleh keluar rumah, kita zoom dengan menteri untuk kebutuhan registrasi dan sebagainya. Lalu dalam keadaan krisis kami kembangkan struktur ke seluruh Indonesia dengan mengandalkan tangan-tangan anak muda.
Sehingga kita percaya sebagai partai yang lahir di era krisis digital dan berjuang menawarkan gagasan mengatasi krisis, ini adalah tantangan yang disukai anak muda sekarang dan memberikan atensi khusus kepada kami.
Selain itu, milenial dan Gen-Z cenderung aktif dalam permainan isu, meski tak aktif di organisasi politik. Mereka tertarik dengan kesejahteraan masyarakat seperti penciptaan lapangan kerja, kesenjangan sosial, kebebasan sipil, bagaimana Gelora masuk ke arah sana?
Sebetulnya itu bagian dari isu kami. Coba Anda perhatikan yang punya studio TV paling serius itu berapa partai? Kami punya studio TV, meski basisnya di dunia maya ya tentunya, tapi kami kelola seperti studio TV yang serius. Jadi kegiatannya bermacam-macam, soal keagamaan, milenial, ada talkshow rutin, sudah 100 episode sejak didirikan. Milenial menjawab milenial, namanya Gelora TV.
Kami mengerti aspirasi dari generasi ini, untuk itu kami melayani secara spesifik termasuk concern mereka tentang isu lingkungan, soal isu-isu keadilan, pekerjaan, krisis iklim dan sebagainya.
Pemberantasan korupsi juga menjadi salah satu concern para pemilih muda ini. Karakter pemimpin nasional menurut pemilih muda pun mengalami pergeseran, bukan lagi merakyat dan sederhana tetapi lebih ke sosok yang jujur dan antikorupsi dengan kompetensi kemampuan membuat perubahan dan memimpin di saat krisis, melakukan inovasi. Bagaimana Gelora menanggapi hal ini, apalagi Fahri Hamzah dikenal galak dengan pemberantasan korupsi?
Korupsi itu isu lama yang sebenarnya mudah untuk diselesaikan. Sebab, ada banyak negara di dunia ini sudah mengakhiri korupsi. Salah satu cara kita mengakhiri korupsi yaitu menjadikan atau mengambil demokrasi sebagai sistem pemerintahan kita, karena demokrasi sistem terbuka tinggal dipimpin secara baik itu cepat kok menyelesaikannya.
Semua negara yang bertransformasi menjadi negara demokrasi seharusnya mudah berantas korupsi, karena sistemnya terbuka. Dalam sistem terbuka, enggak bisa setiap orang jadi maling, kalau dalam sistem tertutup orang bisa mencuri dan tak akan ketahuan sampai kapan pun.
Pada sistem terbuka, orang mencuri ketahuan, makanya negara harus dipimpin untuk mengatasi pelanggaran tak hanya korupsi, tetapi juga pelanggaran etika di dalam pemerintahan sehingga betul-betul cita rasa para pejabat dalam mengelola negara itu semakin lama makin tinggi.
Bahkan saya mengusulkan adanya peradilan etika sehingga kalau ada pejabat menyimpang enggak perlu dia sampai diadili secara hukum, langsung pecat saja, rampas jabatannya, suruh dia jadi orang biasa. Itu seharusnya ada peradilan etika itu di Indonesia. Saya mengusulkan supaya lembaga-lembaga seperti KY yang ada di UUD itu mentransformasi dirinya jadi peradilan etika tingkat tinggi.
Sekarang nih banyak pejabat publik yang enggak punya etika, conflict of interest, kemudian penampilannya seenaknya, flexing. Sudah tahu gajinya kecil tapi saban hari istrinya pamerin tas harga Rp100 juta, kayak gini itu panggil pecat, sudah dibikin mudah aja kayak gitu. Pejabat negara itu harus tahu mudah memecat mereka, sehingga harus hati-hati.
Pejabat negara itu hidup di dalam aquarium, semua rakyat menonton dia, jangan belagu, jangan salah tingkah, makanya [seharusnya] ada peradilan etik. Enggak usah ada penyelidikan, penyidikan, P21, ah sudah panggil saja, kamu begini? Benar ya sudah pecat, gitu aja.
Di DPR baru ada Surat Presiden soal RUU Perampasan Aset, Bang Fahri gimana, perlu enggak melihatnya?
Tanpa undang-undang itu, saya bisa rampas aset orang, kan sudah ada UU TPPU, UU PPATK. Kita kadang-kadang bikin undang-undang itu enggak tahu caranya aja, kalau saya tahu. Rampas itu gampang kok, sudah ada undang-undangnya. Setahun saya pimpin Indonesia, korupsi bisa dihilangkan, sudah tahu caranya dari ujung ke ujung.
Kalau di Gelora, generasi milenial atau generasi Z dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan politik? Atau bagaimana mereka diwadahi oleh Gelora?
Sebenarnya kan parpol itu punya banyak fungsi, salah satu fungsi parpol itu kaderisasi kepemimpinan, jadi parpol ini adalah start-up untuk melahirkan entrepreneur politik.
Orang-orang yang ingin mengerti bagaimana menjadi politikus itu mulai dari bagaimana membangun perasaan mewakili masyarakat, kemudian merumuskan kebijakan, lalu memimpin, itu semua diintroduksi dalam kaderisasi.
Makanya di Partai gelora dibikin forum-forum yang sifatnya masif melalui sosial media, ada yang namanya Akademi Manusia Indonesia. Kita buat training terbuka lalu nanti mereka akan kita proyeksikan untuk menjadi pemimpin. Namanya Akademi Pemimpin Indonesia, digodok terus menerus untuk jadi pemimpin, dan cukup mengagumkan saya lihat ya, dalam waktu yang tak lama, kita punya kader lebih dari 1 juta yang terdaftar, lalu caleg hampir 20 ribu, termasuk milenial banyak sekali di dalamnya.
Perlu enggak sih Bang Fahri soal kuota khusus anak muda di DPR atau di partai politik dibentuk di UU?
Kan ada pertentangan yang natural bahwa proses pemimpin lahir karena dia pemimpin dan fakta bahwa kita perlu keterwakilan terutama perempuan dan anak-anak muda, saya kira dua-duanya perlu dilakukan, kita harus mengakselerasi lahirnya kepemimpinan perempuan dan anak muda.
Di tengah proses yang natural dengan sistem kuota, harus ada proses menjadikan parpol sebagai wadah untuk kaderisasi secara masif menjadi pemimpin nasional. Jadi banyak sebenarnya yang harus dilakukan secara masif di ruang publik sekarang, kaderisasi seniman, kaderisasi pengusaha, kaderisasi politisi itu semua harus dilakukan secara masif.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri