tirto.id - Generasi muda yang mendominasi pemilih di Pemilu 2024 dikhawatirkan bersikap apolitis terhadap hiruk pikuk politik di Indonesia. Hal ini disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, August Mellaz saat menjadi pembicara dalam program Webteen Literasi Digital “Jadilah Pemilih Pemula Cerdas.”
Pernyataan Mellaz tersebut didasari hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 2021 yang mencatat hanya 32,67 persen anak muda yang percaya lembaga partai politik. Bagi Mellaz, hal itu menjadi anomali karena anak muda di Indonesia saat ini menjadi pemegang akun media sosial tertinggi.
“Hanya tercatat 32,67 persen anak muda yang percaya kepada partai politik. Inilah yang dikhawatirkan, generasi milenial dan Z ini melek teknologi, tapi apatis terhadap politik," kata Mellaz.
Padahal ada 110 juta anak muda yang berusia kisaran 20 hingga 44 tahun akan ikut mencoblos di Pemilu 2024. Jumlah itu setara dengan 55-60 persen dari seluruh jumlah pemilih. Apabila jumlah partisipasi anak muda untuk melek politik tidak segera ditingkatkan, Mellaz berpendapat akan menjadi alarm bahaya bagi demokrasi di Indonesia.
“Pemilu 2024 ada di tangan dan inisiatif anak-anak muda. Sepenting itu Pemilu 2024 dalam menentukan arah bangsa ke depan. Termasuk dalam menentukan pilihan, karena anak muda akan menjadi penentu yang tidak bisa diabaikan," jelasnya.
Rendahnya angka partisipasi masyarakat terhadap demokrasi juga ditunjukkan oleh hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Ada tren penurunan persepsi jika dibandingkan survei 2018. Pada 2018 angkanya mencapai 68,5 persen, namun di survei 2022 ini menjadi 63,8 persen.
Adu Strategi Partai Politik Gaet Pemilih Gen Z
Di mata partai politik, Gen Z adalah aset yang menjadi bahan rebutan. Tim riset dari masing-masing internal partai politik selalu mencari strategi terbaru untuk bisa menguasai ceruk suara terbesar dari total keseluruhan pemilih.
Hasil survei Litbang Kompas pada 2 November 2022 menunjukkan, PDIP sebagai partai pemenang pemilu tetap menguasai pemilih muda di Pemilu 2024. Selama 2022, PDIP selalu menduduki puncak suara pemilik suara Gen Z tertinggi. Di Oktober 2022, PDIP menguasai 19,0 persen suara.
Uniknya, posisi kedua setelah PDIP bukan dikuasai oleh Golkar sebagai juara kedua di Pemilu 2019. Namun, justru Partai Demokrat yang berada tepat di bawah PDIP dengan akumulasi suara sebesar 18,4 persen. Kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak bisa disangkal menjadi sorotan anak muda sebagai preferensi politik di 2024 mendatang.
Berbeda dengan Demokrat yang terus menanjak dengan menjadikan AHY sebagai efek ekor jas. Gerindra dalam hasil survei yang sama terus mengalami keterpurukan dengan menjadikan Prabowo Subianto sebagai ketua umum dan efek ekor jas. Namun ceruk suara Gen Z tak selalu berpihak pada partai ini. Hingga akhirnya di Oktober 2022 hanya 13,9 persen anak muda yang tercatat memilih Partai Gerindra.
Menyikapi realitas Gen Z yang dipenuhi kekhawatiran adanya isu golput karena tingginya sikap apolitis, sejumlah partai politik mulai menyiapkan strategi. Seperti Partai Golkar, yang mulai mengisi sejumlah posisi kepengurusan DPP dari kalangan Gen Z.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian tak menampik terhadap hasil survei yang menunjukkan bahwa kegiatan politik mulai dijauhi oleh anak muda. Dia tak ingin menyalahkan anak muda atas fenomena itu dan mendorong partainya untuk melakukan perbaikan pendekatan. Bukan hanya menggunakan cara-cara lama yang menurutnya harus segera ditinggalkan.
"Salah satu kami dari Partai Golkar dalam mendekati para pemilih muda adalah dengan memberi mereka kesempatan. Kami tidak ingin menutup pintu kesempatan bagi mereka dalam berkarya. Salah satu contohnya adalah Menteri Pemuda dan Olahraga saat ini Dito Ariotedjo. Menteri muda yang juga merupakan kader Golkar," kata Hetifah.
Dia mengkritik sistem partai politik yang hanya menjadikan anak muda sebagai alat pengerek suara. Wajahnya ditampilkan, namun saat kerja politik tak pernah diajak. Baginya, anak muda dari kalangan Gen Z atau setaranya akan menjadi pembaharu bagi kerja politik bila diajak ikut serta dan diberi pembinaan semestinya.
“Kita mengetahui saat ini sistem politik di Indonesia sudah terlampau jumud. Kita butuh anak muda untuk membebaskan dari semua hal itu,” kata dia.
Dari kalangan partai berbasis ideologi Islam, yaitu PKS juga merasa bahwa anak muda masih menjadi tantangan dalam proses kampanye politik untuk 2024. Juru Bicara PKS, Ahmad Mabruri mengungkapkan, partainya saat ini sedang menyusun suatu buku panduan bagi caleg partainya agar bisa sesuai dengan pola hidup milenial atau Gen Z. Sehingga tawaran politik mereka dapat diterima.
“Akan kita coba buatkan literasi politik buat anak muda. Rencana akan kita terbitkan buku dari PKS tentang politik anak muda," ujarnya.
Di sisi lain, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mencoba menawarkan alternatif politik dengan menempatkan anak muda langsung di posisi sentral. PSI mencontohkan dengan keberadaan William Sarana yang menjadi anggota DPRD padahal kuliahnya di strata 1 belum purna. Namun PSI tetap memberikan kepercayaan kepada William sehingga mereka berani mengangkat tagline sebagai partai anak muda.
“Jadi penyikapan yang kami lakukan sebetulnya hanya mengajak mereka untuk tidak apatis karena mereka bisa banyak berbuat jika masuk ke politik dengan benar, bahkan sesederhana dengan memilih caleg-caleg yang berkualitas di pemilu ketimbang golput," kata Juru Bicara PSI, Sigit Widodo.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz