Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Menerka Pesan PDIP Siap Jadi Tuan Rumah Koalisi Besar di 2024

Masuknya PDIP dalam wacana koalisi besar semakin mempersulit konsolidasi partai jika ia ngotot dukung capres dari kadernya sendiri.

Menerka Pesan PDIP Siap Jadi Tuan Rumah Koalisi Besar di 2024
Ilustrasi Partai Politik Peserta Pemilu. tirto.id/Ecun

tirto.id - PDI Perjuangan merespons cepat wacana koalisi besar yang dilontarkan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Ketua DPP PDIP, Puan Maharani bahkan menyatakan kediaman Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar, Jakarta Pusat siap menjadi tuan rumah silaturahmi parpol pendukung pemerintah untuk membahas koalisi masa depan.

Pernyataan Puan itu terkait wacana penggabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang tercetus usai silaturahim Ramadan di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023). Pertemuan lima ketua umum parpol ini juga dihadiri Presiden Jokowi.

“Kalau kemudian ada kesempatan PDI Perjuangan atau Ibu Megawati yang menjadi tuan rumahnya, ya silakan saja," kata Puan di Gedung DPR RI pada Selasa (4/4/2023).

Puan menjelaskan, pintu rumah Megawati yang terbuka adalah bukti bahwa PDIP tidak menolak atas koalisi besar tersebut.

“Saya bersepakat dan tentu saja silaturahmi harus tetap dilakukan. Siapa yang menjadi tuan rumah monggo saja,” kata Ketua DPR RI ini.

Puan mengklaim PDIP tidak ditinggal oleh partai yang terdiri atas Golkar, PAN dan PPP dari kubu KIB dan Gerindra serta PKB dari kubu KKIR. Ia mengatakan PDIP diundang, tetapi tidak bisa hadir.

“Saya terima undangannya kok. Hanya kebetulan berhalangan hadir. Begitu juga Ibu Ketua Umum, karena pada hari itu berhalangan hadir," kata Puan.

Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto juga mengakui soal potensi terbentuknya koalisi besar yang dilontarkan Airlangga. “Kita merasa ada frekuensi yang sama ya, ada kecocokan dan kalau dilihat, pimpinan partai kita sudah masuk, Pak Cak Imin ya, kita sudah masuk," kata Prabowo.

Di sisi lain, Jokowi juga sempat berbicara soal koalisi dan kandidasi Pemilu 2024. Ia mengklaim koalisi yang terbentuk bukan atas persetujuan dirinya. Akan tetapi, ia mengakui akan menjawab setuju atau tidak ketika ditanya soal kandidat yang diusung suatu koalisi.

“Kalau saya ditanya, Bapak setuju enggak? Pak Prabowo jadi capresnya, kalau ditanya jawab kalau setuju saya jawab setuju, kalau endak ya, endak," tutur Jokowi usai acara silaturahmi di Kantor DPP PAN tersebut.

PDIP Tak Mau Ditinggal Sendirian

Analis politik dari Indonesia Political Power, Ikhwan Arif menilai bahwa keinginan PDIP jadi tuan rumah adalah peneguhan simbol PDIP sebagai pengusung utama Jokowi. Ia menilai, PDIP ingin merapat ke koalisi besar lantaran muncul narasi Prabowo-Airlangga dan tidak mau ketinggalan dengan partai pemerintah lainnya. PDIP sadar bahwa mereka berpotensi kalah jika koalisi besar terbentuk.

“Keyakinan PDIP sebagai tuan rumah koalisi merupakan respons dari ketakutan PDIP ditinggalkan koalisi pemerintah, sehingga PDIP harus mengambil langkah percaya diri sebagai tuan rumah dari koalisi," kata Ikhwan, Rabu (6/4/2023).

Ikhwan menambahkan, “Meskipun PDIP salah satu partai yang sudah memenuhi ambang batas pencalonan, presidential threshold dan mampu mengusung kandidat sendiri, PDIP akan kewalahan jalan sendiri tanpa dukungan partai politik lain.”

Ikhwan menilai, peleburan KIB-KIR menjadi koalisi besar tidak lepas dari peran Jokowi. Ia beralasan, restu Jokowi akan membuat kedua koalisi bersatu dan menjadi kekuatan besar. Kekuatan ini mampu menghadapi PDIP meski Jokowi adalah kader PDIP.

“Artinya koalisi besar yang direstui Jokowi akan berhadapan dengan PDIP sebagai koalisi tunggal yang mengusung capres dari garis keturunan Sukarno. Di satu sisi lain, Jokowi merestui capres dari koalisi besar. Dari sini kita bisa melihat Jokowi memainkan peran sebagai king maker," kata Ikhwan.

Ikhwan yakin, Jokowi akan menunjuk kandidat yang mampu melanjutkan kepemimpinan Jokowi di masa depan. Hal ini tidak lepas dari kekhawatiran Jokowi bahwa program eks Wali Kota Solo itu berakhir jika kekuasaan dipegang oposisi. Ia diduga akan memilih kandidat seperti Prabowo, Ganjar hingga Airlangga.

“Namun kendalanya Ganjar hari ini tergerus oleh isu penolakan Israel di Piala Dunia U-20, dengan demikian pilihan terdekat akan mengarah kepada Prabowo sebagai capresnya. Apalagi Prabowo secara resmi ingin maju sebagai capres, apabila restu Jokowi sudah diperoleh bisa saja posisi wakilnya akan jatuh pada KIB, yaitu Airlangga atau bisa saja sebaliknya," kata Ikhwan.

Ikhwan menilai, peleburan koalisi akan membawa keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh adalah partai akan mudah mendapatkan kemenangan, tetapi partai politik akan mengalami tantangan dalam meraup efek ekor jas untuk kepentingan pemenangan pemilu.

Berpotensi Mempersulit Konsolidasi

Selain itu, posisi PDIP yang merapat ke koalisi besar berpotensi membawa masalah. Sebab, kata dia, PDIP tentu akan meminta jatah capres atau cawapres, sementara koalisi besar kemungkinan akan mengusung Prabowo-Airlangga.

“Posisi capres akan sulit didapatkan PDIP karena sudah jatahnya Prabowo atau Airlangga untuk maju, PDIP jika ingin mengusung kandidat sendiri bisa saja membentuk koalisi tunggal. Jadi masuknya PDIP dalam wacana peleburan koalisi besar semakin mempersulit konsolidasi partai jika PDIP ngotot mendukung capres dari kadernya sendiri," kata Ikhwan.

Hal senada diungkapkan Dosen Komunikasi Politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah. Ia menilai, keberadaan koalisi besar akan memicu masalah baru. Hal ini tidak lepas dari kehadiran Gerindra, yang mempunyai Prabowo sebagai kandidat potensial dan PDIP yang menjadi pemilik kursi terbanyak.

“Situasi ini memungkinkan adanya upaya menihilkan PDIP dalam koalisi, selain karena Jokowi terkesan ingin menjadi king maker, juga adanya kesan konflik Jokowi-PDIP akhir-akhir ini, bahkan dalam pertemuan calon mitra koalisi tidak dihadiri oleh PDIP," kata Dedi.

Dedi menilai, koalisi besar bukan berarti bisa menarik PDIP. Jika tidak sepaham dengan koalisi besar, maka PDIP kemungkinan menarik PPP sebagai mitra dengan mengusung Ganjar-Sandiaga demi melawan Prabowo maupun Anies. Akan tetapi, Dedi menilai kondisi tersebut tetap sulit membawa kemenangan bila KIB dan KIR sepakat melebur.

“PDIP sebenarnya tidak lagi miliki kepercayaan diri yang optimal, karena jika partai lain serentak meninggalkan PDIP, maka peluang PDIP terjatuh di 2024 cukup terasa," kata Dedi.

Pada mulanya, Dedi melihat PDIP percaya diri menghadapi Pemilu 2024. Akan tetapi, sikap Jokowi yang memberi sinyal tidak harmonis dengan PDIP seperti soal relawan hingga aksi Jokowi yang mempromosikan Prabowo daripada Ganjar atau Puan sebagai sinyal kemungkinan mereka kalah.

“Situasi ini jelas mendesak PDIP untuk rasional, mereka akan kalah jika sendirian," kata Dedi.

Dedi mengatakan, “Jika koalisi besar terwujud, dan PDIP ada di dalamnya, besar kemungkinan kandidat terusung Prabowo-Puan, karena untuk posisi capres besar kemungkinan Gerindra tidak dapat ditawar, sementara PDIP jika hanya untuk cawapres, tentu tidak begitu memerlukan Ganjar, cukup dengan Puan.”

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz