Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Menilik Seberapa Berpengaruh Dukungan Purnawirawan bagi Paslon

Dukungan purnawirawan ke kandidat dinilai tidak berpengaruh. Sebab, elektabilitas lebih pada kualitas paslon, bukan pendukungnya.

Menilik Seberapa Berpengaruh Dukungan Purnawirawan bagi Paslon
Ilustrasi kandidat dalam pemilu. tirto.id/Quita

tirto.id - Purnawirawan tak mau ketinggalan hiruk pikuk politik jelang Pilpres 2024. Di tengah manuver politik sejumlah parpol peserta pemilu, para pensiunan ini juga mengambil ancang-ancang. Misalnya sekitar 80 purnawirawan jenderal dan perwira tinggi yang baru-baru ini menyatakan dukungannya ke Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.

Sejumlah pensiunan tersebut menemui AHY yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat di Cikeas, Sabtu (1/4/2023). Para purnawirawan yang terdiri 3 matra (darat, laut dan udara) serta purnawirawan Polri itu sebelumnya sempat bertemu dengan Anies Baswedan, bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan, di kediamannya beberapa waktu lalu.

Dalam silaturahmi yang dilanjutkan dengan buka bersama tersebut, setidaknya 4 purnawirawan menyampaikan aspirasi. Pertama, dari matra darat diwakili eks Sekjen Kemenhan Letjen (purn) Ediwan Prabowo; dari matra laut diwakili mantan Komandan Sekolah Staf dan Komando Laksdya (purn) Deddy Muhibah Pribadi; dari matra udara diwakili eks Kepala Badan SAR Nasional Marsdya (purn) M. Syaugi Alaydrus; dan dari Polri diwakili eks pati Baharkam Polri Brigjen (purn) Eldi Azwar.

Dalam sambutan, Ediwan Prabowo mengatakan, Indonesia tidak berada dalam kondisi baik. Mereka lantas mendorong agar Anies maju bersama AHY untuk mewujudkan perubahan.

“Kami sepakat bahwa sekarang pasangan Anies dan AHY merupakan yang terbaik. Kami ingin maju bersama-sama dengan Anies dan AHY untuk mewujudkan perubahan tersebut,” ucap Ediwan Prabowo.

Marsdya TNI (purn) Muhammad Syaugi Alaydrus menguatkan pernyataan Ediwan Prabowo. “Pasangan Anies-AHY adalah kombinasi yang cocok antara sipil dan militer,” kata Syaugi. Ia adalah lulusan terbaik Akademi Angkatan Udara 1984. Dia juga pernah menjabat sebagai Danlanud Iswahjudi dan Panglima Komando Operasi I.

Sementara Laksdya (purn) Deddy dan Brigjen (purn) Eldi Azwar sepakat. “Bagi kami, ini adalah sebuah panggilan tugas, untuk ikut mengusung Anies-AHY dalam gerakan perubahan bagi Indonesia yang lebih baik.”

AHY tentu menyambut baik aspirasi para purnawirawan tersebut. Ia juga mengklaim bahwa kehadiran senior TNI dan Polri tidak hanya sekadar mendukung, tapi membantu saat memenangkan pemilu nantinya.

“Saya memiliki keyakinan dan harapan, bahwa bersama-sama saya, di belakang saya, ada patriot-patriot, ada senior-senior, yang siap mendukung, bukan hanya restu, tapi juga bertempur bersama pada saatnya nanti,” ujar AHY.

Kehadiran Purnawirawan Tiap Pemilu, Bawa Pengaruh Apa?

Setiap tahun politik, purnawirawan kerap hadir dan menentukan posisi mereka dalam menghadapi pemilu. Pada Pilpres 2019 misal, baik kubu Jokowi-Maruf Amin maupun Prabowo-Sandiaga Uno sama-sama didukung oleh para purnawirawan.

Di kubu Prabowo, berdasarkan daftar badan pemenangan nasional Prabowo-Sandi, setidaknya ada eks Menkopolhukam Laksamana (purn) Tedjo Edhy, eks Menteri Penerangan Letjen (purn) Yunus Yosfiah, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Mayjen (purn) Glenny Kairupan, hingga eks Sesmenko Polhukam Letjen (purn) Yayat Sudrajat.

Sementara di kubu Jokowi, ada Jenderal (Hor) Luhut Binsar Pandjaitan, Jenderal (Hor) AM Hendropriyono, mantan Danjen Kopassus yang kini jadi Sekjen Partai Golkar Letjen (purn) Lodewijk F. Paulus, eks Kapuspen TNI Laksda (purn) Iskandar Sitompoel hingga eks Wakasad Letjen Hinsa Siburian. Beberapa nama yang disebutkan mendukung Jokowi dalam kelompok relawan bernama Cakra-19.

Di luar nama-nama di atas, tentu masih banyak sederet purnawirawan lain yang berada di dua kubu, baik sebagai tim pemenangan, relawan, maupun hanya sebatas menyatakan dukungan.

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) sekaligus pemerhati militer, Khairul Fahmi menilai, keberadaan purnawirawan saat ini hanya sebagai kelompok dengan kepentingan.

Dalam kompetisi elektoral, kata Fahmi, kelompok kepentingan akan cenderung berada di posisi mendukung kandidat dan kontestan yang dianggap selaras dan memperjuangkan kepentingan mereka maupun sebaliknya. Akan tetapi, keberadaan mereka tidak memiliki pengaruh besar.

“Jika konteksnya adalah mempengaruhi besaran elektabilitas, saya kira pengaruhnya nggak besar. Masyarakat sudah punya beragam preferensi. Purnawirawan atau latar belakang militer, hanya salah satunya,” kata Fahmi kepada reporter Tirto, Senin (3/4/2023).

Fahmi menilai, dukungan purnawirawan hanya berpengaruh pada kelompok yang memiliki preferensi militer atau meyakini kepemimpinan militer lebih baik dari pada sipil. Jika dilihat dari sisi signifikan atau tidak, kata Fahmi, maka setiap kelompok memiliki kepentingan yang kerap bersaing dengan kelompok lain. Keberadaan kelompok tersebut semakin efektif ketika memiliki kemampuan penekan.

"Nah, kalau dukungan purnawirawan itu hanya sekadar dukungan emosional saja seperti semacam tim hore atau pemandu sorak begitu, ya nggak akan signifikan. Situasinya baru akan berbeda jika dukungan itu bersifat strategis misalnya berupa apraisal (informasi, saran, masukan), atau instrumental (sumber daya, akses logistik, jejaring dll)," kata Fahmi.

Fahmi mengatakan, purnawirawan berperan aktif sebagai instrumen pemenangan, bukan sebagai influencer. Jika hal tersebut dijalankan, purnawirawan bisa mempunyai potensi pengaruh signifikan untuk pemenangan. Ia beralasan, kehadiran purnawirawan bisa meningkatkan peluang kandidat untuk memenangkan kandidat dan menekan lawan.

"Jadi, apakah kehadiran purnawirawan itu signifikan atau tidak pada kemenangan kandidat? Itu tergantung pada bentuk dukungan dan intensinya," kata Fahmi.

Fahmi pun menilai dukungan purnawirawan tidak serta-merta mempengaruhi kemenangan paslon jika melihat masa lalu. Ia lebih melihat sebagai mitos jika purnawirawan bisa memenangkan kandidat.

“Pembuktian terhadap mitos ini, sama sulitnya dengan pembuktian klaim netralitas TNI. Yang jelas, pemenangan pemilu merupakan sesuatu yang kompleks dan melibatkan beragam instrumen. Ada banyak variabel dan indikator lain yang harus dilihat. Walaupun mendapat banyak dukungan purnawirawan, jika tata kelola pemenangannya berantakan, peluang kalah jauh lebih besar," kata Fahmi.

"Jika logikanya adalah semakin banyak didukung purnawirawan, maka peluang menang semakin besar, bukankah Prabowo yang jelas berlatar belakang militer dan didukung oleh banyak jenderal purnawirawan, tidak akan kalah?" kata Fahmi mempertanyakan.

Pemilih Melihat Paslon, bukan Pendukung

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan, kehadiran purnawirawan dalam mendukung seseorang atau kandidat tidak berpengaruh. Sebab, kata dia, pengaruh elektabilitas lebih pada kualitas paslon, bukan pendukungnya.

"Sejauh ini belum terlihat pengaruhnya secara langsung pada pemilih. Memang salah satu kualitas personal yang diperhatikan oleh pemilih adalah soal ketegasan. Tapi kualitas ini lebih pada calon itu sendiri, bukan sosok yang mendukung di belakangnya," kata Saidiman, Senin (3/4/2023).

Saidiman mengatakan, kehadiran purnawirawan baru terasa jika dukungan dari purnawirawan itu diikuti dengan meluasnya jaringan ke tingkat massa atau dukungan itu dalam bentuk mobilisasi sumber daya. Ia menilai, pendekatan tersebut mungkin punya dampak.

"Tapi jika sekadar pernyataan dukungan, pemilih tidak begitu peduli. Karena mereka fokus pada calonnya, bukan pada orang yang ada di belakangnya,” kata Saidiman.

Di sisi lain, pemilih Indonesia relatif independen dalam menentukan pilihan. Hal itu pun terlihat dari tidak sedikit purnawirawan senior kalah seperti Wiranto, Prabowo, Agum Gumelar, bahkan Gatot Nurmantyo yang baru saja menjadi purnawirawan tetapi gagal maju di Pemilu 2019.

Ia pun menyinggung soal bagaimana kesuksesan Jokowi mengalahkan purnawirawan jenderal dalam dua periode di pemilu Presiden RI.

"Dalam dua pemilu terakhir, Joko Widodo menang melawan seorang jenderal purnawirawan yang sangat populer di kalangan mantan militer," kata Saidiman.

Oleh karena itu, Saidiman melihat pengaruh purnawirawan seperti kasus Wiranto, Gatot maupun Prabowo tidak signifikan dalam pemilu. "Itu membuktikan bahwa jangankan sekadar dukungan, maju sekali pun belum tentu bisa menarik dukungan massa pemilih," kata Saidiman.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz