tirto.id - Data survei yang dirilis Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan pergeseran lanskap politik yang cukup berarti, khususnya pada Pemilu 2024. Musababnya, generasi muda diprediksi bakal lebih memilih pemimpin yang jujur dan antikorupsi dibandingkan citra sederhana dan merakyat.
Survei per Agustus 2022 itu menyebutkan proporsi pemilih muda dalam kelompok usia 17-39 tahun mencapai 60 persen atau setara dengan 114 juta pemilih yang ikut berpartisipasi dalam perhelatan ajang memilih pemimpin lima tahun sekali itu.
Merujuk data CSIS, pemilih muda yang tertarik pada karakter calon pemimpin jujur dan antikorupsi berada pada angka 34,8 persen. Sementara itu, ketertarikan pemilih muda pada karakter pemimpin yang merakyat dan sederhana hanya di angka 15,9 persen.
Perubahan cara pandang anak muda dalam memilih karakter pemimpin nasional dipengaruhi oleh internet. Mayoritas anak muda menjadikan media sosial sebagai ladang informasi. Merujuk data itu, pengaruh media sosial berada di angka 59 persen pada 2022, dibandingkan 2018 hanya berada di angka 39,5 persen.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes mengatakan, survei yang dilakukan lembaganya itu menemukan adanya perubahan tren minat persepsi anak muda atau pemilih muda ihwal kepemimpinan nasional dari kepemimpinan yang basisnya merakyat, sederhana pada 2019 menjadi yang jujur dan antikorupsi.
Ia tak menampik anak muda masih melihat pemimpin yang sederhana. “Saya kira mungkin ada perubahan-perubahan,” kata Arya saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (16/3/2023).
Faktor Perubahan Persepsi Generasi Muda
Sejumlah faktor yang menjadi sebab terjadinya perubahan persepsi anak muda dalam memiliki sosok pemimpin, terutama kondisi-kondisi sosial yang terjadi di Indonesia. Arya menyebut, meningkatnya angka-angka korupsi yang tak luput dari perhatian anak muda dan kebutuhan ke depan.
Misalnya, gelombang unjuk rasa mahasiswa yang menolak revisi UU KPK. Kala itu, sebanyak 18 mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Kristen Jakarta, Universitas Padjajaran, dan Universitas Atmajaya mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, Rabu, 18 September 2019. Mereka menganggap revisi UU KPK cacat secara formil maupun materiil.
“Anak muda melihat soal pentingnya kepemimpinan yang bersih dari korupsi. Ini juga mungkin juga dilatarbelakangi karena ketika itu anak muda cukup banyak yang menokak revisi UU KPK yang dianggap melemahkan fungsi-fungs KPK,” kata Arya.
Ia mengatakan, faktor kepemimpinan bakal menjadi hal yang dipertimbangkan generasi muda untuk memilih pemimpin. Sejumlah nama memang muncul di permukaan, seperti Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Puan Maharani, Sandiaga Uno hingga Airlangga Hartarto.
Dari tujuh nama itu, kata Arya, Ganjar Pranowo memiliki elektabilitas paling tinggi, yakni 26,9 persen, disusul Prabowo dengan angka 20,1 persen. Adapun Puan Maharani memiliki elektabilitas paling rendah, yakni 1,1 persen. Situasi politik yang kompetitif membuat sulit prediksi siapa yang akan memenangi Pemilu 2024.
“Saya kira untuk menggaet pemilih muda, saya kira tentu ada beberapa aspek. Pertama, saya kira anak muda mempertimbangkan betul aspek leadership kandidat, seberapa cakap pemimpin itu memimpin,” tukas Arya.
Hal senada disampaikan Kunto Adi Wibowo, dosen politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Kunto mengamini bahwa anak muda zaman sekarang memang lebih memilih pemimpin yang jujur. Problemnya, kata dia, ketika ditanya yang jujur, ukuran jujur seorang pemimpin kepada anak muda, banyak yang enggak bisa jawab.
“Problemnya adalah secara value atau nilai, anak-anak muda itu sekarang sudah tahu harus pilih yang jujur, tetapi mereka masih kesulitan mendapatkan informasi atau mengetahui siapa yang jujur harus dipilih, karena semua orang bisa klaim jujur," kata Kunto saat dihubungi Tirto.
Ia menyebut, hanya satu dua orang yang bisa menjawab dengan baik, misalnya melihat track record atau rekam jejak dari pemimpin itu.
KPU Harus Beri Akses Track Record Calon ke Anak Muda
Menurut dia, informasi tentang track record sebenarnya harus disedikan oleh lenyelenggara pemilu, ketika nanti sudah ada calonnya. Ia mengatakan, hak itu merupakan tanggung jawab penyelenggara pemilu, khususnya KPU.
“Menurut saya itu tanggung jawab penyelenggara pemilu selain membantu pemilih mendapatkan pemimpin yang baik," ucap Kunto.
Survei CSIS sendiri menyebut, sebagian besar generasi muda mengakses informasi dari media sosial. Hal itu dinilai sebagai masalah baru. Sebab, kata Kunto, semua orang mengklaim dirinya jujur di media sosial.
“Semua orang mencitrakan dirinya mereka jujur di media sosial. Ini juga jadi citra yang merakyat versi kedua, jangan sampai begitu," kata Kunto.
Karena itu, Kunto menyarankan anak muda saat mengakses informasi terlebih dahulu mencari hal yang mereka anggap penting.
“Nah, problemnya kebanyakan anak muda di Indonesia menganggap politik itu tidak penting. Jadi, buat apa mereka cari informasi, buat apa mereka cari track record, itu effort yang berat, loh, buat mereka," kata Kunto.
Di sisi lain, Kunto menyarankan agar penyelenggara pemilu dan partai politik mengedukasi anak muda bahwa politik itu penting. “Ini memengaruhi hidupmu ke depan. Gampang cari kerja dan susah cari kerja itu tergantung hari ini. Itu akan meningkatakan motivasi anak muda untuk mencari informasi," kata Kunto.
Selain itu, kata dia, informasinya sebisa mungkin didekatkan kepada generasi muda. Tujuannya, agar anak muda gampang mengakses untuk mencari track record calon pemimpin.
"Nomor dua setelah mau itu, kan, tahu di mana nyarinya. Kalau dua hal ini bisa dilakukan, saya yakin kemudian bisa menghasilkan pemilu yang berkualitas seperti yang diinginkan anak-anak muda ini juga. Pemimpin yang jujur,” tukas Kunto.
Strategi Gaet Suara Anak Muda
Ia mengatakan, parpol harus mengetahui bahwa anak muda zaman sekarang menginginkan pemimpin yang jujur. Kemudian, anak muda harus diantisipasi agar mau berpikir bahwa politik itu penting dan pertaruhan masa depan ada di Pemilu 2024.
"Kalau mereka merasa itu penting, maka mereka akan mencari informasi dan menjadi rasional. Kita percayakan anak muda yang punya masa depan negeri ini, mereka pasti akan mencari yang terbaik untuk masa depan mereka. Politisi partai harus memfasilitasi itu agar anak muda percaya dengan membuat mau dan tahu," kata Kunto.
Kunto mengingatkan kepada politikus agar tak mengumbar pencitraan di media sosial. Sebab, hal itu dapat mengikis minat anak muda dengan politik.
"Itu akan mengembalikan anak muda di atas setting the vote-nya. Menganggap politik tidak penting lagi akhirnya," kata Kunto.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengatakan, generasi muda bertipikal berbeda dengan generasi yang lebih tua. Kecendrungan generasi muda sekarang dengan media sosial.
“Artinya konsumsi media mereka itu lebih kepada media sosial daripada konvensional," kata Jamiluddin kepada Tirto.
Karena itu, ia menyarankan calon legislatif maupun calon presiden-cawapres memanfaatkan media sosial untuk menjangkau generasi milenial. Dengan begitu, peserta pemilu baik itu partai, caleg, capres sudah menyesuaikan diri dengan menggunakan media sosial yang familiar digunakan anak-anak muda.
Namun, kata dia, kontennya tidak bisa terlalu serius untuk berkomunikasi dengan segmen milenial itu. “Mereka ini cenderung ingin mengetahui dalam, tidak bertele-tele. Kecendrungan mereka adalah to the point," ucap dia.
Ia memilai, media sosial sangat cocok menyampaikan pesan. Namun, penyampainya juga jangan terlalu serius.
“Kecendurungan anak muda sekarang mengurangi mengernyitkan dahi. Karena itu, mereka jangan dikasih pesan yang terlalu berat, tetapi prinsip mendalam harus dipenuhi, singkat, padat, dan jelas ketika menyampaikan konten melalui medsos,” kata Jamiluddin Ritonga.
Ketua DPP PKB, Daniel Johan mengatakan, untuk menggaet pemilih muda pihaknya, khususnya parpol yang tergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bakal mendorong politik partisipatif bagi milenial agar mereka terlibat aktif dan ikut menentukan arah Indonesia ke depan.
"Itu harus direspons para calon pemimpin 2024 dengan visi yang jelas, apalagi pemberitaan mengenai hal ini begitu masif dan luas,” kata Daniel kepada Tirto.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz