Menuju konten utama

PKS Bimbang Dukung Bobby, Tunggu Imbalan atau Buruk Komunikasi?

Tarik-ulur PKS dalam mendukung Bobby Nasution bisa jadi karena belum ada kompensasi politik bagi mereka, atau komunikasi politiknya memang buruk.

PKS Bimbang Dukung Bobby, Tunggu Imbalan atau Buruk Komunikasi?
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu saat mengumumkan pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman sebagai cagub dan cawagub di Pilkada Jakarta saat pembukaan Sekolah Kepemimpinan Partai di Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024). (FOTO/Dok. Humas DPP PKS)

tirto.id - Tak sampai 24 jam, Ahmad Syaikhu meralat pernyataannya soal dukungan PKS kepada Bobby Nasution sebagai bakal calon gubernur dalam Pilgub Sumatra Utara (Sumut).

Awalnya, Syaikhu terang-terangan menyebut partainya telah menyatakan dukungan kepada Bobby. Hal itu ia sampaikan di Kantor DPP PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Syaikhu blak-blakan berkata PKS mempersiapkan mesin partai guna memenangkan Bobby di Pilgub Sumut.

"Ya, PKS mengusung beliau (Bobby)," katanya.

Masih di lokasi yang sama, Syaikhu kemudian meralat ucapannya bahwa PKS belum resmi menyatakan dukungan kepada Bobby. Alasannya, kata dia, Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) belum memberikan keputusan ihwal cagub dan cawagub di Sumut.

"Saya perlu menegaskan, sampai dengan detik ini belum ada keputusan DPTP terkait dengan calon gubernur atau wakil gubernur Sumatra Utara," kata Syaikhu di Kantor DPP PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2024) sore.

Ia mengeklaim partainya masih membahas perihal cagub dan cawagub di Pilgub Sumut. Menurutnya, belum ada figur yang masuk ke partainya untuk diusung dalam Pilgub Sumut, sebab masih dalam proses pembahasan di tingkat DPW PKS.

"Belum ada yang masuk. Masih dalam proses pembahasan di DPW," ucap Syaikhu.

Ia menambahkan, belum ada surat yang dikirimkan DPW ke DPP PKS ihwal nama yang akan diusung pada Pilkada Sumut.

Komunikasi Politik PKS Buruk

Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai langkah Syaikhu yang meralat pernyataannya soal dukungan PKS kepada Bobby didasari kalkulasi politik. Menurutnya, belum ada kompensasi politik yang membuat PKS masih mempertimbangkan dukungan secara resmi kepada Bobby. Apalagi, kata dia, PKS memiliki ceruk suara besar.

"Sebelum ada deal kompensasi politik, saya kira belum ada dukungan resmi dari PKS di Pilkada Sumut, terutama kepada Bobby Nasution," kata Arif saat dihubungi Tirto, Selasa (9/7/2024).

Arif juga menduga ada friksi perbedaan politik di internal PKS, terutama keputusan untuk mendukung Bobby. Alhasil, terjadi tarik ulur ihwal sosok yang akan diusung.

"Dalam konteks pilkada ini terjadi friksi atau perbedaan pandangan politik antara mendukung Bobby Nasution atau calon lainnya, sehingga terjadi tarik ulur di internal PKS," tutur Arif.

Bukan kali ini saja Presiden PKS dianggap melakukan blunder. Sebelunya ia sempat mengumumkan nama Sohibul Iman sebagai figur yang diusung PKS dalam Pilkada Jakarta.

Beberapa hari kemudian, PKS justru mengumumkan nama Anies Baswedan sebagai bakal calon gubernur dan Sohibul sebagai calon wakil gubernur. Protes pun bermunculan dari rekan koalisi mereka pada Pilpres 2024, yakni PKB.

PKB menilai PKS perlu mengevaluasi komunikasi politik. Sebab, langkahnya terkesan mengunci partai politik lain untuk berkoalisi.

Arif mengamini komunikasi politik PKS buruk. Ia menilai PKS kerap melakukan miskalkulasi politik ketika mengusung figur.

"Ini soal miskalkulasi, misalnya di DKI ketika PKS mendeklarasikan Anies berpasangan dengan Sohibul, itu secara tidak langsung akan mendelegitimasi parpol lain seperti PKB dan PDIP yang mewacanakan mendukung Anies," kata Arif.

Padahal, kata dia, PKS seharusnya sadar diri bahwa mereka masih perlu berkoalisi dengan parpol lain untuk memenuhi syarat 20 persen untuk mengusung pasangan bakal cagub dan cawagub di Jakarta. Pasalnya PKS hanya mengantongi 18 kursi meski pemenang Pileg 2024.

"PKS [seharusnya] sadar diri bahwa mereka tidak bisa mencalonkan diri dalam Pilkada DKI Jakarta. Mau tidak mau PKS tidak boleh memonopoli dengan mengusung Anies dan Sohibul yang tentu bagi PKB dan PDIP atau Nasdem dianggap bentuk monopoli," tukas Arif.

Ahmad Syaikhu

Presiden PKS Ahmad Syaikhu (tengah) dalam wawancara usai menutup Sekolah Kepemimpinan Partai (SKP) DPP PKS di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (27/6/2024). tirto.id/M. Irfan Al Amin

Gabung Koalisi Gemuk atau Menantang Bersama PDIP

Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, mengatakan PKS masih berpeluang mendukung Bobby meski terkesan tarik-ulur. Apalagi, hampir semua partai politik kecuali PDIP telah menyatakan dukungan. Bahkan, rekan koalisi PKS pada Pilpres 2024, yakni PKB, telah menyerahkan surat rekomendasi kepada Bobby.

"Ya, peluang selalu ada. Apalagi di Sumatra Utara, kan, relatif sudah ngumpul semua ke Bobby. Hanya beberapa partai, terutama PDIP yang belum," kata Kunto saat dihubungi Tirto, Selasa.

Menurut Kunto, PKS tak akan menyia-nyiakan kesempatan mendukung Bobby yang notabene putra daerah cum Wali Kota Medan. Di sisi lain, PKS berpeluang berkoalisi dengan PDIP yang saat ini belum menyatakan dukungan kepada figur manapun di Sumut.

"Jelas, PKS pertama akan mengurangi demage supaya enggak kalah beruntun dan enggak dapat apa-apa di Sumut. Sumut cuma ada dua poros, berarti yang memungkinkan PDIP atau enggak, ya, porosnya Bobby," tutur Kunto.

Ia mengatakan koalisi yang mendukung Bobby saat ini membuat PKS terkontaminasi untuk mendukung. PKS tak ingin kehilangan momentum itu meski masih ragu-ragu menyatakan dukungan.

"Enggak ingin kehilangan momentum untuk mengambil langkah politik mumpung masih ada, ya, dia (PKS) akan berusaha, bisa saja dan itu sah-sah saja," ucapnya.

Kunto menilai pernyataan Ahmad Syaikhu yang mengatakan PKS mendukung Bobby adalah sebuah kebocoran. Bahkan, ia menduga koordinasi di internal PKS memang buruk.

"Mungkin itu kebocoran, terus tiba-tiba dia entah berubah atau bagaimana, sehingga harus direvisi atau mungkin tadi di internal memang koordinasinya buruk, sehingga ada yang salah," kata Kunto.

Menurutnya, pernyataan Syaikhu telah memengaruhi opini publik meski telah meralatnya pernyataan. Hal itu berimbas pada langkah politik PKS ke depan yang dinilai akan sulit.

"Langkah politik yang dilakukan oleh PKS agak sulit sekarang, karena sudah terlanjur dipersepsikan dukung Bobby," tutup Kunto.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai bila PKS mendukung Bobby peran politiknya tidak terlalu signifikan. Sebab, Bobby telah mengantongi dukungan dari beberapa partai politik lain.

"Jadi, kalau PKS bergabung ke sana tentu konsesi politiknya tidak terlampau signifikan, karena koalisinya gemuk. Karena banyak partai dan instrumen politik kemenangan lain numpuk di sana," kata Adi saat dihubungi Tirto, Selasa sore

Di lain sisi, Adi melihat PKS sedang mencari alternatif figur lain yang akan jadi kompetitor Bobby. Misalnya, Edy Rahmayadi, yang disebut-sebut akan diusung PDIP. PKS bahkan bisa menawarkan kadernya untuk menjadi pendamping Edy.

"Kalau PKS berkoalisi dengan PDIP, mungkin PKS jauh lebih dibutuhkan, peran-peran politiknya mungkin jauh lebih maksimal. Tentu PKS juga bisa menawarkan kadernya untuk bisa maju," tutup Adi.

Baca juga artikel terkait NEWS PLUS atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi