Menuju konten utama
Pilkada Serentak 2024

Koalisi Super Bobby di Pilgub Sumut Rawan Kikis Nilai Demokrasi

Magnet Pilkada Sumut 2024 diperkirakan hanya ada pada Bobby Nasution melawan Edy Rahmayadi.

Koalisi Super Bobby di Pilgub Sumut Rawan Kikis Nilai Demokrasi
Wali Kota Medan Bobby Nasution memasukkan surat suara Pemilu 2024 ke dalam kotak suara di TPS 34, Medan, Sumatera Utara, Rabu (14/2/2024) ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/aww.

tirto.id - Kekuatan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, dalam memenangkan Pilkada Sumatra Utara makin besar usai mendapatkan rekomendasi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Kamis (4/7/2024) sore.

Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, mengatakan PKB mendukung Bobby karena memiliki peluang menang yang besar. Apalagi, Bobby sudah mendapatkan dukungan dari berbagai partai politik, yakni Gerindra, Golkar, Nasdem hingga partai-partai non-parlemen.

"Artinya ini koalisi besar kalau kita sebut itu super koalisi yang menyiratkan dan menunjukkan bahwa cahaya kemenangan itu ada di Mas Bobby. Lah gitu bersama PKB dan partai pengusung lain, tinggal melengkapi siapa nanti wakilnya," kata Jazilul di DPP PKB, Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Bobby, yang hadir langsung dalam penyerahan surat keputusan tersebut, menyatakan dirinya akan menggunakan gagasan untuk membawa Sumatra Utara di masa depan. Ia pun tidak memungkiri peran mertuanya, Jokowi agar bisa memenangkan Pilgub Sumut 2024, yaitu doa.

"Ya saya sampaikan partisipasi atau peran dari orangtua pasti ada. Di dalam hal ini itu peran yang paling besar adalah mendoakan," kata Bobby.

Dukungan PKB memperbesar kekuatan Bobby untuk memenangkan Pilkada Sumatra Utara. Saat ini, Bobby mengantongi dukungan Golkar (22 kursi), Gerindra (13 kursi), Nasdem (12 kursi), PAN (6 kursi) dan PKB (4 kursi). Jika ditotal, Bobby diperkirakan mengantongi 57 kursi dari total 100 kursi di DPRD Sumatra Utara.

Dukungan kepada Bobby kemungkinan bertambah seiring keinginan Partai Demokrat (5 kursi) untuk mendukung suami dari Kahiyang tersebut. Selain Bobby, PPP (1 kursi) pun juga disebut merapat ke kubu Bobby. Jika ditotal, Bobby bisa mengantongi 63 kursi.

Di luar nama partai tersebut, tinggal PDIP, PKS, Hanura dan Perindo. PDIP memiliki 21 kursi, PKS 10 kursi, Hanura 5 kursi dan Perindo 1 kursi.

Sementara itu, petahana Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi tengah mencari cara untuk maju Pilkada Sumatra Utara. Ia dikabarkan mengambil formulir di 5 partai politik, yakni PDIP, PKS, PKB, Demokrat dan Nasdem. Teranyar, PDIP mulai melirik Bobby yang notabene bekas kadernya maju di Pilkada Sumut.

"Belum ada keputusan, tapi bisa saja," kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani di Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Edy Rahmayadi ikuti uji kelayakan cagub Sumut

Mantan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi (kedua kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Umum DPP PKB Hanif Dhakiri (kedua kiri) usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan bakal calon kepala daerah Sumatera Utara di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

Pertarungan Bobby Nasution versus Edy Rahmayadi

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan Edy Rahmayadi masih bisa maju di Pilkada Sumut. Ia mengatakan, PDIP, PKS, Hanura dan Perindo masih mungkin mendukung Edy. Akan tetapi, berkaca dari konfigurasi partai pengusung di Pilkada Sumut, Kunto melihat hanya ada dua pasangan.

"Kalau borong partai sih kayaknya enggak mungkin. Ini head to head dua pasangan saja dan kalau pun pak Edy enggak maju ya berarti calon dari PDIP karena PDIP punya 21 kursi yang sebenarnya bisa maju sendirian," kata Kunto kepada Tirto, Jumat (5/7/2024).

Kunto mengatakan, opsi borong partai tidak akan mungkin terjadi. Ia beralasan, PDIP ada kemungkinan menolak pengusungan Bobby karena berbeda posisi dengan Presiden Jokowi yang merupakan mertua Bobby.

Oleh karena itu, opsi yang lebih mungkin adalah tokoh yang diusung PDIP melawan Bobby dalam Pilkada Sumut.

Terlepas dari dinamika politik, Kunto menekankan bahwa situasi Bobby memperoleh banyak partai memang dibolehkan secara politik, tetapi tidak baik bagi demokrasi Indonesia.

"Sebenarnya wajar ini terjadi di pilkada tapi seharusnya ini tidak terjadi model praktik memborong partai itu memang jauh dari esensi dari demokrasi itu sendiri," kata pria yang sempat menjadi peneliti di lembaga survei KedaiKopi itu.

Sementara itu, analis sosio-politik ISESS Musfi Romdoni juga mengatakan, peluang borong partai sulit terjadi selama PDIP masih berposisi sebagai antitesa Bobby Nasution. Ia melihat PDIP sulit ikut mendukung Bobby dengan kondisi psikologis internal partai.

"Dengan situasi psikologi PDIP, rasanya sulit PDIP ikut mendukung Bobby. PDIP adalah partai yang menjunjung tinggi loyalitas kader. Ini kan seperti menelan ludah sendiri jika PDIP mendukung Bobby yang sudah meninggalkan mereka," kata Musfi kepada Tirto, Jumat (5/7/2024).

Musfi mengatakan, pengusungan Edy Rahmayadi masih mungkin terjadi. Ia beralasan, partai koalisi yang ada masih mungkin memunculkan poros pro-Edy dalam dua bulan ke depan. Selain itu, Musfi mengatakan, Edy adalah lawan paling kuat Bobby dalam Pilkada Sumut.

"Apakah ada nama lain yang dapat diusung? Saat ini lawan terberat untuk Bobby adalah Edy selaku petahana. Bagaimana pun, petahana pasti punya ambisi lebih besar untuk kembali bertarung dan menang," kata Musfi.

Musfi melihat, kondisi Pilkada Sumut saat ini tidak mungkin dengan poros lebih dari 2. Ia beralasan, magnet Pilkada Sumut ada pada pro-Bobby atau kontra-Bobby. Kalau pun ada poros ketiga, ada kemungkinan poros tersebut hanya memecah suara.

"Saat ini, poros ketiga lebih berpotensi memecah suara Edy daripada Bobby. Artinya, untuk meningkatkan potensi kemenangan, Edy pasti berupaya untuk merangkul partai di gerbongnya. Edy lebih diuntungkan apabila hanya dua poros," kata Musfi.

PKB Rekomendasikan Bobby Nasution Jadi Cagub Sumut

Wakil Ketua Umun PKB Jazilul Fawaid menyerahkan surat rekomendasi Pilkada Sumatera Utara kepada Bobby Nasution di Kantor PKB, Kamis (4/7/2024). (Tirto.id/M. Irfan Al Amin)

Musfi menyoroti fenomena borong partai yang kini terjadi beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan, potensi isu borong partai di Pilgub Sumut 2024 tidak lepas dari status Bobby sebagai menantu Jokowi serta kejadian Pilwalkot Solo 2020 lalu ketika partai berbondong-bondong mendukung Gibran Rakabuming.

Akan tetapi, dalam kacamata Musfi, permasalahan bukan pada faktor Jokowi sebagai presiden, melainkan sikap partai yang justru ramai-ramai mendukung satu kandidat, dalam hal ini Bobby pada Pilkada Sumut.

"Itu [sikap partai berbondong-bondong dukung satu tokoh] menunjukkan sikap pragmatis partai politik. Mereka lebih mementingkan tujuan jangka pendek pemenangan, daripada konsolidasi demokrasi yang merupakan tujuan jangka panjang," kata Musfi.

Musfi menekankan bahwa aksi Pilkada Sumut bukan lah sebuah gangguan demokrasi, tetapi lebih pada masalah laten partai. Ia melihat, partai-partai saat ini punya masalah kaderisasi karena lebih sering mendorong sosok luar partai daripada kader mereka sendiri.

"Praktik ini menyuburkan politik selebritas, di mana popularitas disamakan dengan kualitas kepemimpinan. Karena begitu pragmatis, partai mencari sosok-sosok terkenal untuk diusung daripada menempa kader menjadi pemimpin berkualitas," tutur Musfi.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto