Menuju konten utama
Pilkada Serentak 2024

Opsi PDIP Usung Anies Jadi Bukti Tak Ada Lawan Abadi di Politik

PDIP akan mendapatkan keuntungan bila mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024.

Opsi PDIP Usung Anies Jadi Bukti Tak Ada Lawan Abadi di Politik
Anies Baswedan berpidato dalam acara Halal bi Halal PKS di Gedung DPP PKS, Jakarta Selatan, Sabtu (27/4/2024). tirto.id/Irfan Amin

tirto.id - Skenario eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maju bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam Pilkada Jakarta 2024 makin hangat diperbincangkan.

Setelah sejumlah elite politik PDIP menyinggung kesediaan mereka mengusung Anies, mantan Mendikbud itu pun sempat melempar ketertarikan untuk diusung partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Teranyar, Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, partainya kini tak menyoalkan latar belakang Anies yang diidentikkan dengan kelompok ekstremis. Mereka meyakini kelompok ini tidak akan mendukung Anies jika didukung PDIP.

"Tadi kan sudah saya sampaikan sebenarnya, kalau ini ditangkap nanti, diterjemahkan secara murni, artinya apakah pendukung Pak Anies dengan akan tetap mendukung apabila Pak Anies bergabung dengan calon dari kami? Siapapun lah wakilnya, kita sudah tidak sebut nama, apakah akan tetap mendukung Pak Anies," kata Eriko di Gedung DPR RI, Senin (10/6/2024).

Eriko memastikan PDIP siap berkongsi dengan Anies. Mereka pun siap untuk bekerja sama dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), meski memang belum ada komunikasi intensif soal ini.

Eriko menjelaskan sampai saat ini DPP PDIP memilih tidak akan terburu-buru dalam mengumumkan nama yang akan diusung di Pilkada Jakarta. Ia berkelakar bahwa pengusungan dengan berpandangan pragmatis cukup menggandeng PKB. Akan tetapi, mereka tetap menjalankan mekansime penjaringan dari akar rumput. Alhasil, nama Anies mendapat dukungan.

"Kami harus bertanya di tingkat ranting, anak ranting, di tingkat RT/RW. Apakah betul memang menginginkan Pak Anies?" kata Eriko.

Pernyataan Eriko bukan tanpa alasan. Posisi Anies dengan PDIP dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 berada pada dua kubu yang berbeda. PDIP mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang merupakan petahana saat itu. Sementara itu, Anies maju bersama Sandiaga Uno yang didukung PKS, Gerindra dan PAN.

Anies berhasil menang. Sejak saat itu, PDIP kerap mengritik kebijakan Anies, bahkan ada sekelompok pihak menyebut Anies berafiliasi dengan kelompok ekstremis lantaran dekat dengan eks petinggi Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

Tidak sedikit ujaran kebencian muncul di tengah kepemimpinan Anies maupun sebaliknya di dunia maya.

Debat ketiga pilgub dki

Calon Gubernur nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memaparkan visi dan misi saat debat ketiga Pilkada DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jumat (10/2). Tirto.id/Andrey Gromico

PDIP akan Untung Besar Bila Usung Anies

Analis sosial-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Musfi Romdoni menilai PDIP akan mendapatkan keuntungan bila mengusung Anies di Pilkada Jakarta. Salah satu alasannya karena Anies masih menjadi tokoh dengan elektabilitas terkuat di Jakarta.

"Tentu menguntungkan. Setelah gagal mempertahankan kursi pilpres, PDIP harus memastikan Jakarta adalah kekuasaannya. Dapat dikatakan Anies adalah kandidat terkuat untuk memenangkan Pilkada Jakarta. Level Anies sudah bukan lagi provinsi, tapi nasional. Dia calon presiden yang baru berlaga. Ibarat kata, Anies masih sangat hangat," kata Musfi kepada Tirto, Selasa (11/6/2024).

Menurut Musfi dinamika politik di Indonesia memang sangat dinamis dan cair. Meski Anies dan PDIP berbeda pandangan politik, namun potensi untuk bersatu sangat mungkin terjadi.

Musfi menilai politik di Indonesia sangat dinamis dan cair, tidak hanya elitenya, tapi juga masyarakatnya. Kemenangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024 adalah contoh terbaru ketika massa Prabowo bisa menyatu dengan pendukung Presiden Joko Widodo.

"Jadi bisa saja massa pendukung PDIP dan Anies nantinya melebur, misalnya karena sama-sama oposisi," kata Musfi.

Musfi pun mengutip pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, soal kemungkinan basis massa Anies dan PDIP berbenturan.

Dalam temuan Burhan, sapaan Burhanudin Muhtadi, perbedaan sikap partai politik di Indonesia ternyata hanya terjadi pada isu-isu yang menyangkut soal agama. Ia mengatakan, ada partai yang mengusung nilai agama, di sisi lain ada partai yang lebih condong mengusung nilai nasionalisme.

Akan tetapi, di isu lain khususnya ekonomi, semua partai cenderung memiliki sikap yang sama. Partai berbasis agama dan partai nasionalis bahkan bisa memiliki sikap ekonomi yang seragam.

"Jika PDIP dan PKS sangat berseberangan secara ideologi, kenapa bisa keduanya kawin mengusung calon kepala daerah?" tutur Musfi.

Akan tetapi, Musfi menekankan bahwa kemungkinan PDIP mengusung Anies tergantung pada Megawati. Ia mengingatkan, PDIP kerap solid begitu Mega sudah bersikap. Kini, semua kader punya peluang karena belum ada kader kuat PDIP yang mampu 'dijual' di Pilkada DKI 2024.

"Sekali lagi, karena sudah kalah di pilpres, PDIP harus memastikan Jakarta menjadi kekuasaannya dan mengusung Anies adalah langkah paling taktis saat ini," kata Musfi.

Di sisi lain, Musfi menilai publik harus mulai sadar dan tidak fanatis dalam berpolitik. Ia berharap publik mulai menggunakan hak pilih bukan berdasarkan fanatisme pada tokoh seperti Anies maupun PDIP di masa depan.

"Publik harus sadar kalau politik kita secair itu. Yang dulunya adu debat bisa ngopi-ngopi. Yang kita khawatirkan kan ektremisme. Fanatisme sering kali melahirkan tindakan ekstrem seperti kekerasan dan diskriminasi. Ada banyak contoh bagaimana buta politik melahirkan buta hati. Ujungnya adalah darah saudara kita sendiri," kata Musfi.

Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, juga mmelihat kemungkinan PDIP bersama dengan Anies, bahkan mereka bisa jadi memenangkan Pilkada Jakarta.

Ia mengatakan, Anies masih memiliki elektabilitas tertinggi meski belum disimulasikan dengan tokoh lain.

Sementara itu, PDIP punya basis massa yang saling antagonis dengan Anies. Namun ketokohan mantan Gubernur DKI Jakarta itu diyakini akan mampu menutupi permasalahan perbedaan basis massa dan kerugian yang muncul.

"Soal basis massa kan memang bertolak belakang, tapi kan kita tahu Anies sangat pandai untuk kemudian menjelaskan, memberikan pemahaman dan kemudian bisa kemudian mengambil hati dan membuat pendukungnya memang pendukungnya benar-benar mendukung apa yang keputusan diambil oleh Anies, bahkan ketika berkoalisi dengan PDIP sekalipun" kata Kunto dihubungi reporter Tirto, Selasa (11/6/2024).

Kunto mengatakan kemampuan tersebut terbukti saat Anies 'kawin' dengan PKB di Pilpres 2024. Anies berhasil meyakinkan pendukungnya untuk tetap maju bersama PKB meski masih terlihat kurang solid.

Kini, Kunto melihat semua tergantung dari upaya komunikasi PDIP kepada para kadernya di Jakarta. PDIP sendiri punya banyak kader potensial yang bisa dikawinkan dengan Anies untuk memenangkan Pilkada seperti Andika Perkasa, Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi, hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Nama-nama ini mampu menjadi magnet untuk menarik pemilih jika disandingkan dengan Anies dan mampu membawa kemenangan.

Penutupan Rakernas V PDI Perjuangan

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi Ketua DPP PDIP Puan Maharani (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDI Perjuangan di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta, Minggu (26/5/2024). Rakernas PDI Perjuangan mengeluarkan 17 rekomendasi eksternal diantaranya menyoroti sistem Pemilu 2024. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

Akan tetapi, Kunto mengingatkan bahwa publik saat ini tidak banyak terkait pada partai. Ia mengatakan, publik lebih banyak melihat figur tokoh daripada partai sehingga pendekatan loyalis partai sudah tidak seperti di masa lalu.

Di sisi lain, lawan Anies juga berpotensi tidak mudah. Kandidat terkuat adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil maupun Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.

Namun, terlepas dari bentuk dinamika politiknya, Kunto menilai persatuan PDIP dengan Anies adalah bentuk edukasi publik agar tidak fanatis. Hal ini sebagai ajang agar publik mau semakin dewasa dalam memilih dan tidak terjebak fanatisme pada tokoh maupun partai, tetapi mulai memilih berbasis hitungan rasional.

"Kita berharap memang pemilih di Indoensia makin rasional dalam artian semakin banyak pemilih yang benar-benar memilih berdasarkan hitungan-hitungan rasional seperti program, lalu kemudian posisi isu, track record dari calon pemimpinnya sehingga pemilu dan pilkada kita akan menghasilkan pemimpin berkualitas," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto