tirto.id - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menilai posisi mata uang Garuda masih cukup kuat bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (26/5/2025) dibuka menguat 54 poin atau 0,33 persen ke level Rp16.163,5 per dolar Amerika Serikat (AS), dari penutupan perdagangan Jumat (23/5/2025) yang berada di level Rp16.217,5 per dolar AS.
Bahkan, secara tahun berjalan (year to date/ytd), selama Mei 2025, rupiah telah menguat 2,6 persen sampai 26 Mei 2025. Posisi ini hanya lebih rendah dari Thailand yang menguat 2,95 persen dan Malaysia menguat 2,64 persen.
“Di bawah Indonesia ada Singapura, Singapur menguat 1,9 persen. Kemudian Filipina dia menguat 1,03 persen. Kita lihat disini pelemahan dialami oleh India rupee dan juga Hongkong dolar,” ujar Ramdan, saat ditemui usai Taklimat Media, Bank Indonesia, di Gedung Bank Indonesia, Senin (26/5/2025).
Menurutnya penguatan rupiah terjadi semenjak Bank Indonesia melakukan ‘smart intervention’, terutama melalui intervensi di pasar offshore – pasar keuangan atau pasar yang berlokasi di luar batas teritorial suatu negara, dengan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) alias transaksi derivatif valuta asing (valas). Selain itu, intervensi di pasar spot juga telah dilakukan Bank Sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Dan juga apabila diperlukan BI akan melakukan transaksi, terutama pembelian di pasar SBN (Surat Berharga Negara) dalam negeri,” imbuh Ramdan.
Meski begitu, Ramdan tak menanggapi pertanyaan apakah mata uang Garuda dapat kembali ke kisaran Rp15.000 per dolar AS atau tidak. Dia hanya memastikan, yang dilakukan Bank Indonesia saat ini adalah menjaga agar rupiah dapat stabil terlebih dulu.
Sebab, saat ini baik pasar keuangan global maupun domestik masih dihantui ketidakpastian akibat perang dagang yang disebabkan oleh kebijakan tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump. Seiring dengan kondisi ketidakpastian ini, BI juga ingin memastikan terlebih dulu bahwa ekonomi domestik bisa tetap kuat, dengan inflasi terjaga rendah dan stabilitas rupiah terjaga.
“Dan bagaimana juga Bank Indonesia commit untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Sehingga, semuanya itu membuat Indonesia mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap ketidakpastian yang sedang terjadi di pasar global ini,” tegas Ramdan.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra