tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menengarai perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Cina sebagai penyebab menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025.
Seturut laporan World Economic Outlook April 2025 yang diterbitkan International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya mencapai 2,8 persen. Proyeksi terbaru itu lebih rendah dari perkiraan semula yang sebesar 3,3 persen.
“Penurunan proyeksi ini dipicu oleh dampak langsung dari eskalasi perang tarif. Jadi, kenaikan tarif oleh Amerika Serikat yang menimbulkan retaliasi atau kemudian penurunan aktivitas dari perdagangan antarnegara,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).
Menkeu menilai penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global itu merupakan dampak langsung dari tarif resiprokal yang dikenakan AS. Sementara itu, dampak tidak langsung dari perang dagang itu berbentuk disrupsi rantai pasok, ketidakpastian di dalam perdagangan dan investasi, serta memburuknya sentimen dari pelaku usaha terhadap prospek ekonomi.
Sri Mulyani membeberkan bahwa proyeksi ekonomi IMF juga menunjukkan koreksi angka pertumbuhan ekonomi sejumlah negara, seperti Thailand, Vietnam, Meksiko. Laporan IMF menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Thailand terkoreksi hingga 1,1 persen. Sementara itu, Vietnam terkoreksi 0,9 persen, Filipina 0,6 persen, Meksiko sebesar 1,7 persen.
Selain itu, Sri Mulyani menyoroti prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 yang hanya sebesar 4,7 persen. Itu lebih rendah dibandingkan negara-negara lainnya.
“Artinya koreksi sebesar 0,4 persen. Koreksi ini lebih rendah dibandingkan koreksi terhadap negara-negara yang tadi telah saya sampaikan, di mana exposure dari perdagangan internasional mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap Amerika Serikat juga lebih besar,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani menilai pemburukan dampak dari perang tarif semakin signifikan lantaran Cina melakukan retaliasi.
“Akibatnya, kedua negara tersebut sudah meningkatkan tarif hingga di atas 100 persen. Tentu ini akan menambah resiko dalam bentuk kenaikan inflasi dan pelemahan atau bahkan penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat,” tutur Sri Mulyani.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
Masuk tirto.id







































