tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menilai tarif resiprokal atau tarif timbal balik yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kepada sejumlah negara, sulit dipahami. Diketahui, Indonesia tercatat diberlakukan tarif timbal balik atau biaya tarif impor sebesar 32 persen.
Sri Mulyani bahkan menyebut ilmu dari Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) tidak berguna dalam penerapan kebijakan tersebut.
“Tarif resiprokal yang disampaikan oleh Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif tersebut yang saya rasa semua ekonomi yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami,” katanya dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Assembly Hall Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Bendahara negara itu menilai bahwa Trump tidak menggunakan ilmu ekonomi dalam membuat keputusan. Hal itu dikarenakan Trump bertujuan untuk menutup defisit dengan mitra dagangnya sehingga yang terpenting adalah mengurangi ketergantungan impor dari negara lain.
“Jadi ini juga sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi, yang penting pokoknya tarif duluan karena tujuannya adalah menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ. Menutup defisit, itu artinya saya tidak ingin bergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain,” ujar Sri Mulyani.
“Itu purely transactional. Tidak ada landasan ilmu ekonominya. Jadi teman-teman ini ada ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) di sini, mohon maaf tidak berguna,” bebernya.
Kemudian, Sri Mulyani menyebut Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan pembekalan kepada jajaran anggota kabinetnya mengenai kondisi dunia yang akan dipimpin oleh para realis dan pragmatis semenjak perang dunia kedua. Menurut perempuan yang pernah menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, realitasnya menjadi lebih cepat dan harus direspons dengan tepat.
“Kebijakan tarif resiprokal di respon oleh berbagai negara seperti yang tadi disampaikan oleh Pak Menko. Tiongkok yang tadinya dianggap akan restrain atau menahan diri justru melakukan retaliasi yang sama kerasnya,” ujar Sri.
“Dan ini menimbulkan suatu eskalasi makanya pemburukan di pasar uang dalam dua hari terakhir ini karena respon kedua sesudah RRT menyampaikan retaliasi,” lanjutnya.
Usai China mengambil sikap, Trump justru malah mengancam balik dengan mengatakan akan menaikkan tarif menjadi 50 persen. Sri Mulyani menilai kondisi tersebut harus dihadapi dengan sikap terbuka.
“Sesudah Cina menyampaikan retaliasi, Presiden Trump dengan Twitter mengatakan saya akan menaikkan lagi tarifnya menjadi 50 persen. Ini adalah eskalasi yang belum berakhir dan karena ini sudah menyangkut Presiden dengan Presiden, biasanya akan sangat sulit untuk face saving-nya,” katanya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher