tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat nilai ekspor Provinsi Bali pada bulan Februari menyentuh angka US$52.217.295, naik sebesar 6,66 persen dibandingkan ekspor di bulan Januari yang tercatat sebesar US$48.957.789. Secara year-on-year (yoy), nilai ekspor Provinsi Bali di Februari 2025 naik 5,56 persen dibandingkan Februari 2024.
Dilihat dari komoditasnya, ekspor Bali didominasi oleh produk ikan, krustasea, dan moluska. Totalnya adalah US$14.643.024 atau mencakup 28,04 persen dari total ekspor. Angka tersebut diikuti oleh pakaian dan aksesoris bukan rajutan sebesar US$ 5.850.072 yang mencakup 11,20 persen dari total ekspor.
Amerika Serikat masih merajai pangsa pasar tujuan ekspor produk khas Bali. Pada bulan Februari 2025, tercatat transaksi ekspor mencapai US$15.479.502, mencakup sekiranya 29,64 persen dari total keseluruhan ekspor Bali. Peringkat kedua adalah Cina dengan transaksi ekspor mencapai US$ 8.170.049.
Sayangnya, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), ekspor Bali ke Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar -5,23 persen. Penurunan yang lebih fantastis terlihat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (yoy), yaitu -17,94 persen. Kondisi penurunan tersebut diprediksi akan terjadi kembali usai diterapkannya tarif impor Amerika Serikat yang baru oleh Presiden Donald Trump.
"Apakah akan ada pengaruhnya? Tentu. Tapi seberapa besar pengaruhnya, kita lihat nanti. Pemerintah masih berusaha bagaimana untuk mengantisipasi hal itu (tarif impor AS). Kalau antisipasinya berhasil, mungkin pengaruhnya tidak terlalu besar," ucap Kepala BPS Provinsi Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan, di Kantor BPS Provinsi Bali, Bali, Selasa (08/04/2025).
Agus menilai, penerapan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia dapat memicu kenaikan harga di semua komoditas di Indonesia. Kenaikan harga tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan harga produk dari berbagai pihak.
"(Kenaikan) tidak hanya ke Bali, sebenarnya. Ke semua komoditas karena itu akan diberlakukan di banyak negara. Jadi, harga komoditas pasti akan meningkat karena tarif naik. Kalau harga komoditas naik, masalahnya di daya saing produk," jelasnya.
Langkah antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah, menurut Agus, adalah menjajaki pasar. Dia mengatakan perluasan pasar menjadi hal yang penting untuk memicu peningkatan produksi atau nilai tambah.
"Kalau misalnya terkendala di salah satu pasar, kita harus punya beberapa alternatif. Kalau pasarnya lebih luas, tentu ekonomi akan makin bergerak," kata Agus.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Andrian Pratama Taher