tirto.id - Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, yang telah terbukti melanggar kode etik dosen karena melakukan tindak kekerasan seksual terhadap mahasiswi, masih menerima gaji. Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, mengkonfirmasi jika kampusnya masih menggaji Edy.
"Dari aspek legal perlu dilihat, ada aspek praduga tak bersalah," sebut Andi diwawancarai di Rektorat UGM, pada Selasa (15/4/2025).
Andi mengatakan, UGM masih berkewajiban menyampaikan gaji Edy sampai terbukti melanggar disiplin kepegawaian. "Sampai dia terbukti, baru hak dan kewajibannya dihentikan," tuturnya.
Andi menjelaskan, UGM pun dapat digugat oleh Edy jika gajinya tidak disampaikan lantaran status Edy sebagai pegawai negeri sipil (PNS) belum diputus oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia.
"Masih direct [gaji] dapat," sebut Andi.
Namun, Andi menyebut tak tahu secara detail sistem gaji untuk Edy. Termasuk insentif yang disampaikan ke Edy. "Tinggal dilihat memenuhi syarat enggak. Sumbernya, insentif berbasis kinerja," jelasnya.
Kemudian, Andi menegaskan, UGM wajib menyampaikan hak dan kewajiban pekerjanya. "Kalau dilihat dari ini. Satu perlu ditekankan, hak dan kewajiban yang bersangkutan tetap diberikan sampai keputusan final," tegasnya.
Oleh karena itu, Andi menegaskan bahwa kampusnya berupaya mempercepat proses pemecatan Edy. "Kami bisa sampaikan bahwa proses ini akan kami percepat. SK hasil pemeriksaan sudah keluar," ucapnya.
Sementara itu, menyikapi dorongan dari Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI) agar korban melaporkan Edy, Andi mengatakan UGM masih mengursmakan perlindungan dan pendampingan terhadap para korban.
"Ranah untuk menyampaikan kepada kepolisian atau aparat penegak hukum yang punya legal standing paling kuat adalah kementerian," ujarnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Andrian Pratama Taher