Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Mengkaji Konsep Ekonomi Hijau Versi Prabowo, Ganjar & Anies

Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud MD, dan Anies-Imin sama-sama bicara soal pengembangan ekonomi hijau (green economy). Konsep siapa yang paling realistis?

Mengkaji Konsep Ekonomi Hijau Versi Prabowo, Ganjar & Anies
Header Capres dan Cawapres. tirto.id/Tino

tirto.id - Tiga pasangan bakal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) telah menyampaikan proposal visi dan misi serta program kerjanya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Dari ketiga calon tersebut, isu pengembangan ekonomi hijau (green economy) menjadi salah satu fokus yang didorong oleh masing-masing kubu.

Program ekonomi hijau sendiri bertujuan untuk menciptakan perekonomian Indonesia yang juga menitikberatkan pada proteksi lingkungan. Secara spesifik, program ini bertujuan untuk melakukan transformasi sistem perekonomian Indonesia menuju perekonomian yang memancarkan gas rumah kaca lebih sedikit sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Ada tiga paket kerja dalam program ini: transisi bahan bakar fosil, optimalisasi efisiensi energi, dan mitigasi perubahan iklim. Tujuan khusus dari program ini secara tematik adalah meningkatkan kewaspadaan dari urgensi untuk beralih dari bahan bakar fosil di dalam sistem energi Indonesia, mengoptimalkan penerapan efisiensi energi yang mengarah pada sistem dekarbonisasi energi Indonesia, dan memperkuat kebijakan mitigasi perubahan iklim dalam negeri.

Menukil dokumen program kerja Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka misalnya. Keduanya ingin memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

Khusus pada ekonomi hijau, pasangan calon dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu memaparkan beberapa fokus yang akan didorong. Pertama, akselerasi rencana dekarbonisasi untuk mencapai target net zero emission. Kedua, mengembangkan ekosistem yang terus mengakselerasi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam yang berkaitan dengan carbon sink dan carbon offset untuk mengakselerasi target net zero emission dan memanfaatkan kesempatan dari ekonomi hijau.

Ketiga, mereka juga ingin melanjutkan program mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (coal-fired power plant retirement) dengan berdasarkan pada asas keadilan dan keberimbangan. Keempat, melanjutkan program biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit.

Terakhir mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu, sekaligus menuju kemandirian komoditas gula, serta mengembangkan sumber energi hijau alternatif, terutama energi air, angin, matahari, dan panas bumi.

Gibran dalam pidato pertamanya sempat menjanjikan sejumlah program unggulan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bila terpilih pada Pilpres 2024. Janji-janji manis itu disampaikan saat deklarasi pasangan Prabowo-Gibran di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).

Gibran menyebut apa yang sudah dilakukan pemerintahan Jokowi harus terus dilanjutkan. Sehingga tugasnya selaku penerus adalah melanjutkan dan menyempurnakan maupun menambah program-program terdahulu, “Tugas kita sekarang melanjutkan dan menyempurnakan,” kata dia.

Untuk program pembangunan keberlanjutan, Gibran menjanjikan ekonomi berbasis hijau dan energi hijau. “Juga ekonomi hijau dan energi hijau untuk keberlanjutan,” kata Gibran mengungkapkan janji-janjinya.

Sementara pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD akan memfokuskan beberapa hal terkait dengan ekonomi hijau. Pertama, untuk transisi energi mereka akan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai generator pembaharuan yang potensinya sekitar 3.700 GW secara bertahap untuk kebutuhan energi dalam negeri, sehingga porsi EBT di dalam bauran energi menjadi 25-30 persen hingga 2029

Kedua, melalui desa mandiri energi. Desa ini diharapkan mampu mendayagunakan sumber energi lokal berbasis energi baru terbarukan untuk memasok kebutuhan energinya, sehingga menjadi bagian dari gugus penghijauan ekonomi Indonesia.

Ketiga, limbah menjadi berkah. Dalam hal ini, Ganjar dan Mahfud ingin agar pengelolaan sampah dan limbah yang terintegrasi dan ramah lingkungan agar berkah ekologi dapat terwujud. Mengubah sampah menjadi peluang tambahan penghasilan alternatif bagi rakyat alias berkah ekonomi (waste to cash).

Keempat adalah ekonomi sirkuler. Ini difokuskan agar meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan dengan ganyang plastik dan gebrak polusi melalui pendekatan reduce, reuse, recycle, repair and refabricate (5Rs).

Sunanto, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menjelaskan, dalam mengembangkan ekonomi hijau, Ganjar dan Mahfud akan fokus berangkat dari komunitas bawah di tatanan desa. Seperti halnya dalam desa mandiri energi.

Program ini merupakan kegiatan promotif di tingkat kampung untuk menahan laju perubahan iklim dengan fasilitasi sanitasi dan drainase yang baik, ruang terbuka hijau, kawasan pejalan kaki, fasilitas publik, dan pengelolaan sampah yang terintegrasi.

“Sebenarnya aktivitas anak muda atau masyarakat tingkat kebutuhan energi sangat tinggi. Semua tidak mungkin terjangkau dengan fasilitas yang besar, maka perlu didorong agar aktivitas energi yang kecil-kecil,” kata pria yang akrab disapa Cak Nanto kepada Tirto, Selasa (31/10/2023).

Dia mencontohkan, program Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Jawa Tengah yang digagas sejak 2012 terus berkembang secara progresif. Hingga Juni 2023, sudah ada 2.421 desa yang ditetapkan sebagai DME atau 28,2 persen dari total 8.562 desa dan kelurahan di Jateng.

“Pak Ganjar di Jawa Tengah sudah membuat energi terbarukan dengan memanfaatkan pertanian energi kapal selam. Jadi artinya ada pemanfaatan alam kita yang dikonversi menjadi kebutuhan yang selama ini kita tergantung kepada produksi besar,” ucap dia.

Tidak ketinggalan, pengembangan ekonomi hijau dan transisi energi juga menjadi salah satu perhatian pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar apabila terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Dalam bidang ekonomi hijau dan energi terbarukan, pasangan dari Koalisi Perubahan untuk Kesatuan (KKP) ini ingin melaksanakan program “Indonesia Menuju EBT” melalui diversifikasi energi, termasuk bioenergi, panas bumi, air terjun, angin, hidrogen, dan tenaga surya.

“Program tersebut dilakukan dengan dukungan pemerintah dari sisi pembiayaan maupun pemetaan potensi, serta dengan memaksimalkan transfer teknologi,” demikian tertulis dalam dokumen visi misi AMIN.

Pasangan dijuluki AMIN itu juga ingin memaksimalkan peran panas bumi, di mana Indonesia memiliki sekitar 40 persen cadangan dunia, dengan mendorong penemuan cadangan terbukti oleh pemerintah, untuk menurunkan risiko dan meningkatkan daya tarik investasi.

Lalu, membuka peluang bagi masyarakat dan komunitas, untuk memproduksi EBT dan memasarkannya ke Perusahaan Listrik Negara (PLN), guna mendorong pertumbuhan EBT. Serta membentuk Dana Abadi (Resource Endowment Fund) berasal dari pendapatan sumber daya alam (SDA), yang dialokasikan untuk riset EBT, peningkatan kualitas manusia, dan untuk memberikan insentif bagi penerapan EBT.

Mardani Ali Sera, politikus PKS menekankan, konsep ekonomi hijau disajikan oleh AMIN adalah sebuah keharusan yang tidak boleh ditawar. Karena pihaknya sadar betul bagaimana perlunya menyeimbangkan antara ekonomi dengan lingkungan dalam bentuk ekonomi hijau.

“Ini adalah sebuah prinsip yang harus dijalankan,” kata Mardani saat dihubungi Tirto, Selasa (31/10/2023).

Dia menyoroti salah satu yang ingin didorong oleh AMIN adalah dana abadi. Pasangan ini, kata dia, sadar betul energi hijau memerlukan biaya yang tinggi. Maka, perlu ada dana abadi lingkungan yang nantinya bisa didorong dengan melibatkan banyak pihak baik di dalam maupun luar negeri.

“Sekarang ini energi hijau ini manis, tetapi cost tinggi dan untuk itu kita perlu ada dana abadi lingkungan. Ini itikad baik,” imbuh dia.

Konsep ekonomi hijau sebenarnya bukan hal baru. Di masa Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, ekonomi hijau juga menjadi salah satu hal yang terus didorong dan dikembangkan. Presiden Jokowi bahkan menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi hijau guna mengurangi dampak daripada perubahan iklim.

Di antara sejumlah potensi yang dimiliki Indonesia, potensi geothermal sebesar 24 ribu megawatt, hydropower 95 ribu megawatt yang berasal dari 4.400 sungai di seluruh Tanah Air, solar panel matahari 169 ribu megawatt, serta tenaga angin 68 ribu megawatt.

“Ekonomi dunia sekarang sedang bertransformasi ke green economy, pembiayaan sekarang larinya terutama ke industri hijau. Penggunaan energi juga sama beralih semuanya ke green energy karena kita semua ingin mengurangi dampak perubahan iklim,” kata Jokowi dikutip Antara.

Mana yang Paling Realistis?

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi menilai, apa yang ditawarkan ketiga capres dan cawapres tersebut belum sepenuhnya memuaskan. Terlebih, seluruh kandidat tidak ada yang memahami betul-betul ekonomi rakyatnya.

“Saya sudah membaca semua visi misi kandidat berkaitan dengan ekonomi dan lingkungan. Ini mengkhawatirkan, karena semua kandidat pemimpin tidak ada yang memahami ekonomi rakyatnya,” ujar Zenzi kepada Tirto, Selasa (31/10/2023).

Menurut dia, ekonomi dan lingkungan sangat penting dipahami oleh seluruh kandidat. Karena ekonomi secara global kebijakannya mengarah kepada kepentingan lingkungan dan sosial.

Oleh karena itu, kata dia, WALHI sendiri bermaksud untuk mengundang seluruh kandidat untuk mempresentasikan ekonomi nusantara dan persoalan (kedaulatan, keberlanjutan, kesejahteraan) yang akan dijawab oleh ekosistem ekonomi hijau.

“Setelah pertemuan itu kita akan mengukur pemahaman dan komitmen para kandidat,” ucap dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra melihat, masih adanya gap pemahaman terkait kondisi energi di Indonesia saat ini. Ketiga pasangan belum begitu memahami target dari peta jalan EBT yang saat ini sudah ada.

Menurut dia, masalah utama daripada ekonomi hijau adalah bagaimana PLN memiliki masalah over supply listrik yang 60 persennya berasal dari PLTU batu bara. Proses transisi energi ini menurutnya tidak akan berprogres kalau permasalahan intinya tidak diatasi.

“Lalu masalah over kuota subsidi energi juga menjadi hal yang perlu dibahas, karena ini akan erat kaitannya dengan proses perencanaan transisi energi yang akan dilakukan,” kata Daymas.

Baca juga artikel terkait EKONOMI HIJAU atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz