Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Isu Kesejahteraan Prajurit TNI & Polri dalam Visi Misi Capres

ISESS sebut para kandidat sebaiknya membahas isu yang lebih sensitif soal pertahanan dan keamanan daripada hanya soal kesejahteraan prajurit.

Isu Kesejahteraan Prajurit TNI & Polri dalam Visi Misi Capres
Header News Ganjar Prabowo Anies. tirto.id/Tino

tirto.id - Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden resmi mendaftar ke KPU RI sebagai peserta Pilpres 2024. Ketiga paslon tersebut, antara lain: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Selain mendaftarkan diri, para paslon juga mengajukan visi misi mereka dalam memenangkan Pilpres 2024. Beberapa kesamaan dan perbedaan visi misi terlihat dari ketiga paslon. Salah satu kesamaan misi mereka adalah meningkatkan kesejahteraan prajurit, selain pengembangan industri pertahanan.

Kubu Ganjar misalnya, mewacanakan sistem pertahanan 5.0. Dalam salah satu poin, pasangan Ganjar-Mahfud ini ingin menyejahterakan prajurit.

“Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar prajurit dan keluarga yang ditopang dengan rawatan dan layanan kedinasan yang berkualitas di seluruh penjuru nusantara,” demikian bunyi poin 8.2.2 visi misi Ganjar-Mahfud.

Sementara di kubu Anies-Muhaimin akan memberikan penghormatan TNI-Polri dalam bentuk lain. Paslon yang dikenal dengan sebutan AMIN ini lebih menyasar kepada penghormatan dan kesejahteraan purnawirawan TNI-Polri, pensiunan, dan mantan atlet.

“Memastikan kesejahteraan, perlindungan bagi veteran, purnawirawan, pensiunan, mantan atlet, dan lansia,” demikian bunyi visi misi AMIN nomor 27.

Di halaman misi, AMIN akan memperkuat pertahanan dan keamanan. Mereka menawarkan konsep gelar kekuatan strategis dari Sabang-Merauke dengan dukungan Angkatan Darat yang fleksibel dan adaptif, Angkatan Laut yang blue water navy, dan Angkatan Udara yang terotomatisasi dan mampu meraih supremasi udara.

AMIN juga mendorong ketersediaan alutsista kontemporer, pemenuhan minimum essential force dan pelaksanaan usai 2024 dengan pengadaan alutsista network-centric. Selain itu, “Mendorong jumlah TNI perempuan untuk mengisi jabatan perwira tinggi dan menaikkan persentase minimal perempuan dalam setiap rekrutmen TNI,” demikian bunyi misi tersebut.

Sedangkan dari pasangan Prabowo-Gibran, mereka berencana untuk meningkatkan gaji ASN (terutama guru, dosen, dan tenaga kesehatan), TNI-Polri dan pejabat negara demi kepentingan bangsa.

“Pelayanan publik yang baik akan terlaksana bila aparatur sipil negara (ASN) terutama guru, dosen, dan tenaga kesehatan (nakes), tentara nasional Indonesia (TNI), kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan pejabat negara berada dalam kondisi sejahtera,” bunyi poin visi misi Prabowo-Gibran di halaman 26.

Oleh karena itu, pihak Prabowo-Gibran ingin pendapatan para pejabat ini perlu ditingkatkan secara layak. Penggajian pun diubah dengan pendekatan UMP tertinggi sesuai ketentuan undang-undang.

“Kebijakan penggajian diarahkan pada upah minimum provinsi (UMP) dengan rentang gaji tertinggi mengacu pada jabatan profesional, meski pelaksanaan dilakukan bertahap sesuai kemampuan keuangan negara,” bunyi poin kebijakan pertanahan tersebut.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Habiburokhman enggan menanggapi anggapan pihaknya ingin mencari elektabilitas dari memanfaatkan isu gaji TNI-Polri. Mereka menilai gaji prajurit TNI-Polri saat ini memang rendah.

“Anda bayangkan untuk jenderal saja kalau enggak salah angkanya di bawah Rp10 juta. Angka ini hanya sepertiga dari rata-rata gaji polisi di negara tetangga seperti Malaysia,” kata Habiburokhman kepada Tirto, Kamis (26/10/2023).

Habiburokhman mengatakan, tugas pokok dan fungsi TNI-Polri tinggi dibandingkan kementerian dan lembaga lain. TNI-Polri juga kerap mendapat tambahan tugas. Ia mencontohkan, tugas tambahan dalam penanggulangan pandemi COVID-19. Oleh karena itu, wajar jika ada kenaikan gaji prajurit.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Sunanto menjelaskan, masalah kesejahteraan dimasukkan dalam rangka agar pejabat TNI-Polri tidak menyalahgunakan wewenang mereka.

“Kekhawatiran adalah nanti memainkan hukum sebagai senjata dalam menyejahterakan itu. Maka perlu ada kewajiban negara untuk menyejahterakan atau menambah [gaji] prajurit itu dalam konteks agar penegakan hukum dalam porsi besar utama,” kata Sunanto, Kamis (26/10/2023).

Sunanto menilai, permasalahan kesejahteraan prajurit menjadi bagian isu yang diangkat Ganjar-Mahfud, bukan berarti pemerintahan saat ini tidak membuat prajurit sejahtera. Ia mengingatkan, dunia dan penegakan hukum semakin berkembang. Ia menilai permasalahan TNI-Polri terjadi karena prajurit belum mencukupi untuk hidup mereka.

Sunanto juga mengatakan, salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan yang didorong adalah menaikkan gaji prajurit. Selain itu, mereka ingin meningkatkan sumber daya sehingga para prajurit bisa bekerja dalam pengabdian dan tidak menoleh ke mana-mana.

Sunanto menegaskan, pasangan Ganjar-Mahfud memasukkan visi tersebut bukan untuk kepentingan elektoral. Namun, ia menekankan, mereka ingin menyelesaikan masalah kesejahteraan aparat TNI-Polri agar tenang dalam bekerja.

“Target utama ada problem mendasar kehidupan yang dialami saat ini, ada ketumpangtindihan antara kewajibannya dengan kehidupannya, maka sebagai bagian dari kepentingan mendasar dalam mengawal bangsa ini, ini harus digarisi dulu,” kata Sunanto.

Di sisi lain, kubu AMIN tidak kunjung merespons permintaan wawancara Tirto soal kesejahteraan prajurit. Kami menghubungi Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya, Ketua DPP PKS Pipin Sopian, Ketua DPP PKB Cucun Syamsurizal, Waketum PKB Jazilul Fawaid, dan dua Jubir Anies, Sudirman Said serta Surya Tjandra, tapi hingga artikel ini direlis mereka tidak merespons.

Masih Sebatas Iming-Iming

Analis keamanan dan militer dari ISESS, Khairul Fahmi menilai, visi misi yang menyejahterakan masih seperti seseorang yang membagikan permen. Mengapa demikian? Pertama, Fahmi mempertanyakan apakah para paslon sudah memiliki dasar basis kesejahteraan prajurit dan apakah berarti kondisi prajurit saat ini masih belum sejahtera dibandingkan masyarakat umum?

“Kedua, lagi-lagi semua menyatakan ingin menyejahterakan, tapi satu pun belum ada yang mengulas hal yang lebih mendasar, dari mana duitnya? Artinya dari sisi itu belum ada yang bicara spesifik soal budgeting, soal anggaran pertahanan,” kata Fahmi kepada reporter Tirto.

Fahmi mencontohkan, apakah anggaran yang diajukan sudah sesuai atau belum, proporsional atau belum dalam pengembangan pertahanan bangsa? Di sisi lain, ia juga mengkritik soal penggunaan istilah yang dinilai belum jelas. Seperti penggunaan istilah sistem pertahanan 5.0. Ia menyoalkan bentuk ancaman dan bentuk pertahanan yang ada di 5.0. Oleh karena itu, ia menilai hal itu sebagai iming-iming.

“Kita belum tahu apakah itu bisa direalisasi atau tidak, karena konsekuensinya di anggaran, konsekuensinya duit, sementara kita tahu untuk bicara modernisasi alutsista, bicara bagaimana membangun pagar pertahanan kokoh saja masih jauh dari ideal,” kata Fahmi.

Menurut Fahmi, para kandidat sebaiknya membahas isu yang lebih sensitif di isu pertahanan dan keamanan daripada hanya soal kesejahteraan. Misalnya, ada pekerjaan rumah seperti relasi militer-sipil yang masih bermasalah, usulan pengakomodiran personel atau hubungan Kemenhan-Kemenkeu dalam penganggaran. Ia menilai, narasi kesejahteraan prajurit hanya gimik politik.

Menurut Fahmi, sebaiknya para paslon bicara soal bagaimana visi ke depan dalam membangun pertahanan, terutama terkait tantangan-tantangan yang akan dihadapi masa depan, baik terkait dengan geopolitik, geostrategis maupun yang mengarah kepada pemanfaatan teknologi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz