Menuju konten utama

Mendulang Laba dari Kecantikan Wanita

Produk kecantikan termasuk barang yang banyak dicari masyarakat saat belanja online. Sayangnya, permintaan yang tinggi ini banyak dimanfaatkan untuk produk-produk ilegal dan palsu.

Mendulang Laba dari Kecantikan Wanita
Ilustrasi penjualan kosmetik. FOTO/Alana Torralba

tirto.id - Menjadi Cantik adalah dambaan setiap wanita. Teknologi internet dengan sebaran media sosial tentu ikut mempermudah mencari solusi atas masalah kecantikan. Mereka yang ingin tampil cantik juga tak perlu repot untuk menyambangi toko-toko fisik untuk membeli kosmetik. Kini hanya dengan sekali ketukan di aplikasi belanja online atau situs yang menjual produk kosmetik, e-shopper atau pembeli online sudah bisa mendapat kosmetik yang diinginkan.

Coba saja cari krim pemutih wajah di sebuah toko online terkemuka. Muncullah beragam krim dari beragam produk. Harganya pun variatif. Pembeli dengan leluasa membandingkan harga dan juga keaslian produk dengan melihat ulasan yang ada. Demikian pula saat mencari lipstik dengan merek spesifik. Hasilnya juga sangat beragam. Kehadiran toko online memang membuat upaya menjadi cantik menjadi lebih mudah. Sekali klik, berselancar, membayar, barang dengan cepat sampai di tangan tanpa berpeluh dan berlelah-lelah. Itulah mengapa penjualan produk kecantikan selalu menjadi favorit.

Pada 2015, konsumen global menghabiskan sekitar $24 miliar untuk membeli produk kecantikan dan personal care yang dijual online, menurut Euromonitor International. Jumlah tersebut meningkat sebesar 14,4 persen dari tahun sebelumnya. Cina adalah pemimpin pasar e-commerce untuk kategori produk kecantikan. Sekitar 18,1 persen dari semua produk kecantikan dijual secara online di negara ini.

Penjualan Produk Kecantikan

Di Indonesia, produk kecantikan adalah salah satu produk yang banyak di cari oleh masyarakat saat belanja online. Survei Google Indonesia mengungkapkan lima kategori tertinggi dari pencarian produk di mesin pencari Google Indonesia selama musim belanja akhir tahun, salah satunya produk kecantikan dan personal care.

"Orang Indonesia semakin ingin cantik. Data kami menunjukkan dari November-Desember tahun lalu kategori yang paling banyak dicari antara lain produk kecantikan dan personal care," ujar Industry Head Google Indonesia, Henky Prihatna, seperti dikutip Antara.

Menurut survei Google, adanya aplikasi toko online sebagai faktor pendorong yang mempengaruhi pembelian produk kecantikan secara online. Aplikasi pada ponsel pintar menjadi pilihan populer bagi pembeli di Indonesia untuk membeli produk kecantikan.

Sekitar 71 persen pengguna ponsel pintar di Indonesia menggunakan aplikasi tersebut untuk mencari dan belanja online. Ada juga 92 persen dari pembeli online mengatakan mereka akan membeli produk jika aplikasi ponsel pintar membantu mereka menemukan barang yang mereka inginkan.

Para pembeli produk kecantikan melalui aplikasi pada ponsel pintar didominasi oleh kaum hawa, menurut CEO salah satu toko online Blibli.com Kusumo Martanto seperti dilaporkan The Jakarta Post. Kategori produk kecantikan adalah salah satu produk yang laris pada toko online ini.

Banyaknya perempuan Indonesia yang ingin tampil cantik membuat penjualan produk kecantikan berkembang pesat. Menurut Ecommerce Foundation, pada tahun 2015, penjualan online produk kecantikan termasuk personal care di Indonesia mencapai $139 juta. Jumlah ini tumbuh 35,7 persen dari tahun lalu.

Sedangkan peluang pertumbuhan penjualan produk kecantikan yang dijual secara online pun masih terbuka lebar, karena jumlah e-shopper Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2013 misalnya, jumlah e-shopper hanya 11 juta, meningkat menjadi 14,6 juta pada 2014. Jumlah tersebut menukik naik menjadi 22,5 juta pada 2015. Pengeluaran rata per e-shopper juga meningkat, dari $172 pada 2013 menjadi $220 pada 2015.

Meningkatnya konsumen produk kecantikan yang ingin tampil cantik pun membuka banyak bisnis baru. Mulai dari distributor hingga reseller atau dropshipper yang menawarkan produk-produk kecantikan. Ada juga yang menawarkan produk kecantikan melalui media sosial dan hingga blog.

Saat Tirto.id menggunakan kada kunci “jual produk kecantikan” di kolom pencarian Google, hanya dengan 0,47 detik ada sekitar 757 ribu hasil pencarian yang muncul. Sedangkan jika mencari #jualkosmetik di jejaring sosial Instagram muncul 2,1 juta hasil pencarian. Mulai dari lipstik, produk pemutih, dan lainnya.

INFOGRAFIK Penjualan Produk Kecantikan

Kosmetik Palsu

Keinginan orang Indonesia untuk tampil cantik pun membuat industri kosmetik menjadi lahan legit untuk mendulang keuntungan. Sayangnya, kegiatan perdagangan secara online ini tidak jarang memperjualbelikan produk-produk yang bermasalah.

Menurut Mustafa Aqib Bintoro, dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YKLI), tercatat setidaknya ada dua jenis produk bermasalah yang beredar di media sosial atau yang beredar online, yaitu produk ilegal dan produk palsu (barang KW).

Produk-produk kecantikan yang disinyalir tidak memiliki izin dan berasal dari luar negeri, menggempur pasar Indonesia melalui internet dan jejaring sosial. Belum lagi serbuan produk racikan tanpa merek yang tidak diketahui secara jelas asal usulnya yang dijual murah.

Selama periode Januari-Oktober 2016, Badan POM menerima 354 pengaduan masyarakat terkait kosmetika ilegal. Hasil penertiban sepanjang tahun 2016, Badan POM berhasil menemukan 9.071 jenis (1.424.413 kemasan) kosmetika impor ilegal senilai lebih dari Rp77,9 miliar.

Produk ilegal kerap mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, asam retinoat, serta bahan pewarna merah K3, merah K10 dan Sudan IV. Jika produk ini digunakan maka akan menyebabkan iritasi kulit hingga kanker. Selain itu, ditemukan pula kosmetika mengandung bahan Klindamisin dan Teofilin yakni bahan kimia obat yang seharusnya tidak diperbolehkan ada dalam produk kosmetik.

Selain kosmetik ilegal, ada juga kosmetik palsu yang marak dijual online. Sebut saja WP (28), seorang pembuat kosmetik palsu. WP diamankan saat hendak mengirimkan produk yang sudah dipesan oleh pembeli secara online.

WP mengaku sudah menjalankan usaha tersebut selama empat tahun. Omzet dari usaha WP tersebut mencapai miliaran rupiah per tahun. Aksinya ini aman selama empat tahun karena WP hanya menjual produknya secara online.

Penjualan kosmetik palsu secara online, khususnya melalui media sosial sering luput dari pantauan pemerintah. Regulasi yang mengatur perdagangan di media online juga terkesan lambat. Dari segi perdagangan, harusnya ini berada di bawah kewenangan Kementerian Perdagangan tetapi jika ditinjau dari sisi pemanfaatan teknologi maka seharusnya ada di bawah kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika sehingga ini pun menimbulkan kebingungan bagi pemerintah sendiri.

Maraknya perdagangan kosmetik palsu secara online ini seakan melengkapi maraknya bisnis serupa secara offline. Produk marak beredar dan kerap kali luput dari perhatian pemerintah. Padahal jelas-jelas produk ini sangat berbahaya. Inilah pekerjaan rumah besar yang harus diatasi oleh pemerintah.

Baca juga artikel terkait HARBOLNAS atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Bisnis
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti