Menuju konten utama
Harbolnas 2016

Gila Belanja di Dunia Maya

Nilai belanja online di Indonesia diperkirakan mencapai angka 4,46 miliar dolar pada 2016. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,56 miliar dolar. Bagaimana memahami industri e-commerce Indonesia pada umumnya?

Gila Belanja di Dunia Maya
Ilustrasi belanja online. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Ada momen di mana orang-orang di Indonesia menghabiskan waktunya di depan komputer hanya untuk belanja. Iya, belanja. Mereka menunggu dan menunggu para penjual online memberikan diskon dan penawaran yang gila. Misalnya ponsel Apple terbaru dengan harga beberapa ribu rupiah saja atau penukaran ponsel Samsung dengan model teranyar hanya dengan sejumlah syarat. Itulah hari belanja online nasional (Harbolnas).

Indonesia setiap tahunnya rutin mengadakan Harbolnas setiap tanggal 12 Desember atau biasa disebut sebagai 1212. Pada momen ini, para penjual online berebut memberikan penawaran yang akan sulit ditolak oleh konsumen. Dari tahun ke tahun, Harbolnas semakin meriah.

Mengapa acara ini ada dan makin membesar? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami peta industri ini dalam skala global. Saat ini sebanyak tujuh miliar penduduk dari seluruh populasi sebesar 7,4 miliar telah terjangkau koneksi mobile. Sebanyak 5,2 miliar penduduk dari seluruh populasi telah menggunakan telepon seluler. Sebanyak 3,2 miliar penduduk dunia telah menggunakan internet.

Di sini kita bisa mengambil kesimpulan 61,54 persen dari pengguna telepon seluler di dunia telah mengakses internet, atau ini setara dengan 43,24 persen dari total penduduk dunia. Dalam hal penggunaan internet, Indonesia tidak ketinggalan. Statista memperkirakan pada 2019, jumlah pengguna internet di Indonesia akan mencapai 133,5 juta, dengan asumsi Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan atau Compound Annual Growth Rate (CAGR) per tahun 9,79 persen.

Pendorong e-Commerce Indonesia

Menurut penelitian Global Connectivity Index (GCI) 2016, diketahui bahwa Indonesia termasuk negara dengan angka rata-rata konektivitas nasional yang terus membaik. Tahun ini, Indonesia menempati peringkat 41, naik dua tingkat dari tahun lalu. Perbaikan peringkat ini terjadi setelah koneksi Internet transmisi data kecepatan tinggi (broadband) diluncurkan sehingga mempengaruhi pengembangan akses internet yang ada. Masyarakat jadi lebih mudah mengakses situs jual beli dan berbagai layanan jasa secara online.

Sebelumnya Tirto.id pernah menuliskan bagaimana potensi internet di Indonesia dan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi digital. Susan Cunningham, kontributor Forbes untuk Asia Tenggara menyebut, Indonesia pada 2014 membelanjakan lebih dari 247 juta dolar atau sekitar Rp3,2 triliun untuk belanja ponsel, televisi, komputer dan gawai secara online. Sementara 151 miliar dolar atau sekitar Rp 1,9 triliun dibelanjakan untuk kebutuhan pakaian dan sepatu. Euromonitor memperkirakan, pada tahun ini angka belanja itu akan berubah. Diperkirakan Rp3,803 triliun akan dibelanjakan untuk pakaian dan sepatu, sementara Rp3,447 triliun untuk kebutuhan elektronik yang dibelanjakan secara online.

Jumlah pembeli secara online terus meningkat. Pada 2014 Indonesia memiliki 4,6 juta pembeli secara online, 2015 mencapai 5,9 juta pembeli. SingPost memperkirakan Indonesia akan mencapai 8,7 juta pembeli pada 2016 ini. Sebanyak 20 persen pembeli online masih akan mengakses situs belanja online konvensional seperti Lazada atau Zalora, sementara 26,4 persen lainnya akan mencari dan belanja via Facebook, Instagram atau Twitter. Sementara 26,6 persen sisanya masih akah memanfaatkan forum online seperti kaskus atau OLX, sisanya akan belanja melalui BBM, Whatsapp, atau Line.

Terus meningkatnya transaksi e-commerce Indonesia juga tidak terlepas dari meningkatnya kelas menengah di Indonesia. Diperkirakan pada 2030 kelas menengah di Indonesia akan mencapai 90 juta orang. Kelas menengah dengan penghasilan tinggi sebagian besar menghabiskan gajinya untuk membeli barang-barang secara online. Boston Consulting Group, sebuah firma riset, menyebut bahwa kelas menengah di Indonesia merupakan penggemar promosi dan menyukai diskon. Lebih dari 60 persen kelas menengah mengaku menyukai diskon dan mencari promosi untuk kesenangan pribadi. Dalam hal ini bisa dalam bentuk barang dan jasa seperti tiket pesawat atau pakaian.

Pengaruh lainnya adalah pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 11,24 persen. Pada 2020, diprediksi, 42,6 persen penduduk Indonesia akan mengakses media sosial. Saat ini, terhitung hanya 35,65 persen penduduk Indonesia yang mengakses media sosial.

Apa kaitan antara media sosial dan e-commerce? Media sosial kini merupakan salah satu sarana yang ampuh untuk mempengaruhi keputusan seseorang berbelanja. Twitter menyebut satu dari empat orang di Indonesia mengikuti satu akun merek fashion dan satu dari lima orang pengguna Twitter di Indonesia ingin tahu lebih banyak dari akun fashion tersebut. Pengguna Twitter yang mengikuti satu merk fashion tertentu memiliki kemungkinan 62 persen akan membeli produk terbaruk dari merek tersebut jika mengeluarkan seri terbaru. Sebanyak 67 persen di antaranya mencuitkan kembali pembelian tersebut sebagai aktivitas yang menyenangkan dan mengapresiasi positif respons jual beli yang dilakukan.

Saat ini jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia Per Mei 2016, berdasarkan Statista Digital Market Outlook, pemilik Facebook mencapai 77,58 juta orang atau negara pengguna terbesar ke-4 di Dunia. Untuk pengguna Twitter ada 24,34 juta orang di Indonesia atau negara pengguna terbesar ke-3 di Dunia. Sementara pengguna Instagram ada 8,93 juta orang atau negara pengguna terbesar ke-12 di Dunia. Selain Twitter, Instagram menjadi media sosial favorit bagi pengguna untuk memeriksa produk terbaru yang dijual, sebagian besar transaksi pembelian terjadi sesaat setelah brand memperbarui katalog produk mereka secara online via sosial media.

INFOGRAFIK HARBOLNAS Ekonomi Digital

Tantangan

Potensi pasar e-commerce Indonesia sedemikian besar. Meski demikian masih banyak persoalan terkait perilaku belanja digital di Indonesia. Orang masih bertransaksi secara konvensional, seperti pembayaran transaksi via ATM atau bayar di tempat (cash on delivery). Sejauh ini masih ada ketidakpercayaan terhadap penggunaan kartu kredit. Soal keamanan data nasabah. Sejauh ini belum ada usaha serius terstruktur dan satu pintu untuk menjamin keamanan, kemudahan transaksi, dan perlindungan konsumen dari transaksi digital.

Kemkominfo sudah berupaya meluncurkan program Tanda Tangan Digital untuk memudahkan transaksi digital. Tanda tangan digital membuat dokumen dan transaksi elektronik punya nilai hukum. Sehingga transaksi elektronik bisa dimudahkan. Sistem ini mencegah bocornya data pribadi masyarakat pada aplikasi layanan online. Keuntungan tandatangan digital atau boleh juga dibilang sebagai digital signature, bagi konsumen awam adalah memangkas perulangan birokrasi tiap kali berpindah-pindah layanan e-commerce. Bukan hal aneh kalau pengguna harus melengkapi isian biodata tiap kali baru mengakses sebuah layanan e-commerce.

Harbolnas sendiri sebenarnya usaha untuk mengembangkan dan memperbesar paparan publik terhadap layanan jual beli digital. Sampai hari ini e-commerce di Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan untung. Beberapa perusahaan e-commerce di Indonesia memilih gulung tikar dan sisanya melakukan merger dengan perusahaan lain karena tak mampu bersaing atau belum juga memperoleh laba. Perusahaan itu seperti Rakuten Indonesia yang tutup pada Maret 2016, Paraplou, tutup Oktober 2015, Valadoo, tutup pada April 2015 sementara Lamido bergabung dengan Lazada.

Mereka yang bertahan saat ini pun masih tertatih dan belum juga bisa berkembang secara maksimal. Bukalapak misalnya, sebagai pemain e-commerce terbesar ternyata masih rugi. Belum ada data e-commerce yang benar-benar sudah mencetak untung. Meski demikian bukan berarti pasar digital di Indonesia ini mati angin. Data dari Statista menyebut pertumbuhan e-commerce pertahunnya diestimasi sebesar 53,23 persen. Sementara Ditjen Atika menyebut sebanyak 79,80 persen pelaku pembeli e-commerce nasional tahun 2015 adalah pembeli perorangan. Maka pelaku e-commerce perlu mencari cara agar bisa mengkapitalisasi pasar ini secara maksimal.

Pemerintah melalui Kominfo juga tengah berusaha membenahi masalah ini. Ditemui di kantornya, Tirto.id mewawancarai Menkominfo Rudiantara terkait Harbolnas. Rudiantara mengatakan pihaknya tengah berusaha untuk mengembangkan akses dan pelayanan untuk ikut mensukseskan Harbolnas. Sejauh ini ia mengevaluasi jalannya Harbolnas tiap tahun. Salah satunya melalui Paket Kebijakan Ekonomi XIV yang berfokus pada peta jalan e-commerce Indonesia. Sebelumnya di Antara, Rudiantara juga mengatakan peta jalan e-commerce diharapkan dapat meningkatkan perluasan dan perbaikan ekonomi masyarakat digital dengan cara efisien dan terhubung secara global.

Melalui peta jalan e-commerce diharapkan menciptakan technopreneur digital. Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Kominfo mencanangkan program penciptaan 1.000 startup digital melalui Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital. Harbolnas juga didorong bisa memacu pelaku industri e-commerce untuk terus tumbuh.

Saat ini di Indonesia menurut data dari BPS jumlah usaha e-commerce di Indonesia sebesar 26,2 juta. Berdasarkan data BKPM, investasi sektor e-commerce di Indonesia pada 2015 mencapai $19 juta. Nilai ini turun $8 juta dari tahun 2014. Angka ini masih kecil dibandingkan dengan nilai pasar e-commerce dunia. Nilai e-commerce dunia pada 2015 mencapai 1.548 Miliar dolar. Empat tahun mendatang, nilainya diperkirakan naik empat kali lipat menjadi 4.058 miliar dolar.

Baca juga artikel terkait HARBOLNAS atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Indepth
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti