tirto.id - Jaket bomber yang dikenakan Presiden Jokowi saat konferensi pers usai aksi 4 November langsung menjadi tren. Toko-toko online langsung memajang jaket tersebut sebagai andalan jualannya. Permintaannya meningkat hingga berlipat-lipat. Para pembeli lebih banyak memanfaatkan toko online untuk membeli tiruan jaket bomber itu. Selain lebih mudah, tentu saja karena harganya yang jauh lebih murah ketimbang barang aslinya.
Tama adalah salah satu pemburunya. Ia memang sudah memiliki 1 jaket bomber. Namun, ia berniat melengkapi koleksinya setelah jaket bomber makin tren usai dikenakan Presiden Jokowi.
“Saya beli online saja, lebih murah, dan modelnya mirip,” katanya.
Toko online adalah tumpuan para pemburu barang. Mulai dari baju hingga aksesoris gawai, dengan mudah didapatkan di toko online. Pilihannya pun sangat beragam mulai dari yang asli hingga palsu alias KW. Perburuan barang biasanya meningkat pada bulan Ramadan.
Seperti dikutip dari kantor berita Antara, hasil survei mobile browser milik Alibaba Group, UC Browser, mengungkap 81 persen pengguna mobile internet di Indonesia mengunjungi situs belanja online pada bulan Ramadan tahun ini. Survei tersebut menyebutkan setidaknya satu kali dalam empat minggu terakhir, dan setengah dari responden mengakses situsweb e-commerce lebih dari tiga kali per hari.
"Traffic ke situs B2C seperti Lazada dan marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak meningkat pesat di bulan Ramadan ini," kata Kenny Ye, GM of Global Markets Alibaba mobile business group, dalam keterangan tertulisnya, pada bulan Juni lalu.
Di antara berbagai platform e-commerce, Lazada, Tokopedia, dan Bukalapak menjadi tiga situs belanja online yang paling populer di kalangan responden pada bulan Ramadan.
“Lazada 20 persen lebih populer dibanding para pesaingnya,” ujar Kenny.
Sementara riset mandiri yang dilakukan Tirto.id pada November-Desember 2016, Lazada pun masih menjadi online marketplace yang menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dengan share sebesar 36,6 persen. Diikuti oleh Tokopedia (33,1 persen), Elevenia (6,1 persen), Bukalapak (5,9 persen), dan OLX (5,9 persen).
Produk Favorit
Dari masing-masing situs, produk fashion merupakan favorit sehingga selalu berada di halaman muka. Lazada memajang foto-foto pakaian baik pria maupun wanita, sepatu, dan tas. Sementara Tokopedia, menyediakan kategori fashion dengan rincian lengkap mulai dari wanita, pria, hingga anak-anak dalam daftar utama. Begitu pula dengan Elevenia.
Hanya Bukalapak dan OLX yang sedikit berbeda soal urutan. Meskipun sama-sama berada di halaman muka, berdasarkan pengamatan pada Jumat (9/12/2016), Bukalapak menempatkan produk gadget dalam promo hari ini disusul kemudian produk fashion. Sedangkan OLX menonjolkan produk otomotif di situswebnya dan produk fashion masuk ke urutan keempat.
Display tersebut tentu ada alasannya, terutama karena peminat produk fashion dari online shop sangat tinggi. Situs Statista merilis hasil pendataan pengguna internet yang pernah membeli produk secara online per Oktober 2015 berdasarkan kategori. Statistik ini mengurutkan pendataan dari produk yang paling sering dibeli. Posisi pertama ditempati oleh produk fashion yang mencapai 55 persen dari pengguna internet global yang pernah belanja melalui online shop.
Setingkat di bawah produk fashion, produk yang cukup sering dibeli via online secara global ada buku, musik, dan alat tulis dengan tingkat pembeliannya 50 persen. Pangsa pasar produk traveling di online shop juga cukup tinggi peminat, mencapai 49 persen secara global.
Disusul kemudian tiket konser, komputer, gawai, dan barang elektronik lainnya, berada di kisaran antara 43 persen sampai 37 persen. Sedangkan produk kecantikan, yang notabene disukai kaum hawa, berada di urutan ke tujuh dengan tingkat pembelian 35 persen dari peminat online shop secara global.
Produk untuk binatang peliharaan juga masuk ke dalam produk yang sering dicari via online. Statista mencatat produk tersebut memiliki peminat sebanyak 11 persen dari rangking global. Produk wine dan minuman beralkohol lain juga menjadi produk yang cukup banyak dicari dan dibeli via online. Wine dan minuman beralkohol berada di angka yang sama dengan tingkat pembelian secara online terhadap produk bahan makanan, 11 persen.
Belanja Fashion Menyenangkan
Produk fashion merupakan favorit orang saat berbelanja. Sebagaimana dilaporkan theatlantic.com, produk fashion menjadi produk populer di seluruh dunia dan paling banyak dibeli karena belanja pakaian merupakan aktivitas yang menyenangkan dan untuk sebagian besar orang kaya menganggap belanja pakaian adalah hobi.
Para ahli neurologis mengatakan belanja merupakan aktivitas kompleks. Pada tahun 2007, tim peneliti dari stanford, Massachusetts Institute of Technology dan Carnegie Mellon University melakukan penelitian mencari hubungan otak dengan aktivitas belanja pakaian menggunakan teknologi fMRI (teknologi pembaca pikiran).
Peneliti menunjukkan salah satu produk pakaian yang dijual di pusat perbelanjaan kepada responden. Saat itu terlihat ada perubahan gerak pada fMRI, ketika responden merasa tertarik dengan item yang ditawarkan. Kemudian, peneliti menunjukkan harga, saat itulah korteks prefrontal dalam otak bereaksi ketika responden sedang mempertimbangkan akan membeli atau tidak pakaian tersebut.
“Hasilnya memperlihatkan, reaksi belum tentu diputuskan berdasarkan dia butuh atau tidak atau seperti apa kondisi keuangannya, melainkan betapa dia menyukainya, tidak peduli harga yang harus dibayar," kata Scott Rick, asisten profesor bidang studi pemasaran di University of Michigan, yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Ia menambahkan setelah berhasil membeli pakaian yang diinginkan, akan ada gelombang perasaan bahagia pada diri seseorang. Apalagi jika ada diskon, orang-orang akan menyukai produk berdiskon tinggi, dan produk fashion terutama pakaian merupakan produk yang sering diobral dengan harga murah.
Minat belanja produk fashion yang tinggi juga didorong oleh inovasi tidak henti dari para desainer. Model-model terbaru membuat konsumen seringkali kehilangan nalarnya dan memburu meski harganya tidak masuk akal.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti