tirto.id - Setiap keluarga pada umumnya mempunyai peraturan tertentu guna mengatur kedudukan seseorang sebagai bagian dari keluarga. Peraturan tersebut membentuk apa yang disebut dengan sistem kekerabatan.
Sistem kekerabatan merupakan suatu kondisi ketika suatu keluarga besar memiliki aturan tertentu terkait posisi seseorang berdasarkan garis keturunan.
Dalam kajian antropologi, pengertian sistem kekerabatan adalah hubungan kekeluargaan yang dilandasi oleh perkawinan.
Menurut pendapat William A. Haviland dalam buku Anthropology (1985:73), hubungan dalam satu keluarga biasanya melibatkan ibu, anak yang masih tergantung padanya, serta bapak yang diikat oleh perkawinan atau hubungan darah. Selain itu, ada hubungan antarkeluarga atau antarkerabat, yang merupakan relasi di luar keluarga inti.
Jenis-Jenis Sistem Kekerabatan
Merujuk Jurnal Hukum Doctrinal Vol. 1, No. 1, 2021, pemahaman terhadap sistem kekerabatan bermanfaat untuk mengetahui identitas individu dan posisinya sebagai bagian dari suatu suku atau etnis tertentu.
Sistem kekerabatan di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yakni parental/bilateral, matrilineal, dan patrilineal. Penjelasan mengenai masing-masing dari jenis sistem kekerabatan itu bisa dicermati di bawah ini.
1. Sistem Kekerabatan Parental
Sistem kekerabatan parental sering juga dikenal dengan istilah bilateral. Sistem parental berlaku ketika seseorang menjadi keturunan satu pertalian kekeluargaan karena adanya perkawinan yang dilakukan oleh ayah dan ibu.Dikutip dari buku Antropologi Kelompok Kompetensi B (2021: 13-14), kekerabatan parental dapat ditemukan hampir di seluruh suku yang ada di Indonesia. Bagian terkecilnya adalah satu keluarga yang terdiri dari Bapak, Ibu, dan Anak.
Hasil keturunan dari perkawinan dalam keluarga penganut sistem kekerabatan parental, baik anak perempuan maupun laki-laki, akan memiliki posisi sederajat tanpa ada perbedaan karena sistem kesukuan.
Dalam sistem kekerabatan parental, laki-laki ataupun perempuan dapat menikah dengan orang di luar sukunya untuk menjadi penerus dan memberikan keturunan baru. Jenis sistem kekerabatan ini dapat ditemukan di suku-suku di Kalimantan, Madura, Sulawesi, Jawa, Aceh, dan lain sebagainya.
2. Sistem Kekerabatan Patrilineal
Sistem kekerabatan patrilineal menarik garis keturunan hanya dari satu pihak: bapak. Jadi, anak menghubungkan diri dengan ayahnya, atau berdasar garis keturunan laki-laki.Sistem kekerabatan patrilineal juga menghubungkan anak dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral, demikian menukil penjelasan Gunsu Nurmansyah dkk dalam buku Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropolog (2019:97).
Dikutip dari buku Perkembangan Hukum Waris Adat di Indonesia (2016:9) karya Ellyne Dwi Poespasari, dalam sistem kekerabatan patrilineal, laki-laki digambarkan memiliki posisi lebih tinggi daripada perempuan. Sistem unilateral di kekerabatan patrilineal pun hanya didapatkan oleh pihak laki-laki.
Dengan demikian, dalam masyarakat dengan sistem patrilineal, hanya pihak laki-laki yang dapat meneruskan keturunan sebagai bagian dari suku-suku tertentu. Maka itu, ketika sebuah keluarga hanya memiliki anak perempuan sebagai penerus, keluarga tersebut akan mengangkat anak laki-laki sebagai penerus klannya.
Saat seorang perempuan menikah dengan laki-laki dari suku patrilineal, ia akan menjadi anggota kerabat dari pihak suami beserta anak-anak yang berasal dari hasil perkawinannya. Beberapa suku di Indonesia penganut sistem patrilineal adalah Batak, Bali, Lampung, dan lain sebagainya.
3. Sistem Kekerabatan Matrilineal
Sistem kekerabatan matrilineal merupakan kebalikan dari sistem kekerabatan patrilineal. Dalam sistem kekerabatan ini, pihak perempuan atau keturunan dari garis ibu memiliki kedudukan lebih tinggi ketimbang laki-laki.Di masyarakat penganut sistem kekerabatan matrilineal, anak juga menghubungkan diri dengan kerabat ibu berdasarkan garis keturunan perempuan secara unilateral. Oleh karena itu, keturunan dari garis ibu sering kali memiliki kedudukan penting, termasuk dalam pembagian warisan.
Selain itu, sistem kekerabatan matrilineal menciptakan hubungan yang jauh lebih rapat dan meresap di antara para kerabat seketurunan menurut garis ibu.
Kembali merujuk buku Perkembangan Hukum Waris Adat di Indonesia (2016: 9-10), ketika pihak perempuan dari masyarakat matrilineal melangsungkan pernikahan, biasanya akan diberlakukan perkawinan semenda.
Laki-laki yang menikah dengan perempuan dari suku matrilineal akan mengikuti pihak istri, tetapi ia tidak masuk dalam kerabat keluarga pihak perempuan. Namun hal ini tidak berlaku bagi anak-anaknya, karena akan menjadi bagian dari kerabat Ibu.
Penulis: Marhamah Ika Putri
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Fadli Nasrudin