tirto.id - Salah satu hal sakral (suci, keramat) bagi manusia adalah perkawinan. Perkawinan menjadikan sah hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Dalam masyarakat adat, menikah kemungkinan besar akan memberikan keturunan. Dengan keturunan, menjadikan tradisi adat bisa diturunkan kepada anak dan cucu.
Perkawinan berarti hubungan antara laki-laki dengan perempuan secara permanen dan diakui sah oleh masyarakat berdasarkan peraturan perkawinan yang berlaku.
Dikutip dari Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Jenis-jenis Sistem Perkawinan
Dikutip dari bukuPengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi oleh Gunsu Nurmansyah dkk (2012:101), Ada beberapa sistem perkawinan sebagai berikut :
1) Sistem Endogami
Merupakan sistem perkawinan yang mewajibkan dengan anggota kelompok. Sistem Endogami berarti perkawinan dari suku dan ras yang sama. Menurut Van Vollenhoven, hanya ada satu daerah yang secara praktis mengenal sistem endogami ini, yaitu daerah Toraja.
2) Sistem Eksogami
Merupakan sistem perkawinan yang melarang dengan anggota kelompok. Sistem Eksogami berarti perkawinan dari suku dan ras yang berbeda. Contohnya adalah larangan menikah dengan kelompok atau klan yang sama.
Eksogami memiliki dua lingkupan sebagai berikut:
- Heterogami adalah perkawinan antar kelas sosial yang berbeda, seperti pernikahan anak bangsawan dengan anak petani.
- Homogami adalah perkawinan antara kelas golongan sosial yang sama, seperti pernikahan anak saudagar dengan anak saudagar.
Merupakan sistem pernikahan yang tidak memiliki larangan atau keharusan dalam anggota kelompok tertentu. Larangan dalam Sistem Eleutherogami yaitu berhubungan dengan ikatan nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, dan saudara dari bapak atau ibu.
Dilarang juga dalam Sistem Eleutherogami, pernikahan dengan musyahrah (per-iparan), seperti kawin dengan ibu tiri, mertua, menantu, anak tiri.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dipna Videlia Putsanra