Menuju konten utama

Latihan Soal ANBK SMA 2023 Paket C AKM Literasi dan Jawabannya

Latihan soal ANBK 2023 materi literasi dan jawabannya untuk belajar siswa jenjang SMA/MA/SMK/MAK/Paket C

Latihan Soal ANBK SMA 2023 Paket C AKM Literasi dan Jawabannya
Pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di Yayasan Jihadul Ummah (Yanju) Nahdlatul Wathan Waker Puyung, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah, berjalan dengan lancar. foto/ANTARA

tirto.id - Latihan soal ANBK 2023 materi literasi dan jawabannya untuk belajar siswa jenjang SMA/MA/SMK/MAK/Paket C terutama bagi mereka yang akan mengikuti tes Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) tahun 2023.

Jadwal pelaksanaan ujian ANBK jenjang SMA/MA/SMK/MAK akan dilaksanakan pada 28 sampai 31 Agustus 2023.Adapun pelaksanaan ANBK Paket C juga telah dijadwalkan pada 1 sampai 3 September 2023 mendatang.

Asesmen Nasional Berbasis Komputer atau ANBK merupakan suatu program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemdikbud Ristek dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui input, proses, dan output pembelajaran pada suatu sekolah.

Materi yang akan diujikan dalam ANBK tersebut meliputi 3 instrumen yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar). Terkait dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) itu sendiri terdiri dari literasi dan numerasi.

AKM literasi dilakukan untuk mengukur kemampuan dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai bacaan atau teks tertulis yang berisi permasalahan dan nantinya akan dijawab oleh peserta asesmen.

Contoh Soal ANBK 2023 Paket C AKM Literasi dan Jawaban

Berikut ini beberapa contoh latihan soal ANBK SMA 2023 Paket C AKM Literasi beserta jawabannya yang dapat digunakan oleh para peserta Asesmen Nasional sebagai bahan belajar untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ANBK 2023.

Bacaan untuk soal nomor 1-2

Gerhana

Malam itu sangat dingin. Hujan yang turun tadi sore masih meninggalkan bau basah. Malam ini cuacanya buruk. Tidak ada bintang yang menyembul di langit. Tidak ada juga gerhana. Saya mengatakan kepada istri saya sesuai apa yang telah diberitakan di televisi. Gerhana bulan merah darah tidak akan terlihat jika cuaca tidak mendukung.

“Pulang, yuk.” Kata saya sambil berbisik. Istri saya tidak menyerah. Ia memang tangguh untuk tidak menghiraukan rasa pegal di lehernya karena sedari tadi mendongak ke langit.

“Kita harus melihat bulan merah darah itu. Dulu ketika di SMA kita belajar mengenai gerhana bulan. Bulan tersebut bagus sekali bila dari gambar, aku akan membuktikannya secara langsung. Gerhana bulan merupakan fenomena yang terjadi saat posisi bumi ada di antara matahari dan bulan. Saat gerhana bulan terjadi, bulan mengitari bumi. Sementara itu, bumi mengitari matahari. Apabila ditarik garis lurus saat bumi ada di tengah matahari dan bulan, maka yang terjadi adalah bumi akan menutup cahaya matahari ke bulan. Sinar matahari yang melewati atmosfer bumi menyebabkan atmosfer menyaring sebagian besar cahaya biru. Inilah yang mengakibatkan bulan tampak berwarna merah jika dilihat dari Bumi. Kamu mau melewatkan momen indah ini?"

“Iya aku paham. Namun sepertinya tidak akan muncul”.

"Tolong bayangkan," katanya dengan sungguh-sungguh. "Jika dihitung dari hari ini, apa yang akan terjadi seratus empat puluh tahun kedepan? Gerhana itu hanya muncul seratus empat puluh tahun sekali sementara kita tidak mungkin mencapai umur menahun sebanyak itu. Lalu apa yang akan terjadi pada kita?" Ia bertanya sangat serius. Saya menjawab pertanyaannya sambil membersihkan mulutnya yang belepotan. Lama kelamaan Istri saya tertidur dengan kepalanya yang bersandar di bahu saya. Sayang sekali kita tidak bisa menyaksikannya.

1. Mengapa sang istri bersikukuh untuk melihat gerhana bulan?

A. Ingin membuktikan secara langsung bahwa gerhana bulan tersebut bagus sekali.

B. Dirinya ingin membuktikan gerhana yang sempat ia lihat ketika SMA.

C. Ingin menghabiskan waktu dengan berlama-lama bersama suaminya.

D. Dia merasa bahwa tidak akan pernah tampak gerhana bulan lagi di bumi.

E. Dia merasa sia-sia jika tidak bisa melihat gerhana bulan secara langsung.

Jawaban : A

2. Mengapa penulis menggunakan kalimat "Lalu apa yang akan terjadi pada kita?" pada paragraf terakhir? Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

A. Menegaskan keinginan tokoh istri melihat gerhana bulan yang kemunculannya sangat jarang.

B. Penegasan watak tokoh istri yang keras kepala dan suka menentang kepada tokoh suami.

C. Wujud kekecewaan tokoh istri ketika kemunculan gerhana tidak dapat melihatnya secara langsung.

D. Hanya sebagai kalimat dalam akhir cerita agar jalan cerita berakhir dengan dramatis.

Jawaban : A dan C

Bacaan untuk soal nomor 3-4

Makna Sebilah Bambu dalam Tari Bambu Gila

Tari Bambu Gila atau Baramasewel merupakan permainan sejak zaman penjajahan Portugis di masa lalu yang berasal dari Maluku. Tarian ini memang bernuansa mistis dengan melibatkan adanya roh halus yang akan menggerakkan sebatang bambu panjang yang dibawa oleh tujuh orang dewasa. Pada masyarakat Maluku yang masih tradisional, aura mistis dalam permainan bambu gila akan terasa sangat kental. Pasalnya, orang-orang yang boleh memainkan bambu gila bukanlah orang sembarangan, melainkan mereka yang sudah terpilih.

Tari Bambu Gila digunakan salah satunya sebagai pemindahan dan penarikan kapal dilakukan dengan bantuan Bambu Gila. Selain itu, pada masa peperangan, Bambu Gila digunakan untuk melawan musuh. Masyarakat Maluku juga menjadikan Bambu Gila sebagai bagian spiritual dan warisan budaya dari leluhurnya sebagai pertunjukan masyarakat Maluku sekaligus sebagai sarana dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Tetapi sekarang sudah mulai sebagai hiburan suatu acara, asalkan tidak menyalahi aturan dan normanya.

Semakin berkembangnya zaman tari Bulu Gila ini yang sudah dimodifikasi dalam gerakannya. Walaupun kehadiran Roh Halus ini adalah hal yang sangat menarik dari tarian ini, namun makna tarian ini bukanlah hal-hal gaib di dalam tarian. Sebenarnya, gerak para penari yang menahan gerakan magis bambu adalah sebuah simbol dari nilai kebersamaan yang harus tetap terjaga. Gerakan kaki yang serempak dan penuh dengan kekuatan menunjukkan semangat gotong royong dalam kehidupan rakyat Maluku yang disebut Masohi. Meskipun telah dilakukan hasil modifikasi, makna inilah yang tetap ada dan lebih ditonjolkan dalam tarian Bambu Gila, dan nilai-nilai inilah yang masih terbawa dalam tarian Bambu Gila.

Tari Bulu atau Bambu Gila ini sebenarnya sudah cukup langka, sekalipun itu di Maluku sendiri. Hanya ada beberapa kampung yang mampu membawakan tarian ini secara otentik. Namun demikian, banyak sanggar tari di Maluku yang telah mempelajarinya dan mengambil intisari tarian ini untuk ditampilkan dalam bentuk yang lebih modern. Biasanya, tarian ini ditampilkan sebagai tari penyambutan tamu atau hiburan dalam berbagai acara formal. Bambu Gila adalah sebuah identitas masyarakat Maluku yang tidak akan ditemukan di belahan Nusantara lainnya. Lewat tarian ini, maka kita akan semakin yakin bahwa Indonesia itu memang kaya.

3. Anda ingin mencari informasi mengenai tradisi Bambu Gila. Kata kunci yang sesuai untuk mencari informasi tersebut adalah...

A. Tarian adat Maluku.

B. Tarian mistis Maluku.

C. Tarian asal Maluku.

D. Tari Bulu Maluku.

Jawaban : B dan D

4. Semakin berkembangnya zaman, tari Bulu Gila ini sudah dimodifikasi dalam gerakannya. Apa yang menjadi penyebab perubahan atau modifikasi dari tarian Bulu Gila ini?

A. Perilaku masyarakat yang modern dan meninggalkan tradisi.

B. Keinginan masyarakat membuat tradisi yang sederhana.

C. Kelengkapan dalam tradisi bambu gila semakin langka.

D. Turunnya minat dalam bermain tradisi tari gila.

E. Pola pikir masyarakat yang semakin modern.

Jawaban : E

Bagaimana Perilaku Binatang Saat Tidur?

“Sudah malam, ikan bobok!” suara Ina menirukan iklan susu di televisi. Tahun ini, Ina masuk SMP. Sedangkan Cindy, kakaknya tahun ini naik kelas dua SMA. “Kak Cindy! Ikan itu kan enggak tidur ya?” Tanya Ina kepada kakaknya yang sedang membaca sambil berbaring di tempat tidur. “Ikan itu juga bobok, Dik. Memang dia tidak menutup mata, karena ikan umumnya tidak memiliki pelupuk mata seperti kita,” jawab Cindy yang memang memilih jurusan IPA di kelas XII ini.

“Tapi kok ikan tidak berbaring, tetap melayang di air?” Tanya Ina yang nampaknya kurang puas dengan jawaban kakaknya. “Karena ikan memiliki insang yang bekerja otomatis seperti paru-paru kita, selain menjaga aliran oksigen, insang juga berfungsi menggerakkan sirip, ekor dan untuk menjaga agar tubuhnya seimbang saat tidur,” kini Ibu yang menjawab. Ibu dari tadi mendengar obrolan mereka. Ibu sendiri adalah dosen biologi di salah satu kampus di kota mereka tinggal.

Ina dan Cindy saling bertatapan sambil terheran-heran. Ibu menghampiri mereka di tempat tidur sambil bercerita.

“Tidak seperti manusia, ketika tidur, beberapa hewan tidak berbaring dan terlelap. Sebagai contoh, serangga dan binatang melata seperti reptil dan amfibi umumnya berada di dalam kondisi merayap sehingga sulit untuk mengetahui apakah mereka sedang berbaring atau terlelap. Beberapa mamalia besar seperti kuda dan gajah, perilaku tidurnya juga berbeda. Mamalia besar ini bisa tidur sambil berdiri. Perilaku lebih ekstrim ditunjukkan oleh burung flamingo yang ternyata bisa tidur sambil berdiri dengan satu kaki.”

Cindy tiba-tiba mengambil bantalnya dan menunjukkan kepada Ibu dan Ina, “Ini gambar burung flamingo yang mengangkat kakinya, Bu!” Ina yang pemikirannya kritis pun menyimpulkan, “Jadi setiap binatang punya cara tidur yang berbeda-beda ya Bu?”

“Iya sayang, bisa dibilang begitu. Karena perbedaan anatomi dan perbedaan struktur tubuh lainnya maka perilaku tidur binatang pun berbeda-beda.”

Cindy lagi-lagi mengambil sesuatu. Kali ini dia menunjukkan buku yang sampulnya bergambar lumba-lumba. “Kalau lumba-lumba Bu?”

“Lumba-lumba lebih unik lagi perilaku tidurnya, dia dapat mengistirahatkan satu belahan otak saja sambil menutup sebelah matanya sehingga mereka bisa seolah-olah bangun dan tidur dalam kondisi yang bersamaan,” jelas Ibu. Ina dan Cindy mengangguk paham.

Kini lagi-lagi Ina yang menyimpulkan cerita Ibu dengan khayalannya yang polos, “Wahh enak juga ya menjadi lumba-lumba, bisa tidur sambil melakukan sesuatu.”

Ibu tertawa kecil mendengar celetukan Ina dan mencium kening mereka berdua, “Selamat tidur peri-peri Ibu yang manis!”

Cerita oleh Pitrus Puspito

5. Kata kunci apa yang bisa digunakan untuk mencari tambahan informasi tentang kebiasaan flamingo?

A. Makanan burung flamingo

B. Burung flamingo saat musim panas

C. Warna asli bulu burung flamingo

D. Ciri burung flamingo

E. Jenis-jenis burung flamingo

Jawaban : B

Bacaan untuk soal nomor 6-7

Bunga Matahari dan Pertemuannya dengan Hangat

Ayahku sering dipanggil Pak Kebun. Ia orang yang ulet dan sabar. Terutama ketika merawatku. Ia sering bercerita mengenai bagaimana aku tumbuh. Suatu pagi, ia pernah menceritakan bagaimana aku lahir dari biji yang kecil. Kepalaku yang runcing ditancapkan di satu wadah yang bernama polybag. Di pagi yang lain, ia menceritakan bagaimana ia menungguku berkecambah hingga 10 senti atau memunculkan 4 helai daun. Selanjutnya aku dipindahkan ke tanah yang lebih luas.

Pernah suatu siang dia mengeluh sedikit mengenai susahnya aku diberi makan. Katanya aku harus disiram setiap hari. Rentan terhadap hama seperti fungi, serangga, dan bekicot. Aku harus ada dalam tanah campuran pupuk kandang. Perbandingannya yaitu 70% tanah, 30% pupuk kandang, dan tanah harus bekisar pH 6,0-7,5. Ribet deh katanya. Namun, ayah tetap sabar merawat dan menyayangiku tanpa kenal lelah.

Pengalaman berkesan adalah ketika ayah memperkenalkanku pada hangat. Pengalaman yang paling kuingat.

Kata ayahku, hangat adalah suatu hal yang patut disyukuri keberadaannya. Hangat merupakan kata yang muncul di doa-doanya setiap pagi. Kata ayah, aku akan mati jika hangat berubah menjadi panas maupun dingin. Tanpa hangat, aku tidak bisa hidup. Aku bertanya-tanya mengapa aku harus ada bersama hangat minimal 6-8 jam sehari. Ayah hanya tersenyum sambil memberi pupuk dan sedikit air untuk makan siang.

“Suatu saat nanti kamu akan mengerti. Untuk saat ini, sebut saja ia matahari,” begitu katanya.

Matahari, aku menyadari ada yang tumbuh dalam diriku setiap kamu datang memberi hangat. Menembus tanah dan daun basah, memberi makan. Mengangkat tunas-tunas, memekarkan bunga. Betapa senangnya aku.

Matahari, kamu baik hati. Hari-hari berlalu bagai angin. Selama itu pula kamu selalu ada bagaikan sahabat. Kamu mendengarkan aku menyerocos setiap hari. Tentang ini, tentang itu, tentang begini, begitu. Tak pernah sekalipun keberadaanmu ingin aku lewatkan. Aku selalu ingin mendekat. Ayah kadang tertawa melihatku mengikutimu kemanapun engkau pergi. Sedikit-sedikit menengok, melihat kanan-kiri, seakan aku bisa kehilanganmu sewaktu-waktu. Betapa dekatnya kita. Walau engkau di atas nun jauh di sana.

Matahari, terima kasih sudah menjagaku agar tetap ada. Tak terasa seratus hari lebih sudah kita lewati bersama. Kini aku sudah 160 cm, hampir setinggi ayahku. Daun-daunku berwarna hijau. Wajahku besar dihiasi mahkota kuning, mirip dengan warna hangat yang rutin kamu beri. Terima kasih sudah menemaniku dengan sabar selama ini. Mungkin di atas sana terasa sepi. Namun, aku harap kamu tahu bahwa di sini, aku dan teman-temanku mengucap syukur atas keberadaanmu setiap hari. Kami berlomba-lomba untuk mendapat kesempatan memandangmu sedikit lebih dekat. Terima kasih Matahari. Terima kasih Tuhan atas berkah yang diberikan pada kami, makhluk ciptaan-Mu.

6. Bagaimana Pak Kebun menceritakan proses tumbuhnya Bunga Matahari?

A. Terlahir dari biji yang tidak terlalu kecil, tumpul, dan harus ditanam jauh di dalam tanah.B. Dijaga baik-baik karena ia rentan terhadap hama, tetapi tidak harus disiram setiap hari.

C. Tidak harus selalu dijemur di bawah matahari karena Bunga Matahari tidak tahan panas.

D. Harus dipindahkan ke tanah yang lebih luas setelah berkecambah 10 senti atau muncul 4 helai daun.

E. Harus ada dalam tanah campuran pupuk kandang dengan perbandingan 70% pupuk kandang, 30% tanah.

Jawaban : D

7. Bagaimana Bunga Matahari menggambarkan Si matahari dalam cerita? Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

A. Matahari itu sabar menemaniku tumbuh besar.

B. Sebagai sahabat yang rajin merawatku setiap hari.

C. Matahari selalu tepat waktu untuk memberi kehangatan.

D. Kedermawanannya memberi tanpa meminta balasan.

Jawaban : A, C, dan D

Burung-burung yang Menghilang dari Kampung Kami

Dalam keadaan terbaring lemas dengan suhu tubuh yang panas, kakek masih menyuruhku membuat olahan getah perekat untuk menangkap burung. Nafasnya berat dan dalam. Suaranya serak dan sangat lirih, ia hanya bisa bicara sambil terpejam.

”Ambil getah pohon karet atau pohon nangka atau pohon benda. Rebus dengan oli bekas hingga mendidih, lalu dinginkan sampai kental dan likat. Tunggu burung cendet itu berbunyi di samping dapur. Jika sudah terdengar, oleskan getah itu pada sepotong ranting yang di bagian ujungnya terikat serangga. Biarkan burung itu datang bertengger. Kakinya akan lekat meski sekuat apa pun ia meronta.”

Nenek tiba-tiba melinangkan air mata. Tangannya mencelupkan selembar kain ke dalam gelas berisi air perasan pucuk asam. Lalu ia angkat dan dikompreskan ke dahi kakek. Sedang ibu yang duduk di samping kakek terus mengaji. Sesekali meniup ubun-ubun kakek dengan serapal doa. Tak lama, setelah ruang kami hanya dilanda isak dan lantunan ayat suci, kakek kembali mengulangi kata-katanya; menyuruhku membuat lem perekat dari getah untuk menangkap burung cendet.

”Coba kau lepas burung-burung itu, Mid. Siapa tahu sakit kakekmu karena tulah burung itu,” pinta nenek kepadaku. Aku cemas hendak menjawab apa, mengingat burung-burung itu bernilai ratusan juta rupiah dan tentu saja kakek masih menyayanginya.

***

Sekitar sebulan sebelum kakek sakit, nenek sering mengomel. Nenek minta kami berhenti menangkap burung karena dari beberapa burung yang kami tangkap termasuk burung yang sudah langka di pulau kami.

”Burung kepodang, cendet, dan burung jalak sudah jarang kita lihat di ladang dan di jalan-jalan. Burung-burung itu kini sudah langka. Mestinya Aki tidak menangkapnya,” ucap nenek kesekian kalinya.

”Justru karena langka aku menangkapnya, karena harganya semakin mahal, Ni!” jawab kakek.

”Pikiranmu kok terbalik sih, Ki? Kalau langka mestinya jangan ditangkap, biar bisa berkembang biak, biar banyak lagi, biar keturunan kita bisa menikmati bunyinya sepanjang zaman.”

”Lho? Pikiranmu yang kebalik. Kelangkaan ini mestinya kita manfaatkan biar burung yang tinggal sedikit itu hanya jadi milik kita. Kita akan kaya raya nanti, hahaha.” jawab kakek sambil tertawa.

Aku hanya bisa mendengar perang mulut keduanya sambil terus mengaduk getah dari pelepah daun siwalan.

”Hai, Ki! Ingat ya! Menangkap burung langka itu membahayakan hidupmu, Ki?”

”Jika itu seekor indukan, kasihan anak-anaknya yang tak bisa makan dan pasti mati. Kamu yang dosa,” suara nenek lebih keras.

”Dan jika itu termasuk burung yang dilindungi. Kamu bisa dipenjara, Ki!” nenek berkacak pinggang. ”Apa pun yang terjadi, pokoknya burung-burung dengan kicau emasnya itu harus kutangkap,” ungkapnya.

”Mid! Sebaiknya kamu berhenti ikut kakekmu menangkap burung, biar tidak tertular dosanya,” pesan nenek.

”Jangan dengar apa kata nenekmu. Tidak akan terjadi apa-apa. Di lereng Hutan Rongkorong aku masih sempat melihat burung jalak dan burung cendet,” kata kakek.

Glosarium:

aki : biasa disingkat “Ki” adalah nama sebutan/panggilan untuk kakek.

benda : terap atau tekalong (Artocarpus elasticus) adalah sejenis pohon buah yang masih satu genus dengan nangka (Artocarpus). Buahnya mirip dengan buah timbul atau kulur, dengan tonjolan-tonjolan serupa duri lunak panjang dan pendek, agak melengket.

Nini : biasa disingkat “Ni” adalah sebutan/panggilan untuk nenek.

rapal : bacaan atau ucapan (biasanya untuk doa atau mantra khusus).

Rongkorong : salah satu bukit di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

tulah : kemalangan yang disebabkan oleh kutuk, karena perbuatan yang kurang baik terhadap orang tua (orang suci dan sebagainya), atau karena perbuatan melanggar larangan; kualat.

Tulisan diadaptasi dari cerpen A. Warits Rovi dengan judul yang sama.

8. Jika kamu ingin mencari informasi lebih lanjut tentang fenomena kelangkaan burung di alam liar, kata kunci apa yang kamu ketikkan di internet?

Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

A. jenis burung dilindungi

B. perburuan burung liar

C. berburu burung dengan perekat

D. akibat memburu burung

E. keanekaragaman hayati

Jawaban : B,C,dan D

Bacaan untuk soal nomor 9-10

Erau: Sukacita Masa Panen Masyarakat Kutai

Erau Adat Kutai dan International Folk Art Festival (EIFAF) adalah salah satu bukti dari kekayaan keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Festival ini merepresentasikan Indonesia lewat kearifan lokal serta antusiasme masyarakat terhadap budaya yang dimilikinya. Erau merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Sang Pencipta atas melimpahnya hasil panen di Kalimantan Timur khususnya di Tenggarong. Tradisi Erau ini juga biasanya dilakukan sekali dalam setahun pada bulan Juni. Tujuan dilaksanakannya upacara ini sebagai bentuk rasa syukur mereka dengan hasil panen yang berlimpah. Istilah "erau" berasal dari kata "eroh" yang dalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong bermakna riuh, ribut, penuh sukacita, dan keramaian pesta ria, secara umum dapat dimaknai sebagai pesta rakyat. Dahulu perhelatan ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan diikuti oleh segenap lapisan masyarakat, tetapi sekarang hanya dilakukan sehari saja dengan menyeberangi sungai Mahakam menuju Ibukota Kesultanan yang kini menjadi Pulau Kumala. Dalam prosesi mengulur naga ini dua ekor replika naga yaitu naga laki dan naga bini dibawa menyusuri sungai Mahakam dan berakhir di Kutai Lama, Anggana.

Bebarengan dengan prosesi tersebut di depan museum Mulawarman beberapa ritual kebudayaan dilaksanakan seperti beumban yaitu Sultan dibaringkan di atas sebuah kasur (tilam) berbungkus kain kuning. Tubuh Sultan kemudian diselimuti dengan sehelai kain kuning. Kepala Sultan menghadap ke arah utara dan kakinya berada di selatan. Di atas tilam tersebut, diletakkan beberapa perlengkapan ritual, antara lain bantal, guling, penduduk (paket sesajian yang merepresentasikan manusia secara utuh), dan lilin yang menyala di masing-masing sudut tilam. Ritual ini berlangsung di Ruang Stinggil (Siti Hinggil), Keraton Kutai.

Seorang sesepuh dari kalangan kerabat Kesultanan akan memimpin ritual ini. Ia akan mengambil bunga pinang dan mengusapkannya ke atas kain kuning yang dibentangkan oleh empat orang kerabat lainnya. Bunga pinang diusapkan dari kepala ke lutut sebanyak satu kali. Hal ini diulangi sebanyak dua kali dengan posisi Sultan menghadap ke kanan (barat) dan ke kiri (timur). Selanjutnya, Sultan akan kembali telentang lalu duduk menghadap ke timur.

Setelah itu, dilanjutkan dengan begorok yaitu Sultan duduk di atas balai bambu kuning (haur kuning) yang memiliki 41 tiang. Posisi Sultan menghadap ke timur. Di atas kepala Sultan, dibentangkan kain kirab tuhing yang kemudian akan dibolak-balikkan oleh dua orang pangkon (abdi dalem) sebanyak dua kali. Dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) akan mengucapkan mantra (memang) lalu melakukan ritual tepong tawar kepada Sultan. Mereka memercikkan air keramat ke beberapa anggota tubuh Sultan dan Sultan akan mengerik kening serta alisnya dengan uang logam.

Kemudian dilaksanakan rangga titi yaitu Sultan dengan diiringi rombongan Keraton menuju ke dermaga. Prosesi ini kemudian dilanjutkan seperti rangkaian pada begorok. Sultan duduk di atas balai bambu, diapit oleh tujuh pangkon laki dan bini. Dewa dan belian mengucapkan mantra dan melakukan ritual tepong tawar. Sultan lalu memasukkan bunga pohon pinang ke dalam guci (molo) berisi air Kutai Lama yang dibawa dari iring-iringan ngulur naga, kemudian memercikkan air tersebut ke empat penjuru mata angin yang dilanjutkan dengan memercikkan air dengan tangannya kepada para kerabat serta hadirin. Percikan air kepada para hadirin tersebut, menjadi tanda dimulainya acara belimbur. Dulu warga menggunakan air dan akan turun ke sungai Mahakam, namun kini panitia Festival Erau membuat aturan bahwa air yang digunakan untuk ‘belimbur’ haruslah air bersih. Belimbur hakikatnya adalah membersihkan diri dari pengaruh jahat sehingga kembali suci dan menambah semangat dalam membangun daerah.

9. Setelah membaca teks mengenai festival Erau yang ada di Tenggarong, Kalimantan Timur. Apa saja fakta menarik yang dapat kalian temukan dalam teks? Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.

A. Proses yang dilaksanakan dalam festival Erau yaitu beumban, berogok, rangga titi, dan diakhiri dengan belimbur.

B. Penggunaan ornamen berwarna kuning yang digunakan untuk upacara inti dalam upacara Erau melambangkan kebersamaan.

C. Naga yang digunakan dibuat dengan warna yang meriah untuk melambangkan suka cita dan kemeriahan upacara Erau.

D. Naga laki dan bini yang digunakan dalam proses mengulur naga dibawa menyusuri Sungai Mahakam hingga Kutai Lama.

Jawaban : A dan D

10. Dalam pelaksanaan Erau terdapat proses Belimbur. Bagaimana pelaksanaan Belimbur yang dilakukan oleh masyarakat pada saat ini?

A. Pelaksanaan limbur atau Belimbur dahulu dilakukan oleh semua masyarakat di sungai Mahakam, namun saat ini diwakilkan oleh para tetua atau orang-orang yang memiliki posisi penting di daerahnya.

B. Belimbur tetap diadakan di lapangan besar seperti dahulu dan orang-orang akan berkumpul untuk mendapatkan percikan air yang diguyurkan oleh pemuka adat sebagai bentuk berkah.

C. Proses belimbur pada festival Erau dilakukan di hari lain setelah upacara adat selesai dilaksanakan untuk memeriahkan acara hiburan berbeda dengan dahulu belimbur dilakukan di hari yang sama.

D. Masyarakat melakukan ritual belimbur menggunakan air yang bersih baik dengan cara dipercikkan atau masuk ke mata air, berbeda dengan saat dahulu harus masuk ke sungai Mahakam.

E. Kegiatan belimbur saat ini hanya diperbolehkan dengan menyiram air dan tidak diperkenankan masuk ke mata air meskipun dalam keadaan bersih karena dinilai berbahaya bagi keselamatan.

Jawaban : D

Baca juga artikel terkait ANBK 2023 atau tulisan lainnya dari Ririn Margiyanti

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ririn Margiyanti
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Yulaika Ramadhani