Menuju konten utama

Warisan Budaya: Antara Kebijakan Pemerintah & Peran Aktif Warga

Warisan budaya tidak lepas dari kondisi masyarakat tempat ia tumbuh. Dengan pelbagai ikhtiar pengelolaan, ia harus jadi sumber kesejahteraan rakyat.

Warisan Budaya: Antara Kebijakan Pemerintah & Peran Aktif Warga
Header Mozaik Pelestarian Cagar Budaya. tirto.id/Tino

tirto.id - Tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Konferensi Warisan Sedunia. Peringatan ini didorong oleh proses penyelamatan peninggalan bersejarah dari masa Mesir Kuno seperti Kuil Abu Simbel yang sempat akan ditenggelamkan karena berada di tengah proyek Bendungan Aswan.

Pengukuhan tanggal tersebut dilakukan pada konferensi umum UNESCO pada 16 November 1972. UNESCO melakukan perlindungan terhadap beberapa warisan budaya dunia, termasuk Candi Borobudur di Indonesia.

Yang Menelengkup di Situs Cagar Budaya

Pada Sabtu 12 November 2022, Komunitas Aleut, komunitas yang peduli pada sejarah dan cagar budaya di Kota Bandung menemukan kondisi yang mengkhawatirkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pandu. Mereka menemukan satu dari sepasang patung di Mausoleum Ursone terjatuh dalam posisi menelungkup.

Mausoleum keluarga Ursone merupakan bangunan yang berada di tempat terbuka, yang dibangun sebagai monumen untuk mengenang keluarga Ursone, ekspatriat Italia. Unsur Italia terlihat dari pemilihan marmer granit putih serta dua patung wanita dengan ekspresi sedih yang terdapat di pintu depan mausoleum.

Keluarga Ursone merupakan salah satu keluarga yang mempunyai pengaruh sosial dan ekonomi yang cukup besar di Kota Bandung masa lalu. Keluarga ini merupakan salah satu penggagas berdirinya Bandoengsche Melk Centrale, sebagai solusi atas perang harga susu sapi yang terjadi di Bandung tempo dulu.

Pada mulanya Mausoleum Ursone terletak di Permakaman Kebon Jahe, yang sekarang dijadikan kompleks olahraga di Jalan Pajajaran, Bandung. Pembangunan kompleks ini membuat makam-makam harus dipindahkan, termasuk ke TPU Pandu, pemakaman yang sudah eksis sejak tahun 1930-an.

Dalam daftar Cagar Budaya Kota Bandung yang dikeluarkan pada 16 Oktober 2018, TPU ini merupakan salah satu situs cagar budaya.

Dalam UU tentang Cagar Budaya No. 11 tahun 2018 ditulis, situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

Warisan Budaya sebagai Refleksi Masyarakat

Warisan budaya termasuk di dalamnya cagar budaya tidak lepas dari kondisi yang terjadi di masyarakat tempat warisan itu tumbuh. Menurut Tony Gilmour dalam Sustaining Heritage: Giving the Past a Future (2007), warisan budaya merupakan elemen penting yang membentuk karakter, identitas, dan citra sebuah kota.

Hal ini tidak hanya berkaitan dengan keaslian suatu bangunan atau bentang alam, tetapi merupakan cermin yang merefleksikan kondisi sosial dan intelektual di masa kita. Warisan menurutnya, menyangkut sejarah masa lalu kita, sekarang, dan masa depan.

Karena merefleksikan kondisi suatu masyarakat, maka warisan budaya dapat dianggap sebagai identitas dari masyarakat. Menurut UNESCO, warisan budaya merupakan komponen penting dari identitas budaya suatu masyarakat, kelompok, dan individu.

Perusakan yang disengaja dapat memiliki konsekuensi yang merugikan, tidak hanya terkait dengan bangunan dan lanskap fisik, tetapi juga bagi masyarakat, tradisi, dan nilai mereka.

Keterlibatan masyarakat dalam urusan cagar budaya sangat dibutuhkan. Menurut UU Cagar Budaya no. 11 tahun 2010, pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan pelestarian cagar budaya sesuai dengan kewenangannya, dan masyarakat ikut berperan dalam pengawasan pelestarian cagar budaya.

Keterlibatan ini harus didorong supaya masyarakat, baik individu maupun kelompok, bisa berperan secara aktif dalam proses pelestarian agar cagar budaya tidak rusak atau musnah. Bahkan sebaliknya bisa memberi manfaat kepada mereka dan daerah tempat cagar budaya itu berada.

Salah seorang individu yang aktif dalam pelestarian warisan budaya adalah Albertus Kriswandhono. Pria asal Semarang ini menyabet Anugerah Pelestari Cagar Budaya dan Permuseuman Kategori Tokoh Pelestari Cagar Budaya 2015.

Kris aktif melestarikan dan menghidupkan kawasan Kota Lama di Semarang. Di surat kabar Kompas, Karina Isna Irawan menulis, Kris merupakan tokoh dibalik konservasi bangunan bekas kantor perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) atau bangunan yang dikenal dengan nama Lawang Sewu.

Di Bandung, ada Komunitas Aleut, komunitas apresiasi sejarah yang aktif memberi edukasi atas keberadaan cagar budaya. Beberapa kali komunitas ini menjadi mitra bagi pemerintah kota untuk memantau keberadaan dan kondisi terbaru cagar budaya.

Mereka memberi masukan kepada Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung jika terjadi penyimpangan atau kerusakan pada cagar budaya. Misalnya, mereka pernah melaporkan penghancuran salah satu rumah yang pembuatannya dirancang oleh Sukarno di Jalan Malabar, Bandung.

Warisan Budaya untuk Kesejahteraan Rakyat

Sinergi antara pemerintah dan masyarakat harus dibentuk dalam proses pelestarian cagar budaya. Dalam “Paradigma Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman”, Kemdikbud menyatakan, pemerintah pusat tidak mengambil peran sebagai penanggung jawab tunggal dalam sistem pengelolaan manajemen cagar budaya, namun melibatkan para stakeholder yang terdiri dari masyarakat, akademisi, NGO, pihak swasta, dan pemerintah daerah.

Selain itu, perubahan paradigma sistem pengelolaan cagar budaya yang partisipatif mempunyai tujuan tidak hanya melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya, tapi juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi cagar budaya.

Untuk mencapai sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pelestarian cagar budaya, diperlukan langkah-langkah untuk mendekatkan apa yang berkaitan dengan cagar budaya dengan masyarakat.

Tujuannya, supaya masyarakat mengenal dan tahu apa yang harus mereka lakukan saat berhadapan dengan peninggalan-peninggalan masa lalu tersebut.

Infografik Mozaik Pelestarian Cagar Budaya

Infografik Mozaik Pelestarian Cagar Budaya. tirto.id/Tino

Salah satu contoh program tanggung jawab pemerintah daerah adalah dibentuknya kegiatan edukasi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Program edukasi ini berbasis peran serta masyarakat dengan nama Sekolah Cagar Budaya tahun 2017.

Menurut Fajar Winarni dalam jurnal "Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Cagar Budaya, program tersebut sebagai sarana pengenalan, pemahaman, dan cara-cara penanganan terkait cagar budaya supaya masyarakat mengetahui cara memperlakukan cagar budaya.

Sekolah ini selain diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, juga diharapkan bisa meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam melestarikan cagar budaya di DIY.

Sementara di Kota Bandung, pemerintah kota mengeluarkan peraturan daerah tentang cagar budaya, yakni Perda No. 7 tahun 2018. Di dalamnya terdapat poin-poin yang mendukung adanya sinergitas antara pemerintah kota dan masyarakat. Misalnya, di dalam perda terdapat poin:

“Pemerintah Daerah Kota mempunyai tugas mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya.”

Warisan budaya, termasuk cagar budaya di dalamnya, merupakan warisan yang kita terima dari generasi masa lalu, yang kita tinggal bersamanya di masa kini, dan akan kita wariskan ke generasi yang akan datang.

Selain dilestarikan, keberadaan warisan budaya ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, misalnya pemanfaatan bangunan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata.

Seperti tertulis dalam UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, pengelolaan cagar budaya adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Baca juga artikel terkait WARISAN BUDAYA atau tulisan lainnya dari Hevi Riyanto

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Hevi Riyanto
Penulis: Hevi Riyanto
Editor: Irfan Teguh Pribadi