tirto.id - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pada Kamis (4/9/2025), ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook. Kasus ini terkait dengan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti, kembali menetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAM (Nadiem Makarim),” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo Nurcahyo di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis, dikutip dari ANTARA.
Nadiem menjadi tersangka ke-5 dalam kasus yang sama. Empat orang lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, masing-masing Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah. Bagaimana kronologi kasus dugaan korupsi Chromebook di Kemendikbudristek hingga menjerat Nadiem Makarim?
Kronologi Lengkap Kasus Chromebook hingga Nadiem Tersangka
Kasus dugaan korupsi Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2022 senilai Rp9,9 triliun, sudah diendus sejak 2021 oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia.
ICW dalam rilisnya pada Juni 2025, mengatakan mereka mendesak agar kementerian terkait menghentikan dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19.
Dalam kajiannya ICW dan KOPEL menilai bahwa pengadaan itu bukan kebutuhan prioritas pelayanan pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Mereka juga memandang bahwa penggunaan anggaran yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, menyalahi Perpres No. 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.
Lalu rencana pengadaannya tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Kemudian dasar penentuan spesifikasi laptop harus memiliki OS Chromebook, dianggap tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, khususnya daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi salah satu target distribusi laptop.
Lanjut ICW dan KOPEL dalam kajiannya, menyebut bahwa spesifikasi berupa Chromebook dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) mempersempit persaingan usaha karena hanya segelintir perusahaan yang dapat menjadi penyedia.
“Kejanggalan demi kejanggalan pada tahap perencanaan dan penentuan spesifikasi memperbesar pertanyaan kami mengenai alasan dibalik Kemendikbudristek yang saat itu dipimpin oleh Nadiem Makarim seolah memaksakan pengadaan Chromebook tetap dilakukan,” tulis rilis ICW pada Juni 2025.
Kejagung Mulai Penyidikan
Setelah menemukan indikasi dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2022, Jampidsus Kejagung menaikkan status perkara tersebut dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada 20 Mei 2025.
Sejalan dengan temuan ICW dan KOPEL, Kejagung saat itu menyatakan bahwa terdapat dugaan permufakatan jahat dengan mengarahkan tim teknis supaya membuat kajian terkait pengadaan peralatan TIK untuk teknologi pendidikan. Dalam hal ini, mengarah pada Chromebook.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan bahwa pada 2019 telah dilakukan uji coba penerapan Chromebook dengan pengadaan 1.000 unit laptop. Harli menyimpulkan, penggunaan Chromebook tidak efektif untuk menjadi metode digitalisasi pendidikan. Sebab, internet di Indonesia belum memiliki basis mutu yang sama.
"Bahkan, ke daerah-daerah (belum ada kesamaan jaringan internet), sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba karena sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat," ujar Harli pada 20 Mei 2025.
Pertimbangan Keterlibatan Nadiem hingga Jadi Tersangka
Nama Nadiem Makarim terjerat dalam dugaan kasus korupsi pengadaan Chromebook Kemendikbudristek 2019-2022, usai Kejagung melakukan 2 kali pemeriksaan terhadap Fiona Handayani (Stafsus Nadiem), serta setelah memeriksa Ibrahim Arief (konsultan dalam proyek pengadaan laptop Chromebook).
Pada 16 Juni 2025, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa penyidik selanjutnya menganalisis data-data yang sudah dikumpulkan untuk menilai keperluan memeriksa Nadiem Makarim.
Pemeriksaan terhadap Nadiem itu akhirnya benar-benar dilakukan pada 23 Juni 2025. Awalnya Nadiem dimintai keterangan sebagai saksi. Keterangan itu guna mendapatkan informasi mengenai perannya sebagai menteri saat proyek pengadaan Chromebook berjalan.
“Tentu sangat berkaitan dengan bagaimana fungsi-fungsi pengawasan yang dilakukan oleh yang bersangkutan terhadap jalannya pelaksanaan dari pengadaan Chromebook ini,” tutur Harli pada 20 Juni 2025.
Nadiem juga dimintai penjelasan mengenai fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap proyek bernilai Rp9,9 triliun tersebut. Sejak saat itu, Nadiem diperiksa sebanyak 3 kali. Pemeriksaan lain dilakukan pada 15 Juli 2025 dan pada 4 September 2025.
Nadiem kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2025 oleh Kejagung, berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti. Nadiem selaku Mendikbdudristek pada tahun 2020 merencanakan penggunaan produk Google dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek. Padahal, saat itu, pengadaan alat TIK belum dimulai.
Nadiem disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Sebelum ini, 4 orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 15 Juli 2025. Dalam kasus ini, pengadaan tersebut diduga menyebabkan kerugian negara Rp1,9 triliun.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki keterlibatan yang mengakibatkan kerugian negara ini. Ia menyatakan bahwa selama ini, pihaknya mengutamakan kejujuran dan integritas.
“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi. Kebenaran akan keluar,” katanya ketika keluar dari Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis, dikutip dari ANTARA.
“Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya, seumur hidup saya, integritas nomor satu, kejujuran nomor satu,” tambah eks Mendikbudristek itu.
Editor: Yantina Debora
Masuk tirto.id


































