tirto.id - Agenda pemberantasan korupsi oleh tiga pasangan bakal capres-cawapres diharapkan tidak sekadar obral janji. Apalagi, masyarakat mulai menempatkan isu korupsi menjadi salah satu pertimbangan mereka memilih figur pemimpin. Setidaknya, persepsi ini menguat di kalangan pemilih muda pada Pemilu 2024.
Laporan Tim Riset Tirto berkolaborasi dengan Jakpat, mendapati bahwa “jujur dan tidak korupsi” rupanya menjadi karakteristik yang paling banyak dipilih menjadi prioritas utama para pemilih pemula dalam memilih calon presiden pada Pilpres 2024 dengan persentase 33,73 persen. Survei ini kami lakukan pada pertengahan 2023.
Sebagai informasi, agenda pemberantasan korupsi memang tercantum dalam dokumen visi-misi ketiga bakal capres-cawapres yang telah dibagikan. Masing-masing kubu koalisi pengusung paslon percaya bahwa komitmen mereka dalam pemberantasan korupsi bukan sekadar isapan jempol.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy atau biasa disapa Romi, mengklaim bahwa pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD merupakan paslon yang paling bersih rekam jejaknya. Menurut dia, komitmen pasangan ini tidak perlu diragukan lagi kapasitasnya dalam pemberantasan korupsi.
“Dua-duanya sangat memiliki track record yang jelas dalam pemberantasan korupsi. Dalam penilaian kami dibandingkan dengan paslon lain, yang memang tidak sebersih pasangan Ganjar-Mahfud,” ujar Romi dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Ganjar-Mahfud MD merupakan paslon yang diusung oleh poros koalisi partai politik yang terdiri dari PDIP, Partai Hanura, Partai Perindo, dan PPP. Romi menambahkan, seorang pemimpin adalah mereka yang sudah seharusnya lebih bersih dibanding rakyat.
Pemilihan Menkopolhukam Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar, kata dia, sudah menjadi bukti nyata komitmen pada pemberantasan korupsi. “Itu sudah pesan nyata pada publik bahwa pemberantasan korupsi itu yang menjadi terkuat bagi kami,” tutur Romi.
Sementara itu, Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyatakan punya kepentingan untuk penguatan pada lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani.
KIM mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai capres-cawapres mereka di Pilpres 2024. Gerbong koalisi ini terdiri dari Partai Gerindra, PAN, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gelora, Partai Garuda, PBB, dan PSI.
“Sebagaimana sering disampaikan Pak Prabowo salah satu persoalan yang menghambat pembangunan adalah tingginya tingkat kebocoran anggaran. Untuk menekan angka kebocoran, penguatan KPK menjadi imperatif,” ujar Kamhar dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Kamhar menilai, pemberantasan korupsi sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Korupsi, kata dia, adalah kejahatan luar biasa yang mesti diperangi dan diberantas. Ia menambahkan, KPK sebagai lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi untuk pemberantasan korupsi mesti diperkuat kembali.
“Tak hanya pada sisi penindakan, namun juga pada sisi pencegahan,” tegas Kamhar.
Juru bicara TKN Prabowo-Gibran, Cheryl Tanzil, menyatakan capres-cawapres dari KIM memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi. Hal ini ditandai dengan masuknya agenda pembenahan korupsi dalam Astacita dokumen visi-misi paslon Prabowo-Gibran.
“UU saat ini sudah banyak, yang diperlukan melanjutkan kepemimpinan yang kuat," ujar Cheryl dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Ia menambahkan, pemimpin yang kuat dan tegas bisa menegakkan undang-undang dan regulasi yang mendukung agenda pemberatansan korupsi. Cheryl optimistis paslon Prabowo-Gibran bisa menekan kasus korupsi jika kelak terpilih.
“Juga Pak Prabowo kemarin sudah coret dua bacaleg yang ternyata eks napi korupsi,” tambah Cheryl.
Di sisi lain, Juru Bicara Anies Baswedan, Surya Tjandra, menyampaikan kubu mereka memiliki agenda reformasi KPK dan mengembalikan fungsi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang independen. Anies merupakan capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Koalisi perubahan terdiri dari Partai Nasdem, PKS, dan PKB. Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin merupakan cawapres dari koalisi ini.
“Mewajibkan setiap kementerian dan lembaga untuk melakukan langkah-langkah pencegahan korupsi, dan menjadi indikator penilaian kinerja. Dan penyelamatan uang negara dalam TPK dengan menggunakan ‘social cost’ dalam pengusutan/penanganan kasus korupsi,” terang Surya saat menjelaskan agenda pemberantasan korupsi KPP, Rabu (8/11/2023).
Surya menyatakan, KPP juga berencana mendorong UU Pendanaan Partai Politik untuk perbaikan tata kelola partai politik. Kubu ini juga memiliki target agar terjadi perbaikan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari skor 34 menjadi 44-46 pada 2029.
“Memfasilitasi masyarakat sipil di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai mitra strategis pemerintah,” tambah Surya.
Agenda reformasi KPK terlihat menjadi sasaran utama ketiga paslon dalam agenda politik mereka. Namun tidak cukup agenda, komitmen yang tegas dan terukur perlu dilakukan agar pelemahan lembaga antirasuah tidak semakin terjadi.
Seperti diketahui, banyak kalangan menilai pemerintahan Presiden Jokowi saat ini turut berperan dalam penggembosan KPK. Hal ini dikarenakan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diubah melalui UU No 19/2019.
Dalam aturan terbaru ini, KPK tidak lagi menjadi lembaga negara independen, melainkan menjadi bagian rumpun eksekutif yang bertanggung jawab kepada presiden. Ditambah, pucuk pimpinan KPK yang kerap tersandung permasalahan etik dan dugaan tindak pidana.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 juga merosot drastis berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei. Laporan yang dihimpun Transparency International (TI) ini menjadi hasil IPK terburuk Indonesia setelah era reformasi.
Sumir Agenda Pemberantasan
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman, menilai agenda pemberantasan korupsi yang dibawa ketiga paslon capres-cawapres masih sumir dan belum terukur jelas. Ia menyatakan, parpol masih menjadi akar korupsi politik di Indonesia.
“Masih sangat sumir dan kebanyakan mereka dalam visi misi korupsi bahkan ada yang tidak menawarkan dengan jelas rencananya,” kata Zaenur dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Tantangannya, kata Zaenur, capres-cawapres harus mampu independen dari parpol pengusung. Sebab, parpol bisa menjadi sumber korupsi sekaligus solusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Korupsi politik muncul karena adanya kebutuhan pendanaan parpol, sedangkan kita tahu mereka susah mendapatkan pendanaan seperti hanya mengandalkan iuran anggota,” ujar Zaenur.
Zaenur menambahkan, parpol bukannya menjadi contoh demokratisasi malah menampilkan kerentanan dalam berdemokrasi. Ia menyoroti, bahkan sebagian parpol sangat didominasi ketua umum mereka seakan-akan menjadi lembaga pribadi.
Selain itu, parpol diminta memiliki komitmen untuk mendukung regulasi yang dapat membantu agenda pemberantasan korupsi. Capres-cawapres juga harus bisa memberantas korupsi di badan penegak hukum yang kian menjadi-jadi.
“Kita tahu penegak hukum masih ada yang korup, banyak judicial corruption dan bahkan hakim agung terbelit korupsi,” terang Zaenur.
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menyatakan, capres-cawapres saat ini cenderung menjadikan isu korupsi bukan sebagai prioritas. Hal tersebut dapat dilihat dari visi dan misi yang tidak memberikan porsi memadai mengenai isu antikorupsi.
“Bahkan ada yang hanya menyinggung hanya terbatas dua sampai tiga kata, khususnya terkait pembenahan persoalan mendasar dari pemberantasan korupsi,” kata Praswad dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Dari sisi kelembagaan, kata Praswad, ketiga paslon tidak bicara mengenai penguatan KPK secara tegas dengan standar minimum seperti sebelum revisi UU KPK. Pemberantasan korupsi di internal penegak hukum juga tidak dielaborasi, padahal merupakan hal fundamental.
“Sedangkan, dari sisi substansi tidak ada pembahasan mengenai arah fundamental dalam mengatasi korupsi khususnya pada sektor penegakan hukum, politik dan sumber daya alam,” terang dia.
Karena itu, Praswad berpesan agar pemilih melihat rekam jejak masa lalu untuk melihat komitmen paslon dalam pemberantasan korupsi. Ia juga mengajak untuk memperhatikan agenda kampanye paslon.
“Apabila saat kampanye sudah takut untuk mengatakan komitmen pembersihan lembaga penegak hukum dari korupsi, anti penguatan kembali KPK sampai dengan penolakan tim sukses korup maka apa yang bisa diharapkan dari para capres dan cawapres,” kata Praswad.
Sementara itu, pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah melihat, isu pemberantasan korupsi tidak begitu memengaruhi pemilih dalam melabuhkan arah dukungan. Ia menilai, agenda pemberantasan korupsi cenderung sebatas dimanfaatkan sebagai propaganda kepada pemilih kelas menengah.
“Jokowi bahkan dalam Pemilu 2019 tidak menyebut pemberantasan korupsi dalam pidato-pidatonya, termasuk Jokowi yang menginisiasi UU KPK, hingga di era Jokowi KPK menurun kepercayaan publiknya, tetapi Jokowi tetap miliki basis loyalis cukup besar,” ujar Dedi dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).
Isu korupsi, kata dia, memang tetap menjadi agenda penting paslon capres-cawapres. Sasaran isu ini adalah kelas menengah, yang bisa saja menguat dan berbuah simpati serta promosi kelas menengah atas.
“Adapun bagi kelas bawah, isu kesejahteraan jauh lebih penting,” kata Dedi.
Sejauh ini, kata Dedi, pernyataan dari tiga paslon terkait pemberantasan korupsi mulai terlihat disuarakan oleh Anies Baswedan dan Mahfud MD. Namun, ini masih dilematis, karena justru Mahfud MD sebagai cawapres terlihat lebih tegas soal isu ini dibanding Ganjar.
“Jika hanya melihat faktor ketokohan, nyaris hanya Anies yang telah memulai isu pemberantasan korupsi. Prabowo, sepertinya tidak setegas 2019,” tutur Dedi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz