Menuju konten utama

Urgensi Pembentukan MKMK Permanen Usai Putusan Etik Anwar Usman

Ketidakhadiran pengawas permanen di MK dinilai menjadi akar pelanggaran etik para hakim konstitusi. MKMK permanen penting dibentuk.

Urgensi Pembentukan MKMK Permanen Usai Putusan Etik Anwar Usman
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan vonis dengan memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dalam pengambilan putusan UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres serta memberi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak lagi menyidangkan perkara Pemilu. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id - Hasil putusan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang tidak menjatuhkan pemberhentian dengan tidak hormat kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, disayangkan sejumlah pihak. Anwar dinilai jelas-jelas melakukan pelanggaran etik berat seperti disebutkan dalam persidangan, tapi sanksi yang diganjar dinilai setengah hati.

Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 LBH Kantor se-Indonesia menilai putusan MKMK terhadap pelanggaran kode etik berat Anwar Usman adalah putusan yang bermasalah, mencederai persamaan di muka hukum dan melukai rasa keadilan.

“Kami kecewa terhadap putusan majelis MKMK karena putusan tersebut berkompromi dengan perbuatan tercela ketua hakim MK. MKMK semestinya memberikan putusan pemberhentian dengan tidak hormat,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keteranganya, Rabu (8/11/2023).

Isnur menambahkan, jika tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku pada Pasal 41 huruf c jo Pasal 47 PMK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dan MKMK konsisten dengan fakta hukum terbuktinya pelanggaran berat Anwar Usman, semestinya seluruh majelis hakim MKMK memutuskan memberhentikan Anwar dari jabatannya sebagai hakim MK maupun Ketua MK.

Sidang pembacaan putusan ini dipimpin dan dibacakan bergantian oleh Ketua MKMK sekaligus anggota Jimly Asshiddiqie. Ditemani anggota MKMK, yakni Wahiduddin Adams dan Bintan S Saragih. Putusan MKMK tidak bulat, Bintan mengajukan dissenting opinion.

“Bukan sekadar memberhentikannya sebagai ketua MK. Sayangnya, hanya Prof Bintan S Saragih yang konsisten mengambil pandangan tersebut melalui dissenting opinion,” ujar Isnur.

Selain pemberhentian sebagai pimpinan, MKMK melarang Anwar terlibat dan ikut campur menangani beberapa perkara persidangan. Anwar juga dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan Ketua MK yang baru. Selain itu, MKMK meminta Wakil Ketua MK Saldi Isra agar mencari pengganti Anwar yang dihentikan dari jabatan Ketua MK dalam waktu 2 x 24 jam.

Isnur menilai, putusan MKMK gagal menjawab kebutuhan mendesak penyelamatan MK dari krisis kepercayaan publik. Menurut dia, MKMK melakukan kekeliruan dengan membiarkan berlakunya putusan 90/PUU-XXI/2023 yang seharusnya dinyatakan tidak sah.

“Putusan ini membenarkan keraguan publik terhadap MKMK saat ini yang hanya bersifat ad hoc dan komposisi majelis kehormatan MK yang diduga kuat juga memiliki konflik kepentingan dalam perkara ini,” tegas Isnur.

Urgensi MKMK Permanen

Berkaca dari putusan etik Anwar Usman, Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak sepakat agar segera dibentuk MKMK permanen. MKMK saat ini hanya tim ad hoc yang memiliki masa kerja 30 hari dan telah selesai menjalankan tugasnya.

Zico merupakan salah satu pelapor dugaan pelanggaran etik terhadap Anwar Usman, yang menuding bahwa Anwar menghambat pembentukan majelis kehormatan MK definitif. MKMK pimpinan Jimly, menyatakan Anwar Usman tidak terbukti melanggar etik pada perkara ini.

“Semakin perlu pembentukan MKMK permanen. Kan putusannya itu menyatakan semua hakim terkena teguran lisan karena tidak enakan satu sama lain, mereka tidak mampu menegur sesama,” kata Zico dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).

Ia menilai, ketidakhadiran pengawas permanen di badan MK menjadi akar pelanggaran etik para hakim konstitusi. Zico menilai, MKMK seharusnya sudah ada sejak 2021 atau setelah revisi UU MK dilakukan pada 2020.

Sebelumnya, ada Dewan Etik MK yang menangani laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi. Namun tugasnya sudah tidak efektif sejak perubahan UU MK tahun 2020.

“Jadi sejak 2021 tidak ada pengawas, jadi mereka (hakim konstitusi) mengawasi dirinya sendiri. Tidak enakan dan akhirnya pelanggaran etik disangka hal biasa,” ujar Zico.

Menurut Zico, MKMK ad hoc tidak ideal untuk menangani dugaan pelanggaran etik. Ia juga tidak mempermasalahkan jika dalam komposisi MKMK, diisi satu perwakilan hakim aktif. Meski aneh, kata dia, MKMK permanen lebih penting dibentuk terlebih dulu.

“Tetapi kalau MKMK itu dipermanenkan karena dia bekerja terus-terusan, enggak apa-apa dipilih oleh hakim aktif juga. Karena, kan, nanti kalau ada kasus di kemudian hari kita enggak tahu,” terang Zico.

Konpers Anwar Usman

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ketika konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). tirto.id/Muhammad Naufal

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai, peraturan pembentukan MKMK dalam UU MK saat ini memang tidak ideal. Pasalnya, MKMK dibentuk dan disahkan oleh MK.

“Kalau kita baca UU MK itu, MKMK dibentuk oleh MK. Di bawah MK, anggaran dari MK, dan bahkan dilantik oleh Ketua MK. Dan disyaratkan dari 3 anggota MKMK, harus ada satu hakim MK yang aktif,” kata Bivitri dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).

Kendati demikian, kata Bivitri, hal ini tidak menafikan urgensi pembentukan MKMK permanen. Ia menilai, satu-satunya cara untuk memperbaiki MK secara institusional memang harus dengan membuat sistem pengawasan yang lebih baik dan independen.

“Tapi kalau misalnya, oke lah, UU MK lama diubahnya (revisi), permanenkan dulu saja, bikin yang permanen MKMK. Memang harusnya MKMK permanen kok, tapi terhalangi juga selama bertahun-tahun kan,” ujar Bivitri.

Bivitri menjelaskan, hasil studi Tom Ginsburg menyatakan bahwa kunci untuk membuat akuntabilitas peradilan lebih baik adakah memastikan sistem pengawasan yang mumpuni dan independensi yang terjaga. Termasuk, juga sistem rekrutmen yang terbaik dan transparan.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, menyatakan berdasarkan regulasi, MKMK memang niscaya dibentuk secara permanen. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) PMK 1/2023, menyebut secara eksplisit jika keanggotaan majelis kehormatan bersifat tetap untuk masa jabatan 3 tahun atau bersifat ad hoc yang ditentukan dalam RPH.

“Dan pembentukan MKMK secara permanen tentu sangat urgen. Proses penanganan laporan dugaan pelanggaran etik akan jauh lebih efektif jika dibentuk secara permanen,” ujar Herdiansyah dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).

Justru jika MKMK permanen, kata dia, bisa menepis relasi kuasa yang biasanya tersemat dalam pembentukan majelis kehormatan ad hoc. Akan sangat lucu, menurut dia, jika MKMK dipilih oleh hakim konstitusi yang tengah berperkara etik.

“Soal sistem pengawasan, kita tidak bisa hanya mengandalkan MKMK. Publik juga mesti diberi ruang yang cukup dan memadai untuk mengawasi MK, termasuk media-media,” tambah Herdiansyah.

Belum Ada Rencana MKMK Permanen

Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan (Kabiro HAK) Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, menyatakan belum ada rencana soal pembentukan MKMK permanen. Ia menyampaikan akan memberitahukan hal tersebut di waktu mendatang.

“Saya belum dapat info apa pun, nanti kalau sudah ada info, kita share,” kata Fajar singkat saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/11/2023).

Sementara itu, Ketua MKMK ad hoc saat ini, Jimly Asshiddiqie menyatakan, memang ada mandat untuk membentuk majelis kehormatan permanen. Namun hingga saat ini MK belum membentuk MKMK permanen tersebut.

“Kami diberi tugas 30 hari alhamdulillah 2 minggu sudah kelar. Jadi sudah pensiun kita dari MKMK ini. Selanjutnya terserah kepada MK yang dalam dua hari ke depan kita minta segera mengadakan pemilihan pimpinan,” kata Jimly saat konferensi pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023) malam.

MKMK berhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kedua kiri) menyerahkan hasil putusan kepada perwakilan pelapor usai sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan vonis dengan memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dalam pengambilan putusan UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres serta memberi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak lagi menyidangkan perkara Pemilu. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

Baca juga artikel terkait MKMK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz