Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Ketika Efek Ekor Jas Prabowo-Gibran Hanya Dinikmati Gerindra

Survei LSI Denny JA mengonfirmasi bahwa efek ekor jas Prabowo-Gibran tidak berdampak pada semua parpol koalisi dan hanya dinikmati Gerindra.

Ketika Efek Ekor Jas Prabowo-Gibran Hanya Dinikmati Gerindra
Ilustrasi Partai Politik Peserta Pemilu. tirto.id/Ecun

tirto.id - Survei LSI Denny JA menempatkan Partai Gerindra sebagai parpol dengan elektabilitas teratas, meski selisihnya sangat tipis dari PDI Perjuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan pada periode 20 November – 3 Desember 2023 itu, Gerindra berada di puncak dengan angka 19,5 persen, sedangkan PDIP menyusul dengan perolehan 19,3 persen.

Survei ini melibatkan 1.200 responden dan menggunakan metode multi-stage random sampling dilengkapi dengan riset kualitatif. Margin of error berada pada angka +/- 2,9 persen. Temuan ini tentu menarik karena baru pertama kali sejak Gerindra ikut pemilu pada 2009 memuncaki hasil survei.

Jika melihat hasil pemilu dari waktu ke waktu, perolehan suara Partai Gerindra memang konsisten naik. Dalam debutnya pada Pemilu 2009, Gerindra berhasil meraih 4,64 juta suara atau 4,46% dari total suara sah nasional yang jumlahnya 104,05 juta suara. Parpol besutan Prabowo Subianto ini pun menempatkan 26 orang kadernya sebagai anggota DPR RI.

Perolehan suara Gerindra naik signifikan pada Pemilu 2014 saat mantan danjen Kopassus itu maju sebagai capres. Kala itu, Gerindra finis di posisi ketiga setelah PDIP dan Golkar dengan memperoleh 14,75 juta suara atau 11,81% dari 124,88 juta suara sah nasional.

Pada Pemilu 2019, perolehan suara Gerindra kembali meningkat menjadi 17,23 juta atau 12,31% dari 129,97 juta suara sah nasional. Kendati demikian, Prabowo yang maju sebagai capres pada Pilpres 2014 dan 2019 kalah dari Joko Widodo yang diusung PDIP.

Bermodalkan elektabilitas yang masih tinggi, Prabowo kembali maju sebagai capres pada Pilpres 2024. Kali ini, ia menggandeng putra sulung Presiden Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka. Paslon ini diusung oleh Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PBB, PSI, dan Garuda yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Berdasarkan survei sejumlah lembaga, elektabilitas Prabowo-Gibran selalu di atas rivalnya, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Hal ini juga memberikan efek ekor jas (coat-tail effect) bagi Gerindra sebagai pengusung utama paslon ini. Berdasarkan data LSI Denny JA bahkan beda tipis dengan PDIP yang dua pemilu terakhir selalu keluar sebagai pemenang.

Namun, Gerindra tak boleh merasa di atas angin. Sebab, masih ada 14,7 persen responden belum menentukan pilihan dalam survei LSI Denny JA. Bisa saja, PDIP bisa kembali menyalip Gerindra jika mesin politik terus dipanaskan. Namanya politik, semuanya berjalan dinamis bukan statis. Toh, ini juga survei, bukan hasil pemungutan suara.

Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas, mengakui kenaikan suara Gerindra terjadi karena dukungan dari pemilih yang puas dengan kinerja Jokowi, serta Prabowo yang semakin populer.

Sementara penurunan elektabilitas PDIP, kata dia, karena blunder serangan partai besutan Megawati Soekarnoputri ini ke Jokowi, penolakan Piala Dunia U-20, dan penyebutan presiden sebagai petugas partai.

“Jika tren ini terus berlanjut, dukungan PDIP bisa kembali ke era sebelum Jokowi jadi presiden,” kata Hanggoro dalam paparannya di akun YouTube LSI DENNY JA OFFICIAL, Selasa (19/12/2023).

Mengapa Hanya Gerindra yang Dapat Efek Ekor Jas?

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengakui efek capres Prabowo menjadi salah satu faktor elektabilitas partai mereka bisa menyalip PDIP. Namun, kata Sara, sapaan akrabnya, hasil survei LSI Denny JA tidak membuat mereka lengah.

“Jadi, kami belum bisa mengambil kesimpulan yang terlalu final saat ini. Baru nanti 14 Februari [2024] baru kami bisa melihat hasilnya,” kata Sara kepada reporter Tirto, Rabu (20/12/2023).

Hasil baik itu, kata dia, tak membuat Gerindra merasa di atas angin, apalagi selebrasi. “Enggak mau selebrasi atau jumawa, tentunya itu hanya satu survei, kami masih terus kerja keras,” kata Sara.

Menurut Sara, elektabilitas melejit naik itu merupakan kombinasi berbagai faktor. Meski tak menampik efek ekor jas Prabowo, tetapi dirinya lebih percaya elektabilitas membaik itu karena hasil kerja keras kader parpol berlogo burung garuda itu.

“Mau itu adalah ekor jasnya Prabowo yang maju sekarang sebagai capres, mau itu dari kami yang memang adalah partai yang saat ini dekat dengan Pak Jokowi, segi capres-cawapres maupun juga kerja keras kader. Jadi, kombinasi berbagi hal,” kata dia.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai elektabilitas Gerindra melejit lantaran PDIP sedang tidak satu barisan dengan Jokowi, meski eks wali kota Solo itu masih tercatat sebagai kader. Hal ini tidak lapas dari situasi politik terkini usai Gibran jadi cawapres Prabowo dan sejumlah elite PDIP secara terbuka justru menyerang Jokowi.

“Itu juga bisa jadi penyebab dan pemilih akhirnya ke Gerindra lebih berada di tengah, netral kebetulan ada Pak Prabowo di situ. Pemilih kita lebih melihat personifikasi, bukan platform partai,” kata Kunto kepada Tirto, Rabu (20/12/2023).

Sayangnya, efek ekor jas tersebut tidak merata dinikmati semua partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). Bahkan, PAN, Demokrat, dan PSI berpotensi tidak lolos syarat ambang batas parlemen 4 persen.

Menurut survei LSI Denny JA, tiga partai yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu hanya masing-masing mendapatkan angka, yaitu PAN (3,3 persen), Demokrat (3,6 persen), dan PSI (1,5 (persen).

Ketiga partai ini tak mendapat efek ekor jas dari paslon Prabowo-Gibran yang menurut sejumlah lembaga survei kerap unggul dari rivalnya. Apalagi kini Prabowo makin populer dengan citra gemoy yang viral di jagat media sosial.

PSI sendiri bahkan sampai menggandeng anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep untuk menjadi ketua umum partai itu. Kaesang dalam berbagai kesempatan juga kerap mengungkapkan optimismenya agar PSI tembus Senayan.

Data yang mirip juga pernah dirilis Charta Politika. Survei yang dilakukan pada periode 26-31 Oktober 2023, menunjukkan PSI, Demokrat, dan PAN terancam tak lolos parlemen. PAN hanya mendapatkan angka 0,9 persen, Demokrat 3,8 persen, dan PAN 3, 1 persen.

Kunto melihat hasil survei LSI Denny JA di atas mengonfirmasi bahwa efek ekor jas Prabowo-Gibran tidak berdampak pada PAN, Demokrat, dan PSI karena asosiasi Prabowo kurang kuat ke tiga partai tersebut.

“Prabowo, kan, asiossiasinya ke Gerindra, bukan ke PAN, Demokrat, apalagi PSI, sehingga efek ekor jas susah untuk diterjemahkan,” tutur Kunto.

Karena itu, Kunto menilai wajar jika PSI sangat getol menggaungkan Jokowi dalam setiap kesempatan. Dalam sejumlah baliho yang dipasang, PSI bahkan menyebut “PSI adalah partai Jokowi.” Meski demikian, elektabilitas PSI belum juga terkerek.

Terkait efek ekor jas yang tidak merembes ke parpol pendukung lainnya, Sara enggan berspekulasi. Ia hanya mengatakan setiap partai politik memiliki strategi masing-masing termasuk memiliki ceruk berbeda-beda.

“Saya rasa kalau mencoba disimplikasi, disederhanakan pun sangat sulit,” kata Sara yang juga keponakan Prabowo tersebut.

Rakornas Partai Gerindra

Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (kedua kiri) didampingi Sekjen Ahmad Muazani (kanan) dan Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad (kiri) menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra di Jakarta Internasional Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta, Jumat (15/12/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.

Apa Kata Partai Demokrat dan PAN?

Sekretaris Jenderal DPP PAN, Eddy Soeparno, menilai wajar jika Gerindra diuntungkan dari kepopuleran alias efek ekor jas dari Prabowo-Gibran. Sebab, kata dia, Prabowo merupakan representasi Gerindra pada Pilpres 2024.

“Jadi, mereka menikmati efek elektoral positif dari efek ekor jas,” kata Eddy saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/12/2023).

Ia tak menampik jika Gerinda bisa saja tersalip oleh PDIP pada Pileg 2024. Pasalnya, kata dia, persepsi masyarakat saat ini bahwa Presiden Jokowi mendukung Prabowo sebagai capres, meskipun berstatus kader PDIP.

"[Tetapi] per hari ini Gerindra punya peluang untuk bisa bersaing di 2024 karena Prabowo sebagai tokoh sentral dari Gerindra maju sebagai capres,” kata Eddy.

Eddy mengatakan, seluruh kader Gerindra tentu bekerja mati-matian dan habis-habisan untuk memenangkan Prabowo. Ia juga tak menampik dari dua pilpres sebelumnya, yakni 2014 dan 2019, PAN juga diuntungkan meski tidak maksimal.

“PAN memang diuntungkan atas asosiasi dengan Pak Prabowo. PAN dengan Pak Prabowo itu sangat dekat,” tutur Eddy.

Namun, kata dia, efek ekor jas dari pilpres tidak akan maksimal kalau kader tidak maju menjadi capres ataupun cawapres. Ia mencontohkan Amien Rais, yang saat itu berstatus kader PAN maju pada kontestasi Pilpres 2004. Eddy mengatakan, saat itu elektabilitas PAN melejit pesat.

“Ketika Pak Hatta Rajasa maju cawapres, hasilnya baik sekali. Jadi, memang ada persyaratan mutlak kader partainya itu harus maju bertarung pilpres agar efek ekor jasnya terasa secara maskimal,” tukas Eddy.

Ihwal hasil survei LSI Denny JA, Eddy mengaku lebih percaya pada Indikator Politik, Poltracking, atau pun jajak pendapat Kompas, yang menunjukkan PAN berada di kisaran 4,4 sampai 4.5 persen. Hasil ketiga lembaga survei itu menjadi pelecut semangat kader PAN untuk terus bekerja keras.

“PAN tidak hanya sekadar lolos di parlemen, tetapi bisa menuai hasil yang lebih besar karena di pemilu-pemilu sebelumnya PAN selalu berada di bawah 3 persen di survei ketika menjelang pemilu,” kata Eddy.

Partai Demokrat dukung Prabowo sebagai capres 2024

Presiden ke-6 RI sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) bernyanyi bersama Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto (ketiga kanan), Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kedua kanan), Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Demokrat terkait arah dukungan capres 2024 di Jakarta, Kamis (21/9/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengaku partainya telah melakukan survei dapil belum lama ini. Untuk survei dapil, kata dia, pihaknya menggunakan dua lembaga survei nasional yang kredibel, yaitu SMRC dan Indikator Politik.

Kamhar menjelaskan survei dapil ini dilakukan untuk memotret potensi kursi yang diperoleh sekaligus menjadi referensi dalam penentuan kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk pemenuhan target pada Pileg 2024, termasuk mengukur efektifitas pergerakan para caleg.

“Kedua survei ini untuk menguatkan dan memastikan ikhtiar yang dijalankan Partai Demokrat guna tercapainya sukses pileg dan sukses Pilpres 2024,” kata Kamhar kepada Tirto, Rabu (20/12/2023).

Menurut Kamhar, hasil survei dapil terpotret bahwa potensi Partai Demokrat memenuhi target moderat melampaui perolehan kursi 2019, sangat terbuka lebar, bahkan untuk mencapai target optimal double digit.

Ia menyebut hasil survei dapil dinilai menjadi pegangan yang jauh lebih valid dan kredibel dengan jumlah responden 800 per dapil. “Artinya secara nasional lebih dari 60 ribu responden,” tutur Kamhar.

Kamhar menilai wajar jika Partai Gerindra yang menikmati efek ekor jas terbesar dari pasangan calon Prabowo-Gibran. Namun, ia meyakini Partai Demokrat juga berpotensi mendapatkan efek ekor jas dari paslon nomor urut 2 itu.

“Bagi kami saat ini, ikhtiar mewujudkan double success sama pentingnya, sukses pileg dan sukses pilpres agar bisa mewujudkan aspirasi rakyat di legislatif maupun di eksekutif,” kata Kamhar.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz