Menuju konten utama

Kerja Sama Penguatan Mata Uang Lokal, Efektifkah Perkuat Rupiah?

Kerja sama penggunaan mata uang lokal dinilai bisa membuat ketergantungan perdagangan dengan dolar bisa menurun.

Kerja Sama Penguatan Mata Uang Lokal, Efektifkah Perkuat Rupiah?
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Rupiah ditutup melemah 28 poin atau 0,18 persen ke posisi Rp15.601 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS akibat dipicu kekhawatiran Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Pemimpin negara ASEAN telah menyepakati penguatan Konektivitas Pembayaran Regional (Regional Payment Connectivity/RPC) dan Transaksi Mata Uang Lokal masing-masing negara (Local Currency Transaction/LCT). Kesepakatan pilar ekonomi itu terutang dari hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo yang berlangsung pada 10-11 Mei 2023.

Kedua upaya tersebut bertujuan membangun visi di antara pemimpin negara ASEAN untuk mengembangkan sektor keuangan yang stabil. Di samping juga sebagai fondasi untuk integrasi ekonomi kawasan.

“Implementasi transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antar negara sepakat untuk diperkuat, ini sejalan tujuan sentral lintas ASEAN agar ASEAN semakin kuat dan semakin mandiri,” ujar Presiden Joko Widodo pada kesempatan konferensi pers saat itu.

RPC dan LCT merupakan sarana memajukan konektivitas pembayaran regional dan mekanisme transaksi mata uang lokal masing-masing negara ASEAN. Kedua hal itu merupakan bagian dari tiga Priority Economy Deliverables (PEDs) Pilar Ekonomi Keketuaan ASEAN 2023, yang bertujuan untuk menunjukkan komitmen dan tekad bersama para pemimpin ASEAN untuk memperdalam integrasi dan stabilitas keuangan.

RPC sebagai bagian dari upaya memperkuat integrasi ekonomi kawasan memanfaatkan peluang untuk memperluas kerja sama konektivitas pembayaran di ASEAN secara multilateral. Kerja sama ini dapat memfasilitasi pembayaran lintas negara di berbagai yurisdiksi dan mempersingkat rantai pemrosesan, yang pada gilirannya memperbesar manfaat pembayaran lintas negara.

Saat ini kerja sama RPC telah membuahkan implementasi pembayaran lintas negara berbasis QR Code antara Indonesia dengan Thailand dan Malaysia.

Untuk melengkapi inisiatif konektivitas pembayaran regional, dikembangkan kerangka LCT untuk memperluas mekanisme transaksi mata uang lokal masing-masing negara ASEAN secara regional. Hal ini akan mendukung upaya ASEAN untuk memperdalam integrasi keuangan secara komprehensif.

Sebagai tindak lanjut pilar ekonomi dari hasil KTT ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo, Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand dan State Bank of Vietnam (SBV) resmi memperkuat kerja untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara. Penguatan kerja sama tersebut dilakukan melalui perluasan penggunaan mata uang lokal pada transaksi lintas batas yang lebih luas dari cakupan perdagangan dan investasi langsung (direct investment) saat ini.

Kesepakatan ini juga menunjukkan komitmen Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand untuk memperkuat kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral antar ketiga negara tersebut. Kerja sama ini menandai tonggak utama dalam memperkuat transaksi lintas negara antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

“Ketiga bank sentral meyakini bahwa hal tersebut akan memberikan kontribusi positif bagi stabilitas pasar keuangan serta pendalaman pasar keuangan dalam mata uang lokal di ketiga negara,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam pernyataanya, Jumat (25/8/2023).

Sementara State Bank of Vietnam (SBV) sepakat dan baru bergabung dalam kerja sama konektivitas pembayaran di kawasan ASEAN bersama dengan Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT).

SBV menandatangani amandemen Nota Kesepahaman (NK) di sela-sela Pertemuan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan ASEAN ke-10 pada 25 Agustus 2023 di Jakarta disaksikan Bank Sentral ASEAN 5, yang merupakan inisiator Kerja Sama Konektivitas Pembayaran Kawasan.

Bergabungnya SBV dalam kerja sama tersebut merupakan upaya perluasan dari NK Kerja Sama Konektivitas Pembayaran Kawasan yang ditandatangani oleh BI, BNM, BSP, MAS, dan BOT dalam rangkaian acara Leaders Summit pada 14 November 2022 di Bali.

Perluasan Kerja sama Konektivitas Sistem Pembayaran Kawasan merupakan tindak lanjut dari mandat Pertemuan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan ASEAN ke-9, serta menjadi salah satu capaian prioritas Keketuaan Indonesia dalam ASEAN tahun 2023.

Kerja Sama Konektivitas Sistem Pembayaran Kawasan terutama ditujukan untuk memperkuat dan mengembangkan sistem pembayaran antar negara yang lebih cepat, lebih murah, lebih transparan, dan inklusif.

NK kerja sama juga akan memayungi berbagai bentuk kerja sama, termasuk konektivitas QR dan fast payment antar negara, sehingga transaksi diharapkan dapat dilakukan dengan lebih mudah, nyaman, dan terjangkau. Kerja sama tersebut juga berpotensi membuka akses pasar bagi para pelaku usaha Indonesia ke kawasan.

Buat Ketergantungan Dolar Menurun

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengamini, kerja sama penggunaan mata uang lokal bisa membuat ketergantungan perdagangan dengan dolar bisa menurun. Harapannya tentu saja bisa mengurangi permintaan akan dolar, sehingga nilai tukar dolar terhadap rupiah bisa melemah.

Namun demikian, kata Huda, tentu tantangannya adalah perdagangan dengan negara non-ASEAN kebanyakan juga menggunakan dolar. Jadi kemungkinan ketergantungan akan dolar masih cukup tinggi.

Selain itu, ketersediaan mata uang negara ASEAN harus tercukupi juga di masing-masing negara. Sehingga kebutuhan mata uang lokal masing-masing negara bisa tercukupi.

“Sistem convert rupiah ke uang lokal masing-masing negara juga masih berdasarkan nilai tukar terhadap dolar terlebih dahulu. Begitu juga dengan mata uang lainnya. Saya malah melihat ke depannya bisa wacanakan satu mata uang di ASEAN seperti euro," ujarnya kepada Tirto, Kamis (31/8/2023).

Direktur Eksekutif Departemen Internasional, Rudy Brando Hutabarat menjelaskan, pemanfaatan mata uang lokal atau LCT ini merupakan salah satu dari tiga agenda prioritas yang dibawa BI dalam ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) beberapa waktu lalu.

“Bagaimana penggunaan LCT itu diberlakukan di negara-negara ASEAN. Itu tiga agenda prioritas yang ada di keketuaan ASEAN yang ada di jalur keuangan finance track yang diusung BI,” kata Rudy dalam pernyataanya.

Khusus untuk pemanfaatan LCT, kata Rudy, otomatis akan semakin mereduksi penggunaan dolar AS saat bertransaksi. Menurutnya ini semakin penting saat karena akan membuat biaya transaksi menjadi murah antar negara-negara kawasan.

“Menjadi lebih efisien, jadi dari transaksinya bukan saja transaksi sekarang, misal dengan Malaysia tidak dulu konversi ke dolar AS, baru kemudian ringgit, tapi bisa langsung menjadi rupiah," ucap Rudy.

Dia mengatakan, ketika seluruh transaksi antar negara semakin efisien atau murah, maka produktivitas negara-negara di ASEAN otomatis juga akan meningkat. Sehingga pada ujungnya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi masing-masing negara di kawasan.

“Dan ini membuat transaksi efisien, kalau transaksi efisien maka produktivitas akan meningkat, kalau produktivitas akan meningkat, maka tentunya pertumbuhan ekonomi negara kawasan akan semakin meningkat,” tegasnya.

Selain mampu efisiensi biaya transaksi, Rudy menilai, LCT juga mampu membuat diversifikasi mata uang dalam bertransaksi. Dengan demikian, para pengusaha tidak lagi bergantung pada satu mata uang dominan, yakni dolar AS, sehingga harga produknya tidak akan terganggu ketika ada gejolak terhadap dolar.

“Jadi seperti yang kita ketahui kalau diversifikasi dilakukan maka risiko akan semakin menurun," ucap Rudy.

Mampu Perkuat Rupiah?

Praktisi Perbankan BUMN, Chandra Bagus Sulistyo melihat, peluang penguatan rupiah semakin besar lewat penguatan kerja sama mata uang lokal dilakukan BI dengan sejumlah negara ASEAN. Karena bagaimanapun, kata dia, mata uang lokal yang disosialisasikan di sejumlah negara ini akan kelamaan jadi fundamental RI.

“Rupiah semakin banyak dipegang dan dirasakan manfaatnya oleh negara-negara Asia. Sehingga tentu saja ini lambat tahun akan memperkuat posisi rupiah di mata negara-negara ASEAN," ujarnya kepada Tirto.

Menurutnya, langkah kerja sama penguatan mata uang lokal dilakukan pemerintah dan BI menjadi salah satu dari berbagai kebijakan lainnya dalam memperkuat mata uang Garuda. Pemerintah sebelumnya juga telah menerapkan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan atau pengolahan sumber daya alam.

Penempatan DHE SDA dalam Rekening Khusus diwajibkan terhadap eksportir yang memiliki DHE SDA dengan nilai ekspor pada PPE paling sedikit 250.000 dolar AS (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.

“Dengan aturan baru yang berlaku per 1 Agustus dapat mengikat hasil ekspor yang ada sehingga nanti bisa memperkuat kondisi rupiah yang ada," kata dia.

Dalam upaya memperkuat posisi rupiah, lanjut Chandra, BI juga wajib menambah cadangan devisa hasil ekspor. Hal ini perlu agar kestabilan nilai tukarrRupiah di angka Rp15.000 tidak meningkat lagi.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2023 sebesar 137,7 miliar dolar AS. Angka ini meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2023 sebesar 137,5 miliar dolar AS.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

“Kemudian langkah berikutnya mengendalikan inflasi. Dengan pengendalian inflasi yang ada, harapannya nilai tukar rupiah kita juga akan menguat. Kemudian itu dari sisi apa yang dilakukan oleh BI,” ujarnya.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah dibuka pada perdagangan Kamis (31/9/2023) berada di posisi Rp15.227 per dolar AS. Mata uang Garuda menguat 13 poin atau 0,09 persen dari posisi sebelumnya.

Sementara pada perdagangan sore, rupiah ditutup menguat 0,07 persen terhadap dolar AS di angka Rp15.225/dolar AS. Penguatan rupiah terhadap dolar AS ini memperpanjang tren apresiasi sejak Senin pekan ini. Posisi ini juga menjadi yang terkuat sejak 11 Agustus 2023 atau 14 hari perdagangan terakhir.

Baca juga artikel terkait RUPIAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz