tirto.id - Indonesia berhasil mengekspor telur ke Singapura, dengan total nilai ekspor sebesar 101 ribu dolar Singapura atau setara Rp1,15 miliar (asumsi kurs Rp11.277 per dolar Singapura). Ada sebanyak 557 ribu butir telur ayam konsumsi diekspor ke Singapura.
Ekspor telur tersebut merupakan pengiriman ke-16 dari rencana pengiriman sebanyak 9,3 juta butir senilai 1,72 juta dolar Singapura atau setara Rp19,4 miliar sampai dengan akhir 2023.
Singapura salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL mengatakan, pihaknya berupaya dan berhasil membuka akses pasar telur ke Singapura sejak Mei 2023.
“Hari ini kita bersama Charoen Pokphand, melakukan akselerasi sekaligus membuktikan bahwa produk produk pertanian kita memiliki ruang dan market di pasar ekspor, ini harus kita apresiasi, karena tidak mudah untuk masuk pasar ekspor luar negeri, seperti Singapura ataupun Jepang,” katanya dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8/2023).
Di tengah gencarnya Indonesia melakukan ekspor telur ke Singapura, SYL pun menjamin ekspor telur kali ini tidak akan mengganggu pemenuhan kebutuhan telur di Tanah Air. Dia pun menegaskan, produksi telur nasional dari tahun ke tahun selalu mengalami pertumbuhan, sehingga prognosa produksi telur tahun ini dipastikan surplus.
SYL mengklaim telur ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang mampu swasembada dan relatif mudah diakses. Artinya, selama ini kebutuhan telur di Indonesia mampu dipenuhi dari produksi dalam negeri.
“Dari total produksi dan jumlah kebutuhan kita, masih ada sisa kurang lebih hampir 300 ribu ton untuk tahun ini, dari sisa ini yang kemudian kita coba dorong ke pasar ekspor, salah satunya Singapura," ungkapnya.
Senada dengan Syahrul, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah mengungkapkan, produksi telur (ras, kampung dan itik) selama kurun waktu 2017-2022 rata-rata tumbuh 4 persen per tahun.
Berdasarkan prognosa kebutuhan telur nasional 2023, produksi telur ayam ras diperkirakan mencapai 6,12 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi sebesar 5,88 juta ton.
“Dengan demikian, secara total neraca telur ayam ras nasional 2023, apabila ditambah dengan stok 2022 sebesar 43.907 ton, maka diperkirakan mengalami surplus sebesar 279.492 ton," jelas Nasrullah.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Komisaris PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) T Hadi Gunawan mengungkapkan, ekspor ini berjalan melalui proses audit dan penilaian yang dilakukan oleh Singapura Food Agency (SFA), pada 5 April 2023. SFA menyetujui Indonesia untuk melakukan ekspor telur konsumsi ke Singapura.
"Sejak 2017 hingga saat ini, ekspor PT CPI telah berhasil menembus 5 negara dengan mengirimkan sebanyak 998 kontainer senilai Rp163 miliar dan dengan pengiriman ekspor hari ini ada 2 kontainer, sehingga genap menjadi 1.000 kontainer," terang Hadi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Kementerian Pertanian, kinerja ekspor komoditas peternakan pada periode Januari-Juli 2023 angka sementara senilai 790,7 juta dolar AS atau setara Rp11,8 triliun dengan pertumbuhan nilai ekspor meningkat sebesar 9,56 persen dan pertumbuhan volume ekspor meningkat 15,36 persen dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Kemudian, realisasi ekspor unggas 2022 sebanyak 1.499 ton dengan nilai 3,8 juta dolar AS atau meningkat 47 persen dibandingkan pada 2021, dengan negara tujuan ekspor ke Singapura, Jepang, Papua New Guinea, Timor Leste, Myanmar, Bangladesh dan Filipina.
Ekspor Telur ke Singapura Dinilai Menguntungkan
Presiden Peternak Layer Indonesia Ki Musbar Mesdi menuturkan, telur yang di ekspor ke Singapura merupakan jenis telur yang premium seperti mengandung omega 3. Sedangkan, jenis telur yang sebagian besar diproduksi oleh peternak lokal hanyalah jenis telur biasa.
"Kalau yang mengirimkan itu adalah telur konsumsi yang kelas premium, jadi yang telur omega 3 jadi bukan telur konsumsi yang biasa. Telur konsumsi premium kan ada macam-macam ada telur konsumsi premium omega 3, ada yang omega berapa-berapa dengan berbagai merek kan sekarang," ucap Ki Musbar kepada Tirto, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Ki Musbar menilai, ekspor telur yang dilakukan pemerintah ke Singapura terbilang menguntungkan. Karena, secara hitung-hitungan telur premium yang dijual di luar negeri lebih mahal ketimbang di Indonesia.
"Kalau yang telur premium, yang dijual di Indonesia itu average harganya Rp3.000 sampai Rp3.500 untuk telur premium. Tapi kalau dia telurnya itu adalah telur biasa konsumsi, kalau yang diterima masyarakat itu harganya Rp36.000 aja misalnya. Artinya, kalau kita balikan ke 16 butir, artinya 1 butir Rp2.000 per butir. Jadi, otomatis kalau dijual ke luar negeri ya pasti lebih untung lah lebih menjanjikan," sambungnya.
Kendati begitu, untuk melakukan ekspor pangan seperti telur ke negara lain, menurut Ki Musbar, perlu melalui banyak proses yang ketat. Apalagi, Singapura yang notabene saat ini telah menjadi barometer Asia soal kualitas pangan.
"Memang kalau untuk konsumsi luar negeri ya kualitas-kualitas premium lah yang untuk daging dan telur yang bisa diterima disana terutama Singapura. Singapura itu barometer untuk Asia, siapa yang bisa masuk Singapura, nah artinya akan dipercaya oleh negara-negara lain," bebernya.
Hal ini membuat Indonesia nantinya akan lebih dipercaya oleh negara maju. Bahkan tidak hanya telur, kesempatan itu juga terbuka untuk daging ayam hingga bahan pokok (bapok) berbasis unggas lainnya.
"Sehingga negara-negara maju yang kekurangan pangan tidak ragu-ragu lagi nanti untuk melakukan impor bahan pangan kita, bapok kering kita yang berbasis unggas lebih banyak, karena itu satu nilai yang tambah bagi negara kita," ungkapnya.
Keberhasilan Indonesia dalam mengekspor telur ke Singapura dipengaruhi tiga faktor. Pertama, adanya perbaikan dari manajemen peternakan, bebas antibiotik, dan produk yang dikeluarkan berkualitas baik. "Betul-betul berkualitas baik itu baru bisa diterima disana, Singapura," terangnya.
Kurangi Kompetisi Korporasi dengan UMKM
Ki Musbar berujar bahwa, dengan adanya ekspor telur yang dilakukan Indonesia ke Singapura dapat mengurangi kompetisi antara korporasi dengan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Tidak ada dampak buruknya, yang jelas kan mengurangi kompetisi antara korporasi dengan industri UMKM, industri seperti peternak mandiri. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara pasti," bebernya.
Ki Musbar justru bangga dengan pencapaian perusahaan korporasi yang akhirnya mampu menembus pasar ekspor ke Singapura. Hal ini bahkan dapat menjadi pembangkit semangat bagi para UMKM agar bisa mengikuti atau melampaui pencapaian korporasi.
"Memang kalau melihat kondisi bahwa korporasi terkemuka bisa jatuh ke pasar Singapura itu perlu diacungi jempol lah. Dan itu memotivasi semua pelaku usaha dalam negeri," imbuhnya.
Catatan Penting bagi Pemerintah
Peneliti ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda memberikan catatan penting terkait dengan keberhasilan ekspor pangan tersebut. Perlu diingat, kenaikan harga telur pernah terjadi berbulan-bulan lamanya akibat stok menipis.
Untuk itu, dia mengingatkan, jangan sampai ambisi ekspor telur mempengaruhi stok dalam negeri sehingga nantinya berujung pada mahalnya harga telur dalam negeri.
"Klaim stok dalam negeri yang aman patut dipertanyakan. Saya khawatir ekspor ini akan mempengaruhi stok dalam negeri yang pada ujungnya harga akan menjadi mahal," ungkap Huda saat dihubungi Tirto, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Menurutnya, harga telur saat ini cenderung fluktuatif dan meningkat bahkan mencapai Rp40 ribu di beberapa daerah. Penyebabnya diantara lain ialah harga pakan yang mahal seperti jagung.
"Serta kelangkaan ayam petelur yang menyebabkan supply telur ikut terbatas," ungkapnya.
Di saat pemerintah melakukan ekspor telur ke Singapura, Huda menyarankan pemerintah agar selalu menjaga harga telur agar tidak terlampau tinggi, dengan cara menekan harga pakan yang mahal.
"Agar menjadi insentif bagi peternak telur ayam sehingga mau meningkatkan produksinya. Ketika harga telur mahal, yang terjadi permintaan akan turun dan menjadi disinsentif. Maka dari itu perlu keseimbangan pasar. Supply dan demand ketemu di titik yang pas," pungkasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang