tirto.id - Pemerintah mulai melaksanakan studi untuk perpanjangan jalur kereta api cepat dari Bandung hingga ke Surabaya. Pembangunan tahap kedua ini rencananya akan melewati rute Yogyakarta - Solo, hingga stasiun pemberhentian akhir di Surabaya.
Panjang rel Kereta Cepat Jakarta-Surabaya diperkirakan akan memiliki jarak sama dengan jalur Kereta Api Jakarta-Surabaya saat ini yakni kurang lebih sejauh 720 km. Namun waktu tempuhnya akan lebih efisien yang semula 9 jam menjadi sekitar 4 jam saja.
“Nama tetap Kereta Cepat Jakarta-Bandung, namun nantinya kereta ini tetap kita programkan sampai Surabaya melewati Yogyakarta," kata Direktur Jenderal Perkeretaapian, Mohamad Risal Wasal dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bahkan menyampaikan, preliminary study kelanjutan proyek kereta cepat Bandung hingga ke Surabaya akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Luhut mengklaim pemerintah akan melakukan banyak penghematan untuk proyek ini. Karena, hilirisasi di dalam negeri membuat Indonesia tak perlu lagi mengimpor banyak material.
“Ini saya kira loncatan teknologi karena tadi Pak Liu (China Railway President Director) juga berbicara dengan kami. Nanti akan kami laporkan ke Presiden preliminary study untuk Bandung sampai ke Surabaya," jelas Luhut di Stasiun KCJB Halim, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Luhut membuka kemungkinan China kembali masuk dalam daftar negara yang akan diajak untuk menggarap proyek kereta cepat. Terlebih yang paling banyak memproduksi kereta api cepat di dunia saat ini masih dipegang oleh China.
“Kalau kita lihat sekarang yang paling banyak memproduksi kereta api cepat di dunia kan Tiongkok, 40.000 km. Jadi cost [biaya] dia pasti lebih murah,” ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengamini terwujudnya proyek kereta cepat hingga ke Surabaya. Menurutnya rencana penambahan jalur kereta cepat ini sudah menjadi program jangka panjang pemerintah.
“Kereta Cepat Jakarta - Surabaya lewat Cirebon dan Semarang sudah dikaji oleh JICA tahun 2008. Tapi hingga sekarang memang belum terwujud, meski direncanakan beroperasi 2015," ujarnya.
Indonesia dan Japan International Cooperation Agency (JICA) diketahui sempat meneken Summary Record On The Java North Line Upgrading Project pembangunan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya.
Kerja sama itu menegaskan komitmen Indonesia untuk menggandeng Jepang sebagai investor sekaligus penggarap megaproyek dengan biaya Rp80-120 triliun itu, ketimbang China yang sebenarnya juga menginginkannya.
Meski Jepang sudah terpilih, toh kesepakatan kedua negara ini menarik untuk dibicarakan. Apalagi jika dikaitkan dengan tersingkirnya China.
Faktanya China pernah beberapa kali menggarap proyek prestisius dari pemerintah Indonesia. Pada Oktober 2015, misalnya, China-lah yang memenangkan tender proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang saat ini hampir rampung.
"Yang penting, bagaimana cara mengatasi masalah itu, sehingga mendapat solusi terbaik dan bisa bermanfaat," ujar Djoko.
Langkah Terburu-buru
Di tengah ambisi besar pemerintah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira justru meminta tidak terburu-buru melanjutkan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Apalagi pendanaan dan kontraktornya berasal dari China.
"Fakta di Jakarta Bandung saja cost overrun besar sekali bebannya dan ternyata tidak bisa dikerjakan lewat mekanisme B2B," ujar Bhima kepada reporter Tirto.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini awalnya diperkirakan menelan biaya Rp86,67 triliun. Tapi belakangan terjadi pembengkakan atau cost overrun (kelebihan biaya) menjadi Rp114,24 triliun pada tahun 2021.
Sementara komposisi pembiayaan proyek ini adalah 75 persen berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China. Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60 persen dan 40 persen berasal dari konsorsium China.
Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun. Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat. Hanya saja, bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4 persen per tahun dengan tenor selama 30 tahun.
"Saya pikir sudah cukup pelajaran Jakarta Bandung mahal sekali buat ekonomi Indonesia. Kasihan generasi mendatang yang akan menanggung pinjaman dan bunga, apalagi kalau proyek secara hitung hitungan ekonomi tidak layak," ujarnya.
Lebih Efisien?
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah punya pandangan lain. Menurutnya perpanjangan jalur kereta cepat dari Bandung sampai ke Surabaya bisa menjadi satu hal yang efisien terlepas dari biaya investasi yang dikeluarkan proyek ini mahal.
“Kita tahu investasi di kereta cepat besar banget. Investasi yang besar ini diyakini sekarang ini tidak akan bisa kembali dengan cepat. Karena kalau dia hanya melayani Jakarta-Bandung sangat sangat tidak efisien. Sepakat kita itu," kata Piter saat dihubungi Tirto.
Jangan sampai, lanjut Piter, aset kereta api cepat dimiliki Indonesia itu tidak efisien karena hanya sampai dengan Bandung saja. Sehingga memang perlu diteruskan kembali hingga ke Surabaya.
"Jadi setidaknya dua hal negatif tadi bisa kita kurangi. Mahalnya sudah tidak bisa kita hindarkan lagi, tapi kita bisa menghilangkan yang tidak efisiennya," ujarnya.
Piter mengatakan, jika kereta api cepat ini sudah efisien, maka dalam jangka panjang bisa menutupi biaya investasi yang mahal. "Jadi kesimpulan ingin saya sampaikan saya sangat mensupport dan mendukung pemerintah mempercepat kembali kereta api cepat Jakarta - Bandung – Surabaya,” kata dia.
Untuk diketahui, Kereta Cepat Jakarta-Bandung saat ini memiliki empat stasiun pemberhentian, yaitu Stasiun Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar, dengan total panjang lintasan 142,3 kilometer (km). Total panjang lintasan tersebut tergolong "pendek" bila dibandingkan dengan jalur kereta cepat yang ada di negara-negara maju.
China menjadi negara pertama dengan lintasan kereta cepat terpanjang di dunia berdasarkan data hingga per 2023. Diikuti Spanyol 3.330 km, Jepang 3.041 km, Prancis 2.734 km, dan Jerman 1.571 km. Lintasan kereta cepat di China pun masih terus berkembang hingga sekarang. Sampai akhir 2021, panjang lintasannya tercatat sudah bertambah menjadi 37.900 km.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz