tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong PT Pertamina (Persero) investasi di Kenya senilai 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp22,9 triliun. Investasi tersebut diarahkan untuk pengembangan panas bumi atau geothermal dan sektor lain, termasuk juga energi baru terbarukan.
Pertamina melalui dua anak usahanya, Pertamina International Exploration and Production (PIEP) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE) memang tengah membidik investasi di sektor energi. Perseroan akan menggandeng Geothermal Development Company dan Guma Group.
"Untuk itu, saya minta dukungan Kenya agar investasi Pertamina dengan Geothermal Development Company senilai 1,5 miliar dan dengan Guma Group dapat segera terealisasi dan diperluas di bidang energi baru dan terbarukan serta perlunya dibentuk Bilateral Investment Treaty antar kedua negara,” kata Jokowi saat menyampaikan pernyataan pers bersama dengan Presiden Kenya William Ruto di State House, Kenya.
Kepala Negara menyebut, Indonesia dan Kenya telah memiliki kedekatan historis sejak lama. Oleh sebab itu, Jokowi menyampaikan bahwa dalam kunjungannya ke Kenya, ia membawa semangat untuk memperkuat kerja sama antarnegara selatan global seperti saat Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung pada 1955.
“Spirit ‘Bandung’ inilah yang saya bawa ke Kenya, spirit untuk memperkokoh kerja sama antara negara-negara the global south,” ucapnya kepada Presiden Kenya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga memaparkan bahwa hubungan antara Indonesia dan Kenya terus makin erat melalui politik luar negeri Indonesia yang memberikan perhatian khusus terhadap kawasan Afrika dalam sembilan tahun terakhir.
“Indonesia juga terus berkomitmen untuk perkuat kerja sama dengan Kenya,” ujarnya.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina membuka segala peluang untuk bekerja sama, khusus di Kenya. Pertamina juga telah menandatangani nota kesepahaman di bidang geothermal dan penjajakan kerja sama strategis di sektor upstream hingga downstream.
“Kerja sama antara Pertamina dengan mitra di Kenya menunjukkan komitmen semangat hubungan Asia-Afrika sebagai bagian dari spirit Konferensi Asia-Afrika 1955. Kerja sama di bidang energi merupakan salah satu kerja sama utama hasil dari kunjungan Bapak Presiden Jokowi ke Kenya,” ungkap Nicke.
Nicke menyebut Kenya merupakan negara dengan potensi energi yang besar, baik dari sektor hulu hingga sektor geothermal. “Ini merupakan langkah awal bagi Pertamina untuk masuk ke Kenya untuk mengembangkan potensi bisnis yang bisa bermanfaat tentunya untuk kedua belah pihak,” ucap Nicke.
Di Kenya, sebagai negara pertama yang dikunjungi Jokowi, Pertamina melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE) juga telah menandatangani Nota Kesepahaman (Memo of Understanding/MoU) dengan Africa Geothermal International Limited (AGIL) pada Minggu (20/8/2023), untuk pengembangan teknologi dan pemanfaatan sumber daya panas bumi.
Dengan kerjasama tersebut, PGE akan memiliki peluang untuk mempelajari pengembangan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi panas bumi untuk diimplementasikan di Indonesia, sekaligus berekspansi dalam pengembangan geothermal di Kenya.
Dalam bisnis hulu, anak usaha subholding, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) juga menjajaki potensi kerjasama dengan National Oil Corporation of Kenya (NOCK). Penjajakan ini menjadi langkah awal footprint Pertamina hulu di luar negeri, sehingga memperkuat ketahanan energi nasional.
"Spirit bring the barrel home, footprint Pertamina di sektor hulu untuk meningkatkan produksi, agar bisa diolah di kilang milik Pertamina di dalam negeri,” tambah Nicke.
Bentuk Keseriusan Pemerintah
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga Radiandra menilai, rencana investasi panas bumi di Kenya, menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam mendorong Pertamina melalui PGE dalam pengembangan EBT. Tentunya, hal ini menjadi menarik karena tidak hanya di dalam negeri, namun mulai ekspansi ke luar negeri.
"Hal ini tentunya terkait beberapa hal ya, kami melihat ada tiga hal utama," kata Daymas kepada Tirto, Selasa (23/8/2023).
Pertama, ini merupakan langkah strategis PGE sebagai entitas yang telah melakukan Initial Public Offering (IPO) untuk diversifikasi portofolio pengembangan panas bumi di luar Indonesia. Kedua, langkah ini juga dinilai sebagai wujud kemitraan strategis dengan Kenya yang tidak menutup kemungkinan akan membuka peluang-peluang baru lainnya di masa depan.
"[Ini juga] salah satu inisiatif pemerintah dalam mendorong diplomasi ekonomi dengan negara-negara di Afrika," pungkas dia.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Julfi Hadi menjelaskan, MoU dengan AGIL merupakan langkah strategis PGE untuk pengembangan teknologi dan pemanfaatan sumber daya panas bumi di mancanegara.
"Longonot memiliki keunggulan lokasi dan letak geologis yang menjadikannya sebagai prospek yang menarik. Melalui kolaborasi ini, PGE memiliki kesempatan untuk ikut andil dalam pengembangan energi baru terbarukan, sekaligus sebagai upaya kami untuk menjadi produsen geothermal global,” ujarnya.
Julfi menambahkan, Afrika merupakan episentrum baru pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang baik. Dalam bidang pengembangan panas bumi, Kenya menjadi negara terdepan di kawasan Afrika dengan kapasitas terpasang sebesar 865 MW dan berada di posisi ke-7 dalam peringkat global.
Sebagai produsen panas bumi, dia mengungkapkan, PGE maupun AGIL memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat mumpuni dalam pengembangan geothermal sebagai energi terbarukan.
"Tentunya kami berharap kolaborasi dalam bentuk kerjasama pengembangan panas bumi ini dapat meningkatkan eksposur bisnis kedua belah pihak," ujarnya.
Saat ini Indonesia memiliki 2.356 MW kapasitas terpasang dan 80 persen diantaranya atau sekitar 1.877 MW berasal dari wilayah kerja PGE dimana 672 megawatt (MW) dikelola langsung PGE. PGE menargetkan pengembangan kapasitas terpasang yang dioperasikan sendiri hingga 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ke depan.
Sebagai negara yang berada di kawasan cincin api (ring of fire), Indonesia memang dianugerahi sumber daya alam yang melimpah salah satunya adalah panas bumi. Di mana sebanyak 40 persen cadangan panas bumi dunia ada di Indonesia.
Menurut data ThinkGeoEnergy, Indonesia memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar kedua di dunia yaitu mencapai 2.133 megawatt (MW) pada 2020. Jumlah tersebut menyumbang 3,01 persen pembangkit listrik nasional.
Sementara Amerika Serikat menempati urutan teratas negara dengan kapasitas PLTP terbesar dunia sebesar 3.714 MW. Filipina menempati urutan ketiga dengan kapasitas PLTP sebesar 1.918 MW.
Kapasitas pembangkit listrik panas bumi global mencapai 15.608 MW pada akhir 2020. Situasi pandemi memperlambat pembangunan PLTP baik untuk pengeboran, konstruksi, hingga menempatkan pekerja di lokasi proyek.
"Kami optimistis, upaya strategis Pertamina Geothermal Energy di Afrika ini dapat mendukung target Perseroan dalam meningkatkan kapasitas terpasang, memperluas portofolio energi bersih secara internasional dalam rangka mencapai aspirasi perusahaan energi bersih dunia serta mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada sumber energi fosil,” tambah Julfi.
Langkah Keliru?
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai langkah Jokowi mendorong Pertamina bekerja sama dengan Guma Group dan berinvestasi 1,5 miliar dolar AS untuk mengembangkan geotermal di Kenya keliru dan tak perlu. Sebab, menurutnya, tidak ada manfaatnya bagi kepentingan ketahanan energi nasional.
"Lantaran energi panas bumi tidak bisa diimpor ke Indonesia. Jauh lebih tepat Pertamina serius mengembangkan banyak potensi geotermal di dalam negeri untuk menekan emisi gas buang, itu pun jika Pertamina punya uang," ungkap Yusri kepada Tirto, Rabu (23/8/2023).
Faktanya, kata Yusri, untuk proyek RDMP (Refinery Develoment Master Plan) dan GRR (Grass Root Refinery) beberapa kilang dalam negeri saja belum tuntas pendanaannya. Termasuk proyek infrastruktur Pertamina lainnya seperti terminal BBM, terminal Refrigerated LPG dan terminal Regasifikasi LNG serta jaringan gas kota (jargas).
Sementara itu, berkaca pada investasi Pertamina di luar negeri berupa Participacing Interest atau PI di 13 negara untuk mengelola blok migas untuk mendukung ketahanan energi nasional hasilnya juga tidak signifikan. Padahal, perseroan telah menggelontorkan puluhan miliar dolar AS.
"Total produksi minyak yang diperoleh dari 13 negara hanya sekitar 100.000 barel per hari, itu pun tidak semua minyak mentahnya dapat dipasok ke kilang Pertamina karena pertimbangan efisiensi," beber Yusri.
Produksi minyak di 13 negara investasi Pertamina itu, menurut Yusri, jauh tak sebanding dengan investasi Pertamina mengelola Blok Rokan yang produksinya di level 160.000 barel per hari.
Yusri lantas meminta agar Jokowi berhenti melakukan pencitraan dan fokus menugaskan Pertamina membangun infrastruktur migas di dalam negeri saja.
"Jadi sudahlah, hentikan pencitraan yang tak perlu itu, tugaskan Pertamina fokus dalam negeri saja, apalagi dugaan 'hengki pengki' sangat kental terhadap proyek Pertamina di luar negeri yang sulit dideteksi oleh BPK, BPKP dan aparat penegak hukum," ujar Yusri.
Kecuali, kata Yusri, yang dikembangkan di Kenya itu adalah blok Migas produksi. "Setidaknya ada manfaatnya untuk kepentingan energi dalam negeri," pungkas Yusri.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang