Menuju konten utama

Menelaah Hak Imunitas Advokat dalam Kasus Kamaruddin Simanjuntak

Kamaruddin Simanjuntak sebut penetapan tersangka dirinya dalam kasus pencemaran nama baik oleh Bareskrim Polri, bermuatan politis.

Menelaah Hak Imunitas Advokat dalam Kasus Kamaruddin Simanjuntak
Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak (tengah) menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Penetapan pengacara Kamaruddin Simanjuntak sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik memunculkan pertanyaan. Sebab, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dianggap menyalahi UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kamaruddin menjadi tersangka buntut laporan Direktur Utama PT Taspen (Persero) ANS Kosasih, lewat kuasa hukumnya, Duke Arie.

Hal tersebut mengacu pada Pasal 16 UU 18/2003 yang menyatakan “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.” [PDF]

Kasus yang dialami Kamaruddin bermula dari laporan ANS Kosasih selaku Direktur Utama PT Taspen ke Polres Metro Jakarta Pusat dengan nomor LP/B/1966/IX/SPKT/POLRES METROPOLITAN JAKPUS/POLDA METRO JAYA tertanggal 5 September 2022.

Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dalam perkara pembunuhan berencana yang melibatkan Ferdy Sambo Cs itu, dilaporkan terkait pernyataan dalam sebuah potongan video yang beredar di media sosial. Dalam video itu, Kamaruddin menyebut Kosasih mengelola dana capres sebesar Rp300 triliun hingga terlibat pernikahan gaib.

Pernyataan itu disampaikan Kamaruddin diklaim sebagai bagian dari tugas profesinya untuk membela kliennya, Rina Lauw yang merupakan istri ANS Kosasih.

Kuasa hukum ANS Kosasih, Duke Arie Widagdo mengatakan, Kamaruddin dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik melalui Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Singkat cerita, Bareskrim Polri menetapkan Kamaruddin sebagai tersangka kasus itu pada Rabu, 9 Agustus 2023. Pada Senin (14/8/2023), Kamaruddin menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik itu.

Pemeriksaan Kamaruddin kala itu diinformasikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan. Di sisi lain, jenderal bintang satu itu memastikan proses hukum sudah berjalan sesuai prosedur dan tidak ada unsur kriminalisasi.

“Terhadap perkara ini adalah berdasarkan laporan polisi dengan pelapor saudara AK tanggal 5 September 2022. Tahapan-tahapan penyelidikan dan penyidikan sudah dilalui sesuai prosedur, jadi tidak ada dari pihak penyidik mengkriminalisasi yang bersangkutan," jelas Ramadhan.

Kamaruddin Menuding Kasusnya Politis

Kamaruddin Simanjuntak menganggap, penetapan tersangka terhadap dirinya dalam kasus pencemaran nama baik itu oleh Bareskrim Polri, bermuatan politis. “Saya mengatakan bahwa ini adalah kasus politis,” kata Kamaruddin saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (23/8/2023).

Ia lantas mempertanyakan penanganan kasus itu yang semula dilapor di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, kemudian diambil alih Bareskrim Polri. Padahal, idealnya, kata dia, harusnya kasus itu ditangani Polda Metro Jaya.

“Diambil alih oleh Mabes. Saya dilaporkan di Polres. Kalaupun diambil alih, harusnya Polda, tapi ini langsung ke Mabes," ucap Kamaruddin.

Di sisi lain, saat kasus itu masih dalam tahap penyidikan dan mempertemukan pelapor dan terlapor, ia sempat mengatakan pernyataannya yang dianggap mencemarkan nama baik itu masih dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai advokat.

“Kami diundang, pelapor dan terlapor, saya katakan 'saya menjalankan profesi advokat, saya membela istri dan anaknya," tutur Kamaruddin.

Kamaruddin Simanjuntak

Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.)

Bagaimana Hak Imunitas Advokat dalam Kasus Kamaruddin?

Praktisi hukum, Happy Sihombing memandang, seorang advokat memiliki hak dan kewajiban untuk membela kepentingan kliennya sebagaimana diatur dalam UU Advokat. Pasal 14 dan 15 UU Advokat, kata dia, dijelaskan bahwa seorang advokat bebas mengeluarkan pendapat demi kepentingan membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya.

Pasal 14 dalam UU itu menyatakan “Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”

Kemudian, Pasal 15 berbunyi “Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”

“Kalau kita mengacu pada Pasal 14 UU Advokat itu, berbicara tentang mengeluarkan pendapat. Advokat itu bebas mengeluarkan pendapat dan pernyataan dalam membela perkara. Membela perkara jangan diartikan hanya di persidangan. Harus diartikan secara luas,” kata Happy kepada reporter Tirto, Rabu (23/8/2023).

Menurut Happy, Kamaruddin memang mengeluarkan pendapat di luar pengadilan. Namun, ia menilai, sepanjang masih berpegang teguh pada kode etik dan profesi, pernyataan Kamaruddin sah-sah saja.

“Jadi, kalau pendapatnya itu masih dalam koridor kode etik profesi dan peraturan perundangan-undangan, saya kira dia tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. Kalau memang pendapat atau perkataan dia [Kamaruddin] dalam membela perkara kliennya, saya kira dia tidak bisa otomatis semena-mena menjadi tersangka,” ucap Happy.

Ia memandang, semestinya jika memang Kamaruddin diduga melanggar kode etik, maka harusnya diadukan ke organisasi tempatnya bernaung, bukan ujug-ujug langsung ke pihak kepolisian.

Hal senada diungkapkan advokat anggota Peradi, Petrus Salestinus. Ia memandang, penetapan tersangka terhadap Kamaruddin oleh Bareskrim Polri, tampak sebagai sikap yang berlebihan, dipaksakan dan beraroma pesanan.

Menurut Petrus, meskipun alasan pemberian status tersangka dimaksud karena diduga melakukan tindak pidana berupa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau yang tidak lengkap, ia mengerti. Namun, kata dia, faktanya tidak semua unsur pidana dalam Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 itu terpenuhi terutama unsur berita bohong dan menimbulkan keonaran.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) itu mengatakan, apa yang dinyatakan oleh Kamaruddin adalah dalam kapasitas sebagai kuasa hukum Rina Lauw (istri ASN Kosasih) dalam perkara rumah tangga melawan suaminya. Oleh karena itu, segala informasi yang dimiliki dan diekspose ke publik, adalah informasi yang diperoleh dan dimiliki secara sah dan sangat relevan untuk dirilis demi kepentingan pembelaan klien dan demi kepentingan umum yang lebih besar yang harus dilindungi.

“Informasi yang dimiliki advokat Kamaruddin adalah informasi tentang perilaku seorang pejabat publik yang wajib dikontrol, terlebih-lebih oleh karena Saudara ASNK adalah Dirut PT Taspen yang disebut-sebut mengelola dana publik dalam jumlah Rp300 triliun dan terindikasi akan diselewengkan untuk kepentingan lain yang bersifat kehidupan glamor di luar tujuan Taspen,” kata Petrus saat dihubungi reporter Tirto.

Di sisi lain, kata dia, informasi yang dimiliki dan disampaikan oleh Kamaruddin adalah informasi yang sudah diverifikasi kepada kliennya, yaitu Rina Lauw dan juga pihak terkait lainnya, terlebih-lebih oleh karena terdorong oleh muatan kepentingan umum yaitu perlindungan terhadap dana publik yang disebut-sebut jumlahnya sebesar Rp300 triliun untuk keperluan capres tertentu pada 2024.

Permasalahannya, kata Petrus, apakah ketika Kamaruddin membuka informasi tentang perbuatan ANS Kosasih terkait dugaan penyalahgunaan uang Rp300 triliun untuk pilpres kepada publik saat itu. Lalu, apakah Kamaruddin sedang melakukan tugas pembelaan kepada Rina Lauw atau di luar tugas pembelaan?

Menurut Petrus, pada titik inilah perbedaan tafsir akan muncul dalam cara pandang yang berbeda antara penyidik dengan Kamaruddin. Sebab, di mata penyidik, pengertian pembelaan di luar pengadilan itu adalah di kepolisian dan kejaksaan, sehingga tidak berlalu kalau di hadapan media atau obrolan di warung kopi.

“Pada sisi yang lain, terdapat aspek pidana KDRT di mana faktor perlindungan terhadap perempuan dan anak yang diterlantarkan bahkan mengalami KDRT oleh orang terdekatnya yaitu ASN Kosasih (suaminya dan/atau orang tua ayah dari anaknya sendiri), harus diprioritaskan penanganan dan perlindungannya,” kata Petrus.

Petrus memandang, Bareskrim Polri tampak lebih condong bersikap memberikan perlindungan kepada ASN Kosasih, sehingga Kamaruddin disasar dengan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946. Menurutnya, dua pasal itu merupakan pasal aksesoris yang belum terpenuhi unsur-unsur pidananya.

“Informasi yang di-publish oleh Kamaruddin Simanjuntak, harus dipandang ditujukan kepada publik dan kepada insan penegak hukum dalam rangka mengawal dan mengontrol pengelolaan uang negara, oleh karena fakta membuktikan bahwa setiap memasuki tahun perhelatan pemilu dan pilpres selalu saja ada uang negara yang jadi korban dijebol untuk kepentingan politik pada pemilu dan pilpres,” kata Petrus.

Baca juga artikel terkait KAMARUDDIN SIMANJUNTAK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz