Menuju konten utama
Uji Materi UU Pemilu

Polemik Uji Materi Usia Capres Maksimal 70 Tahun: Siapa Untung?

Permohonan uji materi pembatasan usia capres-cawapres maksimal 70 tahun dinilai punya muatan politik. Siapa yang diuntungkan?

Polemik Uji Materi Usia Capres Maksimal 70 Tahun: Siapa Untung?
Ilustrasi Capres-Cawapres. tirto.id/Quita

tirto.id - Permohonan uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi kembali menjadi perhatian publik. Setelah muncul permohonan judicial review ambang batas minimum usia calon presiden-wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun, kini muncul permohonan tentang batas tertinggi usia capres-cawapres maksimal 70 tahun.

Hal tersebut terungkap setelah kelompok dengan nama Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM mengajukan uji materi terhadap Pasal 169 huruf d, dan huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Mereka menguji dengan dasar Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa capres dan cawapres harus tidak menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara rohani dan jasmani dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden.

Sebagai catatan, Pasal 169 huruf d UU Pemilu mengatur bahwa persyaratan capres maupun cawapres adalah tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya. Sementara itu, huruf q mengatur bahwa usia paling rendah capres dan cawapres adalah 40 tahun.

Pemohon mengajukan uji materi karena ingin ketegasan agar capres dan cawapres tidak memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis, hingga penghilangan nyawa secara paksa. Mereka ingin aturan tersebut lebih tegas diatur di UU Pemilu demi mencegah terpilihnya presiden dan wakil presiden dengan rekam jejak tersebut.

Sementara terkait batasan umur, pemohon mengacu pada batas umur di lembaga tinggi lain seperti hakim Mahkamah Konstitusi maupun ketua, wakil ketua dan hakim agung Mahkamah Agung yang mayoritas usia maksimal adalah 70 tahun.

Sontak, uji materi ini direspons beragam. Ada yang mendukung, sebagian tidak peduli, dan tak sedikit yang menolaknya. Salah satunya adalah politikus Partai Gerindra. Sebab, judicial review ini berpotensi merugikan Prabowo Subianto sebagai bakal capres dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Prabowo yang lahir pada 17 Oktober 1951 saat ini sudah berusia 71 tahun. Artinya, bila uji materi dikabulkan MK, maka kesempatan menteri pertahanan itu maju Pilpres 2024 terancam gagal.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Habiburokhman menilai, permohonan uji materi tersebut ingin membatasi hak konstitusional seseorang. “Itu yang saya bilang bisa jadi gugatan ini, gugatan pertama yang petitumnya secara prinsip ingin membatasi hak konstitusional,” kata Habiburrokhman di Komplek DPR/MPR RI pada Selasa (22/8/2023).

Meski menyebut membatasi hak orang, tapi Habiburrokhman tetap mempersilakan pemohon untuk menguji materi di MK. Ia beralasan, hal tersebut adalah hak konstitusional seseorang untuk menguji undang-undang.

“Saya ini praktisi [hukum] sebelum di DPR, saya di MK mungkin belasan tahun. Saya paham sekali di konstitusi, MK adalah tempat orang mencari keadilan konstitusi,” kata dia.

Dinilai Kental Motif Politik

Analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin menilai, adanya motif politik dari permohonan uji materi ini. Ia juga tidak memungkiri permohonan tersebut bisa saja berupaya membangun persepsi publik.

“Pesan politik yang terkandung dalam permohonan ini mungkin berhubungan dengan mencoba untuk memengaruhi persepsi publik mengenai kualifikasi dan kemampuan kandidat yang lebih tua untuk memimpin,” kata Alvin kepada reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).

Pengajuan gugatan tersebut memang dikaitkan dengan proses pencapresan Prabowo Subianto. Sebab, selain soal usia Prabowo yang sudah mencapai 71 tahun, pria kelahiran 17 Oktober 1951 itu juga kerap dikaitkan dengan isu dugaan pelanggaran HAM berat lewat kasus penculikan aktivis 98.

Alvin menilai, permohonan tersebut akan berdampak besar bila dikabulkan. Menurut dia, tidak hanya berdampak kepada Prabowo sebagai bakal calon, tapi juga berpotensi memiliki dampak lebih luas terhadap konstelasi politik pada Pemilu 2024.

“Dalam konteks ini, partai atau kandidat lain yang memiliki kandidat yang memenuhi batasan usia tersebut bisa saja mendapat keuntungan,” kata Alvin.

Alvin mengatakan, kegagalan pencapresan Prabowo akibat batas umur akan berdampak positif bagi koalisi yang tidak berada di kubu Prabowo. Mereka bisa mengambil keuntungan politik setelah mantan Danjen Kopassus itu gagal nyapres akibat pembatasan umur.

Hal senada diungkapkan analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago. Ia melihat, permohonan pembatasan usia capres-cawapres maksimal 70 tahun punya muatan politik. Ia sebut, strategi menghentikan Prabowo lewat regulasi tidak masuk akal.

“Menurut saya menghentikan PS (Prabowo Subianto) dengan aturan, tentu tidak relevan karena jelas agendanya dimainkan untuk kepentingan pihak lain. Urgensinya, salah satunya elektabilitas PS yang tinggi. Ini keuntungan yang akan diambil oleh para kandidat,” kata Arifki kepada Tirto.

Arifki menilai, kedua kandidat potensial tersisa, yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan akan mendapat keuntungan. “Ganjar kehilangan lawan yang kuat dan Anies bisa kuasai sendiri basis massanya,” kata Arifki.

Ragam Respons Partai Politik

Terkait polemik ini, Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah mengatakan, parpol berlambang kepala banteng tersebut tetap fokus memenangkan Ganjar di Pemilu 2024 daripada memikirkan isi permohonan uji materi.

“Dulu ada gugatan [UU] Pemilu untuk batas bawah. Sekarang muncul gugatan batas [atas]. Biarkan itu gugat menggugat, kami tetap istiqomah memenangkan capres Pak Ganjar. Kami tidak terlena dengan urusan gugat menggugat,” kata Said saat diwawancarai awak media di Komplek DPR/MPR RI pada Selasa (22/8/2023).

Said juga ogah berkomentar permohonan tersebut adalah upaya menjegal kandidat tertentu. Ia menyerahkan semua kepada MK.

“Kurang elok. Siapa pun silakan saja, biarkan dia bergulir di ranahnya MK. Ini negara demokrasi, kalau kami melarang, apa hak kami untuk melarang. Toh keputusan MK itu final dan binding. Melebihi keputusan Tuhan,” kata dia.

Di sisi lain, Deputi Bappilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menegaskan, aksi uji materi tersebut memang dibahas di kalangan aktivis 98. Namun, ia menegaskan bahwa pengajuan uji materi tersebut tidak ada campur tangan Demokrat.

“Ini aspirasi yang berkembang di kalangan aktivis 98 dan dari masyarakat, tak ada kaitannya sama sekali dengan Partai Demokrat. Sebagai aspirasi tentu kami hormati,” kata Kamhar kepada reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).

Kamhar lantas mengaitkan uji materi aktivis 98 itu dengan uji materi batas umur minimal oleh partai tertentu. Ia malah melihat permohonan tersebut sebagai upaya melanggengkan kekuasaan saat ini.

“Berbeda dengan judicial review terkait batas umur minimal yang diinisiasi partai politik. Respons dari para aktivis ini terbaca sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya pelanggengan kekuasaan melalui judicial review yang dilakukan parpol atas dugaan memberi karpet merah bagi Gibran bin Jokowi," tutur Kamhar.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz