tirto.id - Manuver Budiman Sudjatmiko yang berani menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai bakal capres secara terbuka di Semarang, Jawa Tengah pada Jumat (18/8/2023) menjadi semacam deklarasi 'perang' kepada PDIP. Sebab, saat ini Budiman masih tercatat sebagai anggota aktif PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Dukungan Budiman kepada Prabowo layak disebut sebagai deklarasi 'perang' karena dilakukan di Semarang yang notabene sebagai kandang banteng. Hal itu mengingatkan dengan Pemilu 2019, saat relawan pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membangun kantor di Kota Solo dekat rumah Jokowi.
Pernyataan dukungan Budiman langsung disambut tegas oleh Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto. Hasto memberi ultimatum dipecat atau mengundurkan diri dari PDIP. Dia menyerahkan nasib Budiman kepada Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun.
“Nanti, Pak Komarudin akan mengumumkan, yang jelas partai tidak mentolerir terhadap tindakan indisipliner setiap kader partai. Partai akan mengambil suatu tindakan yang tegas. Opsinya mengundurkan diri atau menerima sanksi pemecatan,” kata Hasto pada Minggu (20/8/2023).
Hasto menyebut, tindakan Budiman adalah upaya untuk memecah belah kesatuan di internal PDIP. Bahkan, Hasto mengistilahkan manuver Budiman dengan devide at impera, politik pecah belah ala kolonial.
“Dengan melakukan politik devide et impera itu sebenarnya menunjukkan ketidakpercayaan diri dari pihak sana, meskipun sebelumnya telah mencoba mengeroyok Pak Ganjar Pranowo, sehingga langkah-langkah itu malah akan menghasilkan suatu energi positif bagi pergerakan seluruh kader PDI Perjuangan," jelas Hasto.
Budiman yang dianggap membangkan oleh PDIP, rencananya akan dipanggil oleh DPP PDIP di kantor pada Senin (21/8/2023). Namun setelah ditunggu oleh awak media sejak pagi hingga menjelang sore, tidak nampak wajah Budiman atau pengurus DPP PDIP, seperti Hasto atau Komarudin Watubun.
Batalnya proses pemanggilan Budiman, ternyata disebabkan oleh acara lain yang dilakukan dalam waktu dan tempat bersamaan. Kepala Sekretariat DPP PDIP, Adi Dharmo menjelaskan, pihaknya sedang sibuk rapat membahas hasil survei Indikator dan Kompas. Adi menyebut dua survei dari dua lembaga berbeda itu sama-sama menunjukkan tingginya elektabilitas Ganjar Pranowo. Sehingga hal tersebut lebih penting untuk dibahas.
“Hari ini PDI Perjuangan sedang fokus membahas hasil survei Indikator dan Kompas yang menunjukkan kenaikan elektoral Ganjar Pranowo dan terjadi rebound. Berbeda dengan trend elektoral Prabowo yang sudah mentok dan menunjukkan tren penurunan. Itu lebih penting sebagai momentum politik bagi pergerakan yang semakin masif untuk Ganjar Pranowo bersama parpol pengusung dan relawan," kata Adi Dharmo.
Budiman Masih Merasa Tegak Lurus kepada Fatsun PDIP
Tidak hanya terancam pencopotan dari keanggotaan PDIP, Budiman kini sudah tak tercatat sebagai Daftar Caleg Sementara (DCS) di KPU RI. Selain Budiman, ada juga Effendi Simbolon yang juga tidak terdaftar sebagai DCS dari PDIP. Hal itu imbas atas tindakannya yang juga ikut mendukung Prabowo, sama seperti yang dilakukan oleh Budiman.
Menanggapi ancaman pemecatan dari PDIP dan dicoret dari DCS Pemilu 2024, Budiman mengaku belum tahu banyak mengenai hal tersebut. Dia beralasan belum mendapat surat resmi dari DPP atau kesekjenan PDIP. Ia hanya mengetahui ancaman sanksi pemecatan dari media.
“Jadi karena saya belum dapatkan surat pemanggilan resmi menyebabkan saya belum bisa menyampaikan tanggapan. Tetapi jika ada surat pemanggilan resmi menyebabkan saya belum bisa menyampaikan tanggapan,” kata Budiman saat dihubungi awak media pada Senin (21/8/2023).
Meski dia menyadari bahwa dukungannya ke Prabowo dianggap melanggar sejumlah aturan dan fatsun PDIP, tapi Budiman masih berharap bisa menjelaskan pilihan dan sikap politiknya tersebut. Dia merasa dukungannya kepada Prabowo masih sejalan dengan ideologi dan pemikiran Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Soal dipanggil, siap tidak siap, mau tidak mau, saya ingin ada tahapan-tahapan secara organisasi administratif. Apalagi kalau saya dipanggil, saya akan menjelaskan kalau saya tidak melakukan pelanggaran ideologis dan strategis. Justru saya mengamalkan apa yang selama ini jadi amanat ibu ketua umum,” kata Budiman.
Di sisi lain, Budiman mendapat tawaran posisi dari Partai Gerindra apabila dipecat atau mengundurkan diri dari PDIP. Namun, dia menyatakan tetap memilih di PDIP. Budiman menjelaskan bahwa dia telah menjadi anggota PDIP sejak duduk di sekolah dasar, sehingga dia merasa mengenal partai tersebut dengan baik.
“Saya tidak terpikir pindah, karena saya masih PDI Perjuangan dan saya masih ada kewajiban. Tolong sampaikan, tolong tulis, saya ini merasa bahwa saya PDI sejati. Saya sejak kelas 6 SD sudah ikut PDIP, sudah merasa ajaran Bung Karno sejak saya SMP secara serius jadi secara ideologis PDIP adalah alat perjuangan," kata Budiman.
Menanggapi pernyataan Budiman tersebut, Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan untuk Ganjar Pranowo, Deddy Sitorus menyebut, sikap Budiman hanya sekadar gimmick politik. Dia memahami Budiman memiliki hasrat politik yang tidak tersampaikan di PDIP. Oleh karenanya, dia meyakini Budiman paham bila dengan dipecat dari PDIP akan menjadi martir dan seakan seperti pahlawan atas pilihan politiknya.
“Dia melakukan hal itu supaya naik harganya, supaya terkesan martir, padahal sudah tahu pilihannya cuma dua yaitu dipecat atau mengundurkan diri. Karena dia menyatakan dukungan kepada secara terbuka dan sudah jelas melanggar organisasi dan kode etik partai," kata Deddy saat dihubungi pada Senin (21/8/2023).
Dari pihak pendukung Prabowo Subianto juga tidak ambil pusing dengan posisi Budiman. Apakah tetap bertahan di PDIP atau bergabung dengan partai pendukung Prabowo, seperti Gerindra, PKB, Golkar atau PAN.
Wakil Ketua Umum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi mengungkapkan, koalisi partainya tidak akan melakukan pembajakan kader dari partai lain. Hal itu menjadi bantahan atas pernyataan Hasto yang menyebut Prabowo sebagai politik adu domba, karena Budiman yang mendukung Prabowo.
“Tidak ada paksaan, tekanan, maupun intimidasi untuk mendukung kemenangan Pak Prabowo di Pilpres 2024," ungkapnya.
Cita-Cita Tak Terwujud di PDIP, Jadi Alasan Budiman Dukung Prabowo?
Sejumlah pihak menduga, dukungan Budiman kepada Prabowo karena kekecewaannya tidak mendapat posisi baik dalam proses pencalonan di Pemilu 2019, maupun di kursi kementerian. Meski demikian, Komarudin Watubun menyebut hal itu tak cukup menjadi alasan, karena dia meyakini Budiman cukup loyal dengan PDIP dan tidak mudah terpengaruh dengan isu jabatan maupun kursi legislatif.
“Saya tidak punya data informasi tentang hal itu. Tetapi saya juga tidak terlalu percaya orang sekelas Budiman untuk hanya urusan kecil begitu langsung menjadi kecewa. Terlalu kecil urusannya," kata Komarudin.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno meyakini, dukungan Budiman kepada Prabowo hanya urusan pragmatis semata. Dia menilai Budiman sudah tidak lagi mendapat posisi di DPP PDIP atau kursi yang layak dalam proses pemilihan legislatif. Lengkap sudah alasan untuk pindah dukungan.
“Kenapa terjadi pembangkangan? Karena di partai sudah tidak dianggap penting, tidak jadi pengurus, tidak jadi elite, tidak dipakai lagi tenaganya, karena politisi ini hanya untung dan rugi, kalau partainya tidak menguntungkan, maka akan ditinggalkan dan mencari tempat yang baru. Sepertinya Budiman ini ada kesempatan politik yang lebih terbuka apabila bergabung dengan Gerindra dan bergabung ikut mendukung Prabowo," kata Adi.
Budiman yang dianggap mewakili suara aktivis 1998 diyakini tak akan berdampak besar pada proses elektoral di internal PDIP. Menurut Adi, popularitas Budiman di layar kaca masih tak berbanding lurus dengan popularitasnya di internal partai. Oleh karenanya, PDIP tidak akan khawatir dengan hilangnya Budiman bila dia dipecat atau mengundurkan diri.
“Kalau melihat kecenderungan rata-rata Budiman bukan elite penting di PDIP dan bukan orang yang terlibat aktif dalam penentuan keputusan keputusan politik strategis. Beda ceritanya seperti Bambang Pacul, Said Abdullah ataupun Hasto yang membelot dan keluar. Karena nama-nama ini mewakili faksi-faksi penting di PDIP," tegasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz