tirto.id - Pernyataan Ketua Tim Koordinator Relawan Pemenangan Ganjar Pranowo, Ahmad Basarah yang mempersilakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) keluar dari kerja sama politik dengan PDIP menyulut emosi dari internal PPP. Tak cuma mereka yang tergabung dalam struktur DPP PPP, rasa kecewa juga membayangi kader PPP yang banyak berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama.
Apa yang disampaikan Basarah menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani yang mendesak PDIP agar menjadikan Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar Pranowo.
"Monggo, lagi-lagi bagi PDI Perjuangan kerja sama politik itu dasarnya harus kesukarelaan. Harus kesukarelaan tidak boleh ada paksaan, apalagi ada ancaman, dan lain sebagainya," kata Ahmad Basarah di Gedung DPR/MPR RI pada Senin (14/8/2023).
Usai pernyataannya membuat panas PPP, Basarah berusaha meluruskan bahwa apa yang disampaikan tidak sesuai dengan yang ada di pemberitaan. Basarah merasa mendapat tekanan psikologis terutama yang berkaitan hubungan kerja sama politik PDIP-PPP.
"Saya tak pernah menyatakan apa yang ditulis oleh contoh judul-judul itu. Terus terang semua judul itu membuat PDI Perjuangan, khususnya saya merasa dirugikan dan dapat merusak psikologis politik hubungan baik kami dengan teman-teman PPP,” kata Ahmad Basarah mengklarifikasi.
PDIP Merugi Bila Meninggalkan PPP
Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Romahurmuziy mengatakan para pengurus dan kader PPP bereaksi atas pernyataan Basarah itu. Namun, dia berusaha meredam amarah para kadernya tersebut. Romahurmuziy masih berharap ada harapan di masa depan dalam hubungan politik dengan PDIP.
"Memang banyak pengurus dan kader PPP yang bereaksi keras saat statement Pak Basarah diberitakan. Karenanya, setelah beredar klarifikasi, kita sebarkan itu melalui saluran komunikasi internal partai. Alhamdulilah sejauh ini adem lagi," kata Romahurmuziy saat dihubungi Tirto pada Selasa (15/8/2023).
Romi justru mewanti-wanti PDIP akan mendapatkan kerugian bila tak jadi menggandeng partainya di Pilpres 2024, di antaranya adalah PDIP akan kehilangan suara dari basis massa Islam.
"Kehilangan basis Islam yang sangat signifikan dan menentukan kemenangan," tegasnya.
Juru Bicara PPP Achmad Baidowi atau akrab disapa Awiek meyakini bahwa kans Sandiaga Uno untuk bersanding bersama Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 sangat besar. Salah satu yang membuat Awiek yakin adalah status Sandiaga yang sudah menjadi warga Nahdliyyin di era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Emang Pak Sandi bukan NU? Dia punya kartu NU, di zaman Gus Dur dia masuk dalam lembaga perekonomian PBNU," kata Awiek saat dihubungi Tirto pada Selasa (15/8/2023).
Walaupun pada Minggu (13/8/2023), Ganjar menemui Yenny Wahid dan menimbulkan spekulasi bahwa putri Gus Dur tersebut hendak dijodohkan dengan Ganjar, namun Awiek percaya itu hanya penjajakan politik biasa.
Awiek menilai apa yang dilakukan Ganjar hanya silaturahmi politik yang biasa dilakukan seorang politikus dengan beragam kelompok masyarakat dan latar belakang.
"Mas Ganjar menemui dalam rangka mengajak untuk berkeliling Jawa Timur, kalaupun tokoh NU banyak juga. Pilpres maunya menang," terangnya.
PDIP Jangan Sombong
Pernyataan Basarah yang menginginkan adanya kerjasama politik tanpa syarat adalah suatu hal yang tidak mungkin. Peneliti senior Populi Center Usep S. Ahyar menyebut apa yang dilakukan Basarah tersebut adalah tindakan yang menunjukkan kejumawaan dalam berpolitik.
"Saya kira itu tidak bisa, itu terlalu jumawa. Tidak ada partai yang mau berkoalisi kalau tanpa syarat dan kepentingan," kata Usep saat dihubungi Tirto pada Selasa (15/8/2023).
Usep mengingatkan PDIP sebagai partai pemegang kartu presidential threshold untuk berhati-hati. Menurutnya dalam Pilpres 2024, partai menengah yang tak mengusung capres bisa saja menjadi kunci kemenangan.
Oleh karenanya wajar dengan suara menengah berusaha mengajukan cawapres, seperti PPP yang ingin Sandiaga Uno maju menjadi cawapres. Lalu ada Demokrat yang mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan PKB dengan Muhaimin Iskandar sebagai cawapres.
"Karena sekarang, justru partai-partai menengah atau kita tafsirkan yang tidak mengusung capres namun cawapres, memang dibutuhkan para pengusung utama," terang Usep.
Menurut Usep, Pilpres 2024 secara peta politik berbeda dengan Pilpres 2019. Elektabilitas bakal capres yang ada saat ini belum melampaui angka 50 persen. Sehingga, persaingan dan perubahan suara sangat mudah terjadi, termasuk di menit akhir jelang pendaftaran capres dan cawapres.
"Karena di 2024, berbeda seperti di 2019. Capres itu yang dominan suaranya. Saat ini ketiga bakal capres masih di bawah 40 persen suaranya. Belum bisa disebut unggul satu sama lain," jelasnya.
Selain itu, Usep juga meminta Basarah dan politisi PDIP lainnya untuk evaluasi diri, terutama dalam komunikasi politik. Usep meminta Basarah agar meniru pola kerja politik Puan Maharani yang mau bersilaturahmi ke setiap ketua umum partai politik, walaupun dia memiliki keistimewaan sebagai anak ketua umum partai besar.
"Sehingga seperti Puan, seorang cucu Soekarno dan punya partai dan mau datang ke partai-partai lain. Itu menunjukkan koalisi dengan yang lain sangat penting," ujarnya.
Apabila PDIP masih jumawa dan tidak mengevaluasi diri, maka Usep memprediksi ada peristiwa split ticket di Pilpres 2024, yang mana pemilih PDIP akan memilih capres selain Ganjar.
"Di Pilpres, tidak semata suara partai, dan suara partai yang memegang tiket bisa hilang dan berpindah dukungan ke capres dari partai lain. Itulah split ticket, partai mengusung calon tertentu tapi pendukungnya memilih nama lain," ungkapnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto