tirto.id - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tinggal menjadi kenangan usai Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai bakal capres 2024. Keputusan PAN dan Golkar ini diperkuat dengan penandatanganan piagam bersama pada Minggu, 13 Agustus 2023. Secara otomatis, kedua partai ini menjadi bagian dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang digagas Partai Gerindra dan PKB.
KIB adalah koalisi yang dibentuk oleh Golkar, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 12 Mei 2022. Selama perjalanannya, masing-masing partai memiliki kandidat sendiri yang mereka perjuangkan maju Pilpres 2024. Golkar misalnya “ngotot” mencalonkan Airlangga Hartarto, sementara PPP dan PAN menyebut sejumlah nama.
Belakangan, PPP resmi menyatakan dukungan terhadap bakal calon presiden yang dideklarasikan PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo. Parpol berlambang ka’bah ini juga menawarkan Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres Ganjar. Sandiaga merupakan kader baru PPP yang memutuskan keluar dari Gerindra.
Di sisi lain, PAN menyatakan akan mendorong Menteri BUMN cum Ketua Umum PSSI, Erick Thohir sebagai kandidat bakal cawapres. Dalam PodcastTirto, Sekjen DPP PAN, Eddy Soeparno menegaskan, partai berlambang matahari itu mengajukan nama Erick ke koalisi Ganjar dan Prabowo.
Sementara Golkar dilanda polemik internal dengan munculnya isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hal ini muncul karena parpol berlambang beringin itu belum menentukan bakal capres-cawapres yang akan diusungnya, sedangkan Airlangga yang dimandatkan di Munas Golkar memiliki elektabilitas yang rendah.
Terkait gonjang-ganjing internal Golkar, bisa dibaca dalam dua artikel Tirto ini, yaitu: “Kans Partai Golkar Dukung Prabowo Nyapres di Tengah Isu Munaslub” dan “Manuver Airlangga saat Terdesak Isu Munaslub & Melengserkannya.”
Jalan Panjang KIB hingga Akhirnya Bubar
Keputusan Golkar dan PAN mendukung Prabowo ini secara otomatis membuat KIB bubar, kata Ketua Majleis Pertimbangan PPP, Romahurmuzy. “Dengan adanya dukungan resmi PAN dan Partai Golkar ke Pak Prabowo hari ini, otomatis hari ini pula lah 'peresmian' bubarnya KIB alias goodbye KIB,” kata pria yang akrab disapa Romi itu dalam pernyataanya kepada reporter Tirto, Minggu (13/8/2023).
Romi mengaku tidak terkejut dengan dukungan PAN dan Golkar ke Prabowo. Apalagi dukungan PAN dengan konsekuensi kemungkinan Erick Thohir akan digandeng Prabowo sudah diprediksi sebelumnya oleh PPP.
“Jadi sudah lama kami prediksi kalau PAN akan melabuhkan pilihan di mana pak Erick berlabuh,” kata eks ketua umum PPP ini.
Sementara Golkar dikabarkan akan merapat ke Prabowo sudah sejak lama. Hal ini tidak lepas kedekatan Prabowo dengan Golkar yang juga eks kader partai beringin tersebut. “Apa pun, Golkar didirikan almarhum Pak Harto yang juga pernah jadi mertua Pak Prabowo,” kata Romi.
Lebih lanjut, Romahurmuziy mengucapkan selamat atas terbentuknya koalisi baru empat partai parlemen ini. Ia juga memberikan selamat kepada Prabowo yang telah memenangkan hati pimpinan PAN dan Golkar yang akhirnya melabuhkan pilihannya.
“Dengan demikian rakyat menjadi semakin memiliki banyak pilihan, karena kemungkinan akan mengerucut kepada tiga capres, Ganjar Pranowo, Anies Basweda, dan Prabowo Subianto,” kata Romi.
Merapatnya Golkar dan PAN ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya resmi mengakhiri kehadiran potensi poros keempat lewat KIB yang digawangi Golkar, PAN dan PPP sejak 12 Mei 2022. Kala itu, koalisi ini terbentuk karena memiliki kesamaan visi di Pemilu 2024 untuk melanjutkan program pemerintahan Jokowi.
KIB resmi diumumkan langsung oleh ketiga ketua umum partai kala itu, yakni Airlangga Hartarto (Golkar), Zulkifli Hasan (PAN) dan PPP (Suharso Monoarfa). Usai deklarasi, KIB berencana menggelar pertemuan di Makassar pada 6 November 2022.
Nasib KIB sempat menjadi sorotan setelah internal PPP memanas. Suharso Monoarfa dicopot dari kursi ketua umum lewat Mukernas PPP di Serang, Banten pada 4-5 September 2022. Muhammad Mardiono pun ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua umum.
Pada akhirnya, pertemuan ketiga ketua umum partai pun tetap terjadi. Dalam pertemuan yang digelar antara ketiga parpol itu, mereka memutuskan tidak terburu-buru dalam penentuan bakal capres-cawapres yang akan diusung pada 2024.
Namun, kondisi KIB mulai berubah setelah PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai bacapres mereka pada 21 April 2023. Konstelasi internal KIB pun berubah. PPP memutuskan mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar. KIB pun goyang meski sempat ada pertemuan pada 27 April 2023. PPP mengaku ingin mengajak dua partai lain untuk mendukung Ganjar, sementara muncul isu Golkar-PAN memilih untuk membuka poros keempat.
Seiring berjalannya waktu, partai-partai di dalam KIB mulai membangun komunikasi sendiri-sendiri. Sebut saja intensitas pertemuan Partai Golkar dengan PKB sebelum partai berlambang beringin itu merapat ke koalisi Prabowo. Dalam pertemuan tersebut, Airlangga tercatat melakukan pertemuan dengan Muhaimin pada 10 Februari 2023, 3 Mei 2023, dan 24 mei 2023.
Golkar juga membangun komunikasi dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Airlangga sempat bertemu dengan Partai Nasdem beberapa kali. Golkar pun mengirim kadernya untuk hadir dalam apel siaga Nasdem di GBK beberapa waktu lalu.
Sementara PAN, lewat Ketua Umum Zulkifli Hasan dan rombongan, sempat bertemu Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dan jajaran PDIP pada 2 Juni 2023.
Golkar juga sempat berkomunikasi dengan PDIP usai partai yang dipimpin Megawati itu mendeklarasikan Ganjar sebagai bacapres mereka. Dalam pertemuan Golkar-PDIP pada 27 Juli 2023, Airlangga bahkan menyerahkan bunga kepada Puan Maharani. Berbeda dengan PPP, Golkar dan PAN tidak langsung mendeklarasikan dukungan usai pertemuan.
Pengejawantahan Endorse Jokowi?
Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, wajar bila KIB bubar. Sebab, kata dia, KIB merupakan bentukan Jokowi. Ia juga menilai wajar sisa partai KIB merapat ke Prabowo karena Jokowi tengah meng-endorse eks Danjen Kopassus itu beberapa waktu terakhir.
“KIB sendiri disinyalir bentukan Presiden Jokowi melalui Zulkifli Hasan, sehingga tidak mengagetkan jika hari ini berlabuh ke Prabowo, karena Jokowi pun demikian,” kata Dedi kepada reporter Tirto.
Dedi menilai, upaya KIB merapat ke Prabowo secara tidak langsung menutup ruang Airlangga untuk menjalankan mandat munas untuk bertanding di Pilpres 2024. Menurut Dedi, Golkar bisa mengusung sendiri Airlangga sebagai bakal capres sambil membawa PAN, tetapi mereka memilih bergabung ke Prabowo.
Dedi juga menilai, kursi bakal cawapres Prabowo berpeluang besar jatuh ke Erick Thohir. Akan tetapi, kata dia, skenario tersebut bisa berubah jika permohonan tentang soal ketentuan usia capres-cawapres dikabulkan MK.
“Jika dikabulkan [MK], maka posisi cawapres bisa saja [keluarga] Jokowi sendiri, tentu atas nama Gibran [Rakabuming Raka]” kata Dedi.
Dedi mengatakan, situasi ini berpotensi merugikan bagi PDIP. Dalam kacamata Dedi, PDIP diprediksi sudah menjadi musuh bersama sejumlah partai. Perlakuan Jokowi yang tidak menyerahkan isu strategis kepada PDIP, melainkan ke Golkar atau Luhut Binsar Pandjaitan menandakan ketidaksukaan eks Wali Kota Solo itu kepada PDIP.
“Dengan kondisi ditinggal mitra koalisi dan Jokowi, Ganjar bisa dipastikan kalah, bahkan mungkin sejak putaran pertama, lebih tragis lagi ia gagal diusung, karena pengusungan Ganjar sebenarnya sebagai imbalan dukungan Jokowi, jika tanpa Jokowi, lalu apa bedanya Ganjar dengan Puan? Lebih baik mereka tegas usung Puan yang jelas lebih pasti mengalir darah merah PDIP dan Megawati," kata Dedi.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Jember, M. Iqbal mengatakan, memang koalisi yang berdiri sejak Mei 2022 lalu itu sudah bubar. Semua tidak lepas dari manuver PDIP yang mendeklarasikan Ganjar sebagai bacapresnya.
“Dalam waktu 15 bulan sejak terbentuknya KIB, itu otomatis bubar. Ini kalau saya metaforakan dengan pasti ganti ban ini. Sinyal awal ganti ban itu kan sejak 5 bulan lalu sebetulnya, tepatnya hari Kartini 21 April 2023 itu ketika Ibu Megawati sebagai Ketua Umum PDIP mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden PDIP, sejak itu sinyal awal yang menunjukkan sudah bocor alus ini ban,” kata Iqbal, Minggu malam (13/8/2023).
Iqbal mengingatkan, esensi pembentukan KIB tidak lepas dari upaya Presiden Jokowi untuk menyiapkan 'perahu' bagi Ganjar Pranowo ikut Pemilu 2024. Kala itu, Ganjar akan disandingkan dengan Erick Thohir dan memenangkan Pemilu 2024. Akan tetapi, skenario tersebut seolah 'diambil alih' PDIP dengan mendeklarasikan Ganjar.
Keputusan deklarasi Ganjar oleh PDIP lantas menghilangkan posisi Jokowi yang hendak menjadi kingmaker di Pemilu 2024. Setelah deklarasi tersebut, kata dia, konstelasi politik Jokowi lantas berantakan via KIB.
Menurut Iqbal, Jokowi pun mengubah strategi politik. Pertama, Jokowi memindahkan PPP sebagai bentuk komitmen mantan Wali Kota Solo itu untuk keperluan partai. Ia memberikan partai-partai non-parlemen yang berada di pemerintahan ke PDIP. Penempatan PPP juga membuat Jokowi bisa mempengaruhi pencapresan di kubu PDIP lewat penentuan bakal cawapres.
Strategi kedua adalah upaya Jokowi sebagai kingmaker. Eks Gubernur DKI Jakarta itu pun mengarahkan partai sisa KIB ke Prabowo. Mengapa bisa disebut eks KIB tunduk arahan Jokowi dengan bergeser ke Prabowo? Hal ini tidak lepas dari pernyataan Airlangga maupun Zulkifli Hasan bahwa semua akan ikut arahan Jokowi meski diklaim bukan arahan Jokowi.
“Ini semakin menunjukkan bahwa ke mana arah Golkar, PAN dan PPP itu, ini yang membuktikan bahwa semata ikut arahan Presiden Jokowi dan dalam konteks mengapa ada arahan Presiden Jokowi ini yang kita akhirnya terkonfirmasi bahwa bisa jadi inilah makna cawe-cawe dan tidak netralnya Presiden Jokowi untuk kemudian menentukan seperti apa sebetulnya konstelasi pilpres ini," kata Iqbal.
Iqbal menilai, Golkar dan PAN memilih tidak bersama PDIP atau membentuk poros baru karena faktor Jokowi. Mereka lebih memilih patuh kepada Jokowi karena suami Iriana Widodo adalah penentu kekuasaan politik, ekonomi hingga hukum. Bagi Iqbal, pengaruh Jokowi tersebut tidak hanya dilihat oleh partai eks KIB, tapi juga Gerindra dan PKB. Mereka saling berhitung pengaruh Jokowi untuk Pemilu 2024.
“Tinggal masalahnya nanti seperti apa nantinya akan menjadi nyata dukungan itu, apakah sebatas dukungan yang solid atau kah ternyata hanya mencoba untuk memperpanjang opini, memperpanjang isu publik karena waktu masih dua bulan lagi," kata Iqbal.
Iqbal menduga, partai-partai yang tergabung dalam koalisi akan membawa semangat Indonesia Maju yang digagas Jokowi di pemilu mendatang. Namun, alumni Unair ini menilai, permasalahan selanjutnya di koalisi gabungan KKIR-eks KIB ini akan ada di kursi bakal cawapres.
Menurut Iqbal, koalisi yang layak disebut sebagai Koalisi Berdikari (Bersatunya Kebangkitan Amanat Karya Indonesia) atau Berkarir (Bersatunya Kebangkitan Amanat Karya Indonesia Raya) itu akan saling bertanding satu sama lain untuk menyandingkan tokoh partai dengan Prabowo. Ia mengingatkan Airlangga membawa amanat untuk menjadi capres/cawapres di rapimnas Golkar; Muhaimin diminta ikut menjadi capres/cawapres sebagaimana amanat munas PKB; dan PAN berupaya agar Erick Thohir menjadi cawapres Prabowo.
Di sisi lain, Iqbal juga melihat masih ada faktor eksternal yang mungkin mengubah konstelasi politik, salah satunya soal uji materi ketentuan umur capres-cawapres. Jika uji materi di MK dikabulkan, Iqbal menduga nama Gibran akan menjadi pemersatu partai-partai tersebut.
Iqbal yakin, situasi politik saat ini masih sangat cair. Ia tidak memungkiri masih ada kemungkinan koalisi yang ada berubah akibat permasalahan nama bakal capres. Ia menilai, situasi pemilihan 2024 berbeda dan lebih rumit dalam pembentukan koalisi daripada pemilu sebelumnya, sehingga masih ada kemungkinan tikungan terakhir jelang pendaftaran.
“Dalam posisi inilah saya kira ketiga poros ini juga sama-sama [menunggu] siapa yang nanti akan mendahului atau yang cepat-cepat itu bisa jadi bisa September atau mungkin Oktober pertengahan/awal deklarasi. Selama menunggu itu masih sangat mungkin akan terus diproduksi pesan-pesan politik, baik itu mulai dari main-main kode, main-main sinyal sampai kepada hal-hal yang sifatnya gimmick saja," kata Iqbal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz