Menuju konten utama

Kegagalan Moeldoko Bajak Demokrat & Buruknya Politik Pragmatis

Konflik kubu AHY vs Moeldoko bermula dari KLB Deli Serdang, lalu saling mengklaim kepemimpinan hingga di meja hijau.

Kegagalan Moeldoko Bajak Demokrat & Buruknya Politik Pragmatis
Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY memberikan keterangan pers kepada awak media merespons putusan MA menolak upaya PK Moeldoko di Kantor DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2023). Foto: Tirto/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menaiki mimbar tampak tegap di Kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2023). Raut wajahnya terlihat bahagia menyapa para kadernya yang menghadiri konferensi pers merespons penolakan Pengajuan Kembali (PK) Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait sengketa kepengurusan partai berlambang mercy itu.

Putusan MA pada Kamis (10/8/2023) itu menjadi kado terindah bagi AHY secara pribadi. Sebab di hari yang sama, putra sulung Presiden RI ke-6 itu merayakan ulang tahun ke-45.

Suara AHY menggelegar mengucap syukur karena terharu setelah dua tahun 8 bulan dibayang-bayangi upaya Moeldoko mengudeta Partai Demokrat. Putusan majelis hakim yang diketuai oleh Yosran terhadap perkara 128/PK/TUN/2023 itu dinilai AHY tidak hanya kemenangan Demokrat, tapi juga seluruh rakyat Indonesia dan pecinta demokrasi.

Lelah seluruh kader Partai Demokrat hingga rela melakukan aksi cap jempol darah pun terbayar lunas dengan putusan MA yang menolak PK Moeldoko Cs itu.

“Hari ini keraguan itu sirna, alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melindungi kami dari segala gangguan dan ancaman terhadap kedaulatan Partai Demokrat," kata AHY.

Dia berharap praktik-praktik pembegalan politik semacam ini tidak lagi menimpa partai atau organisasi lain di Indonesia. “Kedaulatan partai harus dihormati, harus dijunjung tinggi sebagai salah satu pilar utama demokrasi," tegas AHY.

Di sisi lain, kegagalan Moeldoko juga membuat Partai Demokrat makin solid menyongsong Pemilu 2024. Jalan mereka kini ringan. Tak khawatir lagi dari upaya Moeldoko merongrong kedaulatan Demokrat. Jalan Anies Baswedan pun kini terbilang mulus. Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) tak lagi kehilangan satu anggotanya bila saja MA berpihak ke Moeldoko ihwal sengketa itu.

“Secara internal, kami makin kuat, makin yakin, dan hanya ada upaya saat ini untuk bisa berbuat yang terbaik menyongsong Pemilu 2024," ucap AHY.

AHY mengatakan, penolakan PK oleh MA ini juga semakin menguatkan bahwa Moeldoko tak memiliki otoritas dan hak atas kedaulatan Partai Demokrat. Ia memandang upaya Moledoko mengkudeta Partai Demokrat merupakan murni politik untuk bisa menghancurkan suspensi partai itu sesuai dengan jati dirinya yaitu sebagai partai nasionalis religius.

Di sisi lain, kata AHY, Partai Demokrat belum memikirkan langkah lanjutan termasuk upaya hukum terhadap manuver Moeldoko cs yang berusaha merebut partai berlambang mercy itu.

“Saya memilih untuk memaafkan, tapi tidak melupakan dan bagian tidak melupakan itu banyak aspeknya, kita lihat saja, saya tidak ingin menjelaskan sekarang langkah-langkah apa yang akan kami sampaikan," kata AHY.

Duduk Perkara Konflik Demokrat Kubu AHY vs Moeldoko

Konflik kubu AHY vs Moeldoko bermula dari saling KLB Deli Serdang, lalu saling mengklaim kepemimpinan hingga saling melapor. Pada awal Februari 2021, AHY mengumumkan adanya upaya di luar partai untuk mengkudeta Demokrat di era kepemimpinannya.

AHY kala itu mengatakan, gerakan itu melibatkan lima orang, dengan rincian empat mantan kader, dan seorang lainnya adalah pejabat penting pemerintahan di lingkar kekuasaan Presiden Joko Widodo. AHY mengatakan para elite itu akan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengganti pimpinan Partai Demokrat.

Karena khawatir, AHY lantas mengirim surat secara resmi kepada Presiden Jokowi pada 1 Februari 2021. Dalam surat itu, AHY meminta konfirmasi dan klarifikasi Jokowi ihwal kabar adanya gerakan tersebut. Namun, surat itu menurutnya tidak mendapat tanggapan dari pihak Istana.

Kekhawatirannya pun benar terjadi. KLB Demokrat yang diselenggarakan di Hotel The Hill Hotel and Resort, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021, menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Marzuki Alie sebagai Ketua Dewan Pembina.

Pada 8 Maret 2021, AHY didampingi oleh 34 Ketua DPD Partai Demokrat menyambangi Kementerian Hukum dan HAM. Kedatangan mereka guna menyerahkan surat resmi mengenai keberatan atas KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu mengatakan, KLB yang memilih Moeldoko sebagai ketua umum, ilegal dan inkonstitusional. KLB itu dinilai tidak berdasarkan ketentuan Partai Demokrat seperti tidak terpenuhinya kuorum hingga abai atas persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai.

PIDATO MOELDOKO DI KLB PARTAI DEMOKRAT

Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). ANTARA FOTO/Endi Ahmad/Lmo/aww.

Singkat cerita, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly secara resmi menyampaikan penolakan terhadap permohonan pengesahan hasil KLB yang mendaftarkan hasil KLB Demokrat pada 31 Maret 2021. Sosok yang mendaftar ialah inisiator KLB Partai Demokrat, Deli Serdang, Darmizal.

Yasonna saat itu mengatakan, keputusan penolakan karena pihak penyelenggara KLB Deli Serdang tidak melengkapi sejumlah dokumen fisik yang disyaratkan. Dokumen yang tidak dilengkapi itu di antaranya perwakilan DPD dan DPC tidak disertai mandat dari Ketua DPD dan DPC.

Akan tetapi, saling lapor dan upaya hukum tetap dilakukan oleh dua kubu. Hingga pada Kamis, 10 Agustus 2023, MA memutuskan menolak gugatan PK yang dilayangkan Moeldoko Cs pada 3 Maret 2023.

Juru bicara MA, Suharto membeberkan pertimbangan hakim agung yang menolak permohonan PK yang diajukan Moeldoko Cs. Hakim menilai sengketa kepengurusan Partai Demokrat hendaknya diselesaikan terlebih dahulu di internal Partai Demokrat melalui Mahkamah Partai.

“Berdasarkan pendapat dari majelis, bahwa walaupun objek sengketa merupakan keputusan Tata Usaha Negara, akan tetapi pada hakikatnya sengketa a quo merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat antara penggugat dan tergugat sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai Demokrat," kata Suharto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023).

Ia mengatakan, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. Sementara itu, hingga permohonan PK diajukan, pihak pemohon belum menempuh penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Partai. Selain menolak permohonan PK, para penggugat juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp2,5 juta.

Merespons putusan itu, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai, keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan PK yang diajukan Moeldoko Cs, menandakan hakim masih menjaga kewarasan.

“Putusan ini menegaskan Hakim MA terjaga kewarasan dan kesadarannya. Kami bersyukur dengan keputusan ini dan kami apresiasi ini sebagai kemenangan demokrasi," kata Kamhar dalam pernyataan resminya kepada Tirto, Kamis (10/8/2023).

Kamhar mengapresiasi dan menyambut baik putusan MA yang menolak PK Moeldoko terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tentang kepengurusan Partai Demokrat. "Keputusan ini sesuai dengan harapan publik dan harapan seluruh kader Partai Demokrat, sekaligus menjadi penanda masih tegaknya keadilan dan kebenaran," kata Kamhar.

Sementara itu, politikus Partai Demokrat kubu Moeldoko hasil KLB, Hengky Luntungan mengatakan, ihwal langkah lanjutan setelah MA menolak PK merupakan persoalan struktural.

“Kalau saya sebagai pendiri tetap komit atas apa yang saya lakukan. Saya harus mengatakan KLB itu sah,” kata Hengky saat dihubungi reporter Tirto, Jumat sore (11/8/2023).

Selain itu, lanjut dia, jika pun ada langkah lanjutan setelah putusan MA itu diserahkan sepenuhnya kepada Moeldoko selaku Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang dan Sekjen Demokrat Jhoni Alen Marbun.

“Dari sisi hukum silakan Pak Moeldoko sebagai ketua dan Pak Jhoni Alen sebagai sekjen," ucap Hengky.

Lebih lanjut, kata dia, secara de jure memang mereka telah kalah dari sisi hukum. Namun, secara de facto, mereka tetap teguh pada hasil KLB Deli Serdang.

De facto kami tetap menghormati Pak Moeldoko sebagai produk dari KLB. Kalau secara hukum diterima semua pihak, tetapi de jure kami tidak mau merima itu karena kondisi saat ini adalah Partai Demokrat enggak demokratis lagi," tutup Hengky.

Sengketa Harus Dilihat dari Dua Sisi

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari mengatakan, sengketa Demokrat kubu Moeldoko vs AHY ini harus dilihat dari dua sisi. Pertama, kata dia, tidak mungkin Partai Demokrat itu diambil alih. Karena berdasarkan UU Partai Politik, parpol tidak boleh diambil alih atau dibentuk yang sama namanya dari anggota-anggotanya yang pernah dipecat.

“Hampir bisa dipastikan Partai Demokrat tidak boleh dan tidak mungkin diambil Moeldoko," kata Feri kepada reporter Tirto, Jumat (11/8/2023).

Problemnya, kata Feri, Kemenkumham sengaja tidak menjawab surat yang dilayangkan kubu Moledoko, sehingga menimbulkan peristiwa hukum baru. Menurut Feri, sikap diam atau tanpa melakukan tindakan apa pun oleh Kemenkumham menimbulkan kasus yang baru. Seharusnya, lanjut Feri, Kemenkumham merespons surat dari Demokrat kubu Moeldoko dengan menyatakan sesuai dengan ketentuan UU mereka tidak bisa dan tidak boleh lagi mendaftar.

“Respons ini yang tidak ada, seolah-olah Kemenkumham membuka jalan kasus ini dipermasalahkan dalam bentuk baru. Secara hukum mereka memang punya ruang untuk mengajukan itu, tetapi disebakan oleh Kemenkumham," tutur Feri.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Adi Kunto Wibowo menilai, persoalan kubu Moeldoko vs AHY sejatinya hal yang lumrah terjadi. Ia mengatakan, namanya partai politik itu dinamis, bahkan di dalam partai penuh dinamika, sehingga terjadi kepemimpinan dalam partai itu berubah.

“Jadi repot ketika diduga ada intervensi negara di situ. Lalu, Demokrat kemudian diduga ada intervensi. Pak Moeldoko, kan, KSP," kata Kunto.

Ia mengatakan, perebutan kepengurusan Partai Demokrat itu bukan persoalan pragmatis atau tidak. “Jadi bukan masalah pragmatisnya, tetapi lebih kepada intervensi dari pemerintah itu yang menjadi preseden buruk bagi partai politik di Indonesia," kata Kunto.

Keterangan pers Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (tengah) menyampaikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Kasus Hukum Telah Selesai

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno mengatakan, dengan ditolaknya PK Moledoko oleh MA, maka kasus hukum terkait sengketa itu sudah selesai. Menurut dia, ketika MA menolak gugatan kubu Moeldoko persoalan-persoalan merongrong Demokrat tidak ada lagi.

Oleh karena itu, kata Adi, Demokrat harus mulai fokus bagaimana mereorganisasi dan mengkonsolidasi semua kekuatan politiknya untuk memenangkan pertarungan di 2024.

“Gangguan eksternal untuk mengambil Partai Demokrat sudah enggak ada, yang enggak ada lagi kesan Demokrat dikriminalisasi, sekarang fokus bekerja memenangkan pileg dan pilpres," kata Adi.

Adi mengatakan, jika terus-terusan membangun narasi seakan-akan menjadi parpol paling dizalimi, maka Partai Demokrat akan dituduh memainkan strategi politik playing victim. Adi mengatakan, mengambil alih parpol itu tidak gampang, tidak serta merta membalikan telapak tangan.

“Apa pun judulnya, Moeldoko tidak pernah terdaftar sebagai kader Demokrat. Artinya kedaulatan partai di atas segala-segalanya. Saya kira MA sudah betul putusannya sesuai harapan publik,” kata Adi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, berkaca dari kasus ini, ia meminta semua pihak harus menjaga demokrasi dari praktik-praktik predatorik yang merendahkan kedaulatan partai.

Khoirul mengatakan, upaya pengambilalihan partai melalui kekuatan politik yang mengatasnamakan lingkaran kekuasaan, sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

Di sisi lain, belajar dari prahara Partai Demokrat itu, kata dia, dukungan masyarakat sipil dan media yang waras, betul-betul harus diapresiasi. “Mereka bisa memberikan perimbangan dan mengoreksi praktik-praktik kekuasaan yang kasar dan vulgar,” kata Khoirul.

Baca juga artikel terkait PARTAI DEMOKRAT atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz