tirto.id - Permintaan bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan agar relawannya tidak mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo, menimbulkan tanda tanya.
Pernyataan Anies itu disampaikan dalam acara Temu Relawan Anies se-Jateng di Semarang, Minggu (20/8/2023). Anies saat itu meminta relawan dan pendukungnya tak perlu lelah mengkritik pemerintahan Jokowi saat ini, karena sudah akan berakhir masa jabatannya.
"Kalau 2024 gimana? [Jokowi] sudah selesai buat apa dikritik, enggak ada gunanya. Sudah, kita katakan, kami tidak sedang bicara masa lalu, kami sedang berbicara masa depan, kami berbicara Indonesia yang lebih baik," kata Anies.
Anies meminta relawan dan pendukungnya tak menggabungkan upaya mengkritik dengan berkampanye. Anies menyilakan pendukungnya mengkritik Jokowi dan pemerintahannya, tetapi jangan sambil mendukung dirinya.
"Kalau mau mengkritik pemerintahan sekarang silakan, tapi jangan sambil mendukung Anies. Dipisah. Kalau mau mengkritik, mengkritik saja. Kalau mau kampanye, kita kampanye saja. Jangan digabung," jelas Anies.
Soal kritik, Anies sempat menyuarakan revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu disampaikan Anies saat menghadiri acara bertajuk "Milenial Menyampaikan, Anies Mengerjakan" di Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (19/8/2023).
Anies merespons kritik publik yang kerap berujung pada laporan polisi. Ia khawatir suara kritis masyarakat hilang lantaran takut berhadapan dengan aparat penegak hukum. Bagi Anies, kritik itu berdampak pada dua hal: nyaman dan tidak nyaman di telinga.
"Selama berada di pemerintahan, itu tidak penting yang soal nyaman di kuping atau tidak," kata dia.
Anies menuturkan, kritik adalah hak setiap warga untuk menyampaikan isi pikirannya.
"Saya juga enggak pernah menuntut siapa pun. Padahal, kalau lihat dosisnya itu cukup lumayan kemarin, biarkan saja," tuturnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, seharusnya pemerintah menjawab kritik, bukan justru dibalas laporan ke polisi.
Bagi Anies, bila sudah duduk di pemerintahan seharusnya menjawab kritik yang disampaikan masyarakat. Jawaban itu pasti akan didengarkan oleh publik.
"Ketika jawabannya bagus dan benar, publik akan percaya," ucap Anies.
Oleh karena itu, Anies menilai jika pemerintah tidak ingin dikritik, maka harus membuat kebijakan pakai akal sehat, data dan fakta.
Anies menegaskan dirinya merasa tidak perlu ada aturan-aturan yang melarang kritik, bahkan pasal-pasal karet dalam UU ITE sudah semestinya direvisi, karena itu sungguh merepotkan. Apalagi saat ini sudah banyak korban dari pasal karet tersebut.
Ketua DPP Partai NasDem Effendy Choirie atau Gus Choi mengatakan sepakat dengan pernyataan Anies. Menurutnya, tidak boleh menyerang pribadi Jokowi, tetapi mengkritik kebijakan.
"Sepakat. Tidak boleh menyerang pribadi Jokowi, tetapi boleh mengkritik kebijakan pemerintah yang pas," kata Gus Choi kepada Tirto, Selasa (22/8/2023).
Ia memandang pernyataan Anies itu pesan yang normal dan wajar. Koalisi Perubahan, lanjut dia, sejak awal dideklarasikan mengajak semua pihak untuk berkompetisi dengan gagasan, bukan adu otot, apalagi adu kelicikan dan fitnah. Tak hanya itu saja, kompetisi pemilu juga bukan lah arena perlombaan berbagi sembako dan money politic.
"[Tetapi] Berlomba menawarkan gagasan mewujudkan cita kemerdekaan. terutama bidang pendidikan, ekonomi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tutur Gus Choi.
PDIP Anggap Anies Frustasi
Politikus PDIP Ruhut Sitompul melihat Anies Baswedan sedang berbohong dengan pernyataan yang disampaikannya di Semarang itu. Ruhut menilai Anies sudah mulai sombong, padahal menurutnya belum tentu lolos menjadi presiden, meski didukung tiga partai di Koalisi Perubahan, yakni Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Jadi, pernyataan Pak Anies beginilah kalau pembohong menyampaikan pendapat apalagi ditujukan ke pendukungnya. Ada enggak yang dukung dia [Anies], cuma si Surya Paloh. PKS saja setengah hati, apalagi Demokrat," kata Ruhut saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).
Ruhut juga melihat pernyataan Anies akan sia-sia bila tujuannya untuk mencari simpati publik. Hal ini, karena elektabilitas Anies berdasar hasil survei kerap bertengger di bawah dua bacapres lainnya, yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Teranyar, survei Litbang Kompas yang menyatakan elektabilitas Anies hanya pada angka 12,7 persen. Adapun Prabowo berada di atas Anies dengan angka 24,6 persen, sementara Ganjar di urutan atas pada angka 26,9 persen.
Survei itu dilakukan pada periode periode 27 Juli hingga 7 Agustus 2023. Adapun survei ini melibatkan 1.364 responden di 38 provinsi yang tersebar di 331 desa/kelurahan di Indonesia dengan margin of error survei lebih kurang 2,65 persen.
"Kalau dia ngomong begitu, enggak ada mencari simpati, surveinya turun enggak ada gunanya lagi. Cari simpati orang sudah tahu kok. Karena udah frustrasi kan, surveinya turun terus," tutur eks politikus Partai Demokrat itu.
Partai Amanat Nasional (PAN), salah satu partai pendukung pemerintah saat ini juga tak sepakat dengan pernyataan Anies yang melarang pendukungnya mengkritik pemerintah, hanya karena masa jabatan Jokowi sudah selesai.
Menurut Waketum PAN Viva Yoga Mauladi, sebagai orang di luar pemerintah, mestinya Anies mengambil posisi antitesa terhadap pemerintah.
"Caranya dengan menyerang kebijakan pemerintah, mengkritik, dan terus melakukan dialektika," kata Viva kepada reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).
PAN memandang Jokowi maupun pemerintahannya saat ini tak masalah bila Anies dan pendukungnya melakukan serangan saat kampanye. Jika menyerang kebijakan, lanjut dia, tentu pemerintah akan menjawab serangan itu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan fakta di lapangan.
"Sebaiknya proses dialektika kampanye harus dilandasi oleh sikap etis moral yang adiluhung, bernarasi karena ada data valid, tidak asumsi," tegas Viva Yoga.
Strategi Anies Kerek Elektabilitas
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno memandang, pernyataan Anies itu sebuah strategi politik untuk mendapatkan simpati publik, terutama simpati pendukung Jokowi. Apalagi saat ini, elektabilitas Anies selalu berada di urutan ketiga setelah Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
"Ini bagian dari strategi politik Anies untuk mendapat simpati publik, terutama simpati pendukung Jokowi," kata Adi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (22/8/2023).
Adi melihat Anies berupaya membatasi pendukungnya agar tak mengkritik Jokowi terlalu keras. Semakin keras mengkritik Jokowi, kata Adi ceruk pemilih Anies makin terbatas di tengah tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap Jokowi.
Di sisi lain, Adi memandang Anies ingin terlihat dewasa dalam berpolitik, sehingga harus meminta pendukungnya memisahkan antara kritik dan dukungan politik.
"Kritik, ya, kritik. Mendukung, ya, mendukung. Anies ingin kelihatan bahwa pendukung itu mendukung Anies karena marah ke rezim perintah," ucap Adi.
Anies juga ingin terlihat sebagai negarawan. Oleh karena itu, ia melarang sukarelawannya melarang kritik pemerintahan Jokowi.
"Intinya bagian strategi politik untuk dapatkan simpati pemilih, terutama pemilih Jokowi. Karena pemilih Anies itu para pembenci pemerintah," tutur Adi Prayitno.
Pengajar ilmu politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai Anies mulai mengatur strategi, salah satunya dengan membatasi kritikan dengan serangan. Pasalnya, di tahun politik hanya beda tipis antara kritikan dengan serangan.
"Memang sudah benar kritikan, ya, kritik, soal serangan, ya, lain lagi, kampanye, ya, lain lagi," ucap Ujang kepada Tirto, Selasa (22/8/2023).
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto