tirto.id - Keadaan berbalik menekan bagi pengusaha kaya raya asal Surabaya, Budi Said. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dia sebagai tersangka dugaan korupsi berupa rekayasa pembelian logam mulia di PT Antam (Aneka Tambang) Tbk. Pada Kamis (18/1/2024) sore, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menahan Budi Said untuk mempermudah penyidikan.
“Kami lakukan penindakan penahanan untuk mempermudah penyidikan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, di Gedung Bundar Kejaksaan, Kamis (18/1/2024).
Kuntadi membeberkan, kasus ini melibatkan eks karyawan Antam. Persekongkolan antara Budi dan orang dalam Antam disebut terjadi periode Maret-November 2018. Mereka adalah EA, AP, EK, dan MD yang melakukan rekayasa transaksi jual beli emas bersama Budi.
Pemufakatan jahat Budi Said dengan eks karyawan Antam menimbulkan kerugian bagi perusahaan BUMN itu hingga Rp1,1 triliun. Kuntadi menyatakan rekayasa transaksi emas yang mereka lakukan berupa penetapan harga jual di bawah harga resmi Antam dengan dalih seolah-olah ada diskon.
Mereka disebut menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan Antam. Imbasnya, Antam tidak dapat mengontrol emas dan uang yang ditransaksikan.
“Akibatnya, uang yang diserahkan oleh tersangka dan logam mulia yang diberikan terdapat selisih yang cukup besar,” tutur Kuntadi.
Untuk menutupi jumlah selisih yang timbul akibat transaksi ilegal tersebut, kata Kuntadi, para pelaku membuat surat palsu pernyataan transaksi sudah dilakukan secara benar. Akibatnya, Antam mengalami kerugian logam mulia sebesar 1,136 ton atau setara Rp1,1 triliun.
Kejagung menyangkakan Budi dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kami juga sedang melakukan serangkaian penggeledahan di beberapa tempat seperti kediaman yang bersangkutan di Surabaya,” ujar Kuntadi.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, menyatakan surat palsu yang dibuat para pelaku seolah-olah membuat Antam masih memiliki kewajiban untuk menyerahkan logam mulia kepada Budi Said. Bahkan, kata dia, berkat surat palsu itu Budi Said pernah menggugat Antam dan bahkan memenangkan gugatan tersebut.
“Seolah-olah PT Antam Tbk masih memiliki kewajiban menyerahkan logam mulia kepada tersangka. Bahkan, atas dasar surat tersebut, tersangka mengajukan gugatan perdata," kata Ketut dalam keterangan tertulis, diterima Tirto pada Jumat (19/1/2024).
Budi Said vs Antam
Budi Said merupakan pengusaha properti ternama sekaligus Direktur Utama PT Tridjaya Kartika Grup. Perusahaan properti tersebut menjalankan usaha di sektor perumahan, apartemen, serta mal. Mereka menjadi pemilik Plaza Marina dan Puncak Marina Apartments.
Tak hanya itu, PT Tridjaya Kartika turut membangun perumahan kelas atas di wilayah Sidoarjo dan Surabaya. Di antaranya Kertajaya Indah Regency, Taman Indah Regency, dan Florencia Regency.
Pada 2018, Budi Said membeli 7.071 kilogram atau 7 ton emas senilai Rp3,5 triliun dari Eksi Anggraeni, seorang marketing di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya I. Kala itu, Budi mengaku tergiur membeli emas dalam jumlah banyak karena tawaran potongan harga atau diskon yang disampaikan Eksi.
Dia pun melakukan pembayaran secara bertahap melalui transfer dengan jumlah uang yang sudah disepakati. Namun, Budi cuma menerima 5,935 ton dari total 7 ton emas yang disepakati.
Budi menyebut masih ada 1.136 kilogram emas yang belum diterima. Dia lantas merasa dirugikan PT Antam sebesar Rp573 miliar.
Karena merasa ditipu, Budi mengirimkan protes ke Antam Surabaya dan Antam pusat. Namun, Antam menegaskan bahwa mereka tidak pernah menjual emas dengan harga diskon dan bersikukuh tidak memiliki kewajiban mengganti rugi atas kasus Budi.
Budi lantas melayangkan gugatan terhadap Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Januari 2020. PN Surabaya pada Rabu (13/1/2021), lantas memutuskan memenangkan gugatan Budi setelah melalui proses tahap persidangan.
Majelis Hakim juga menghukum PT Antam senilai Rp1,3 triliun. Angka ini terdiri dari ganti rugi materiil emas 1,13 ton (Rp817,4 miliar) dan ganti rugi immaterial Rp500 miliar.
PN Surabaya juga menghukum 4 pihak lain yang turut digugat. Di antaranya Eksi Anggraini (3 tahun 10 bulan) dan Endang Kumoro/Kepala BELM Surabaya I Antam (2,5 tahun).
Hukuman juga dijatuhkan kepada Misdianto/Tenaga Administrasi BELM Surabaya I Antam (3,5 tahun) dan Ahmad Purwanto/General Trading Manufacturing and Service Senior Officer (1,5 tahun).
Atas putusan PN Surabaya tersebut, Antam menyatakan banding. Mereka menolak mengembalikan dana senilai Rp1,3 triliun lebih kepada Budi Said.
“Perusahaan menegaskan tetap berada pada posisi tidak bersalah atas gugatan yang diajukan Budi Said,” beber SVP Corporate Secretary, Kunto Hendrapawoko, pertengahan Januari 2021.
Pada Agustus 2021, pihak Antam akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Majelis Hakim selanjutnya memutuskan membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi Said.
Tidak tinggal diam, tak terima putusan PT Surabaya tersebut, Budi Said pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2022, MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.
MA memerintahkan Antam untuk membayar kerugian yang dialami pemilik PT Tridjaya Kartika Grup tersebut. Selanjutnya, Antam masih berupaya melawan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Namun upaya PK yang diajukan Antam ditolak MA pada 12 September 2023. Antam tetap diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram emas yang belum diberikan kepada Budi. Dengan putusan itu, maka putusan kasasi yang sebelumnya diajukan Budi berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Seiring perjalanan polemik ini, Kejagung menaruh kecurigaan dalam kasus hukum antara Budi dan Antam. Kejagung akhirnya menyatakan Budi Said bekerja sama dengan orang dalam PT Antam dalam dugaan rekayasa pembelian emas. Budi kini ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kata Ahli Hukum dan MIND ID
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai jika Budi Said terbukti bersalah dalam dugaan perkara pidana korupsi ini, maka putusan kasus ini yang nanti sudah berkekuatan hukum tetap dapat menguntungkan Antam. Putusan kasus perkara Budi di Kejagung ini nantinya dapat menjadi bukti baru untuk PK.
“Dapat digunakan sebagai novum atau bukti baru oleh Antam jika mereka mengajukan upaya hukum PK dalam perkara perdatanya melawan BS,” ujar Fickar kepada reporter Tirto, Jumat (19/1/2024).
Fickar menilai, kasus korupsi antara pengusaha dan orang dalam perusahaan BUMN memang sistemik terjadi di negeri ini. Artinya, kata dia, pola relasi yang terjadi antara keduanya memiliki potensi bersifat manipulatif dan melawan hukum.
Tidak mustahil, menurut dia, kasus serupa terjadi berulang di perusahaan BUMN lain. Maka, sistem pengawasan internal perlu diperbaiki dan diperkuat oleh para perusahaan berpelat merah.
“Pasti ada pihak lain juga yang memungkinkan modus ini terjadi. Karena itu sekecil apa pun peran seorang dalam kejahatan ini harus diproses hukum,” ujar Fickar.
Sementara itu, Mining Industry Indonesia (MIND ID) selaku induk holding dari Antam mendukung penuh upaya Kejagung terkait penetapan tersangka kepada Budi Said dalam kasus transaksi ilegal jual beli emas.
Kepala Divisi Institutional Relations MIND ID, Selly Adriatika, menyatakan pihaknya siap membantu menyediakan berbagai dukungan dalam mengusut perkara dimaksud.
“Tentu penetapan tersangka dari Kejaksaan Agung untuk pengusaha asal Surabaya tersebut adalah perkembangan yang positif bagi MIND ID dan seluruh masyarakat Indonesia,” kata Selly dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (19/1/2024) sebagaimana dikutip Antara.
Selly memastikan MIND ID akan selalu patuh dengan hukum dan mendukung penegakan hukum melalui jalur hukum yang sah. “Untuk dapat melindungi aset negara dari para oknum yang ingin memperkaya diri sendiri,” terang dia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz