Menuju konten utama
Debat Capres-Cawapres 2024

Membedah Arah Kebijakan Transisi Energi Jelang Debat Pilpres

IESR menilai terdapat tiga aspek penting yang perlu dilakukan ketiga capres-cawapres sebelum menuju transisi energi.

Membedah Arah Kebijakan Transisi Energi Jelang Debat Pilpres
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) beroperasi di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (4/12/2022). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/YU

tirto.id - Sebagai agenda nasional, transisi energi menjadi salah satu upaya menjaga ketahanan energi dan mewujudkan ekonomi hijau di Tanah Air. Transisi energi juga menunjukkan komitmen Indonesia memperluas akses terhadap teknologi yang terjangkau dan bersih guna mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan lebih hijau.

Indonesia sendiri telah meningkatkan target komposisi Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dalam bauran energi menjadi sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050. Namun, hingga 2023 realisasi energi baru terbarukan hanya sebesar 13,1 persen dari target 17,9 persen dalam mencapai 23 persen pada 2025. Maka, perlu ada langkah terobosan untuk menuju ke arah sana.

Bagi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD transisi energi memang menjadi perhatian serius. Ketiganya memiliki warna dan arah berbeda untuk menuju energi lebih bersih dan berkelanjutan.

Bagi pasangan Anies-Cak Imin misalnya, dalam konteks perubahan keduanya memandang perlu ada pergeseran paradigma pembangunan. Dari sebelumnya ekonomi politik yang ekstraktif terhadap sumber daya, ke depan akan didorong kepada pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada ekonomi sirkular dan ekonomi hijau.

“Salah satu basisnya adalah transisi energi yang berkeadilan,” ujar Juru Bicara Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Irvan Pulungan, saat dihubungi Tirto, Kamis (18/1/2024).

Irvan menuturkan, Anies-Cak Imin akan meningkatkan EBT paling tidak menjadi 4 persen setiap tahunnya. Upaya ini diklaim bisa dicapai dengan menggunakan beberapa pendekatan. Salah satunya yakni pendekatan kolaboratif.

“Pendekatan ini bagaimana pimpinan nasional ke depan dapat memfasilitasi seluruh aktor untuk duduk di meja dan mendorong kebijakan-kebijakan yang bisa dieksekusi dengan baik,” ujar dia.

Pendekatan lainnya yakni dengan cara memfasilitasi dibentuknya blended finance. Menurut Irvan, ini menjadi penting karena pembiayaan masih menjadi masalah besar untuk menuju transisi energi.

“Ketiga adalah mendorong kerja sama business to business. Untuk bisa masuk ke proses atau proyek sumber energi terbarukan,” ucap dia.

Sekretaris Dewan Pakar Timnas AMIN, Wijayanto Samirin, menyampaikan khusus untuk transisi energi pasangan AMIN bakal mendorong lima perubahan. Pertama, AMIN ingin memperbaiki skenario dan target transisi energi, sehingga realistis dan kredibel. Di mana, target EBT AMIN adalah 23 persen di 2029.

Kedua, memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi EBT, termasuk pembiayaan riset, eksplorasi dan pembelian produk oleh PLN dengan harga menarik. Ketiga, membangun transportasi umum di 40 kota berbasis Electric Vehicle (EV), serta mengembangkan infrastruktur penunjang EV.

Keempat, fasilitasi pendanaan murah baik bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Kelima, aktif melakukan lobi untuk memastikan masyarakat dunia bergerak menuju net zero emission.

Sementara itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Afriansyah Noor, menyampaikan Prabowo-Gibran akan tetap melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menuju transisi energi. Di samping itu, pasangan nomor urut dua itu juga akan beralih penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke arah lebih bersih.

“Kita akan mengganti BBM dengan energi listrik dan bio energi serta solar shell sebagai pengganti yang ramah lingkungan,” ujar dia kepada Tirto, Kamis (18/1/2024).

Ketua Umum Rakyat Pro-Gibran Milenial Z (RPGM), Maulidan Isbar, menambahkan Prabowo-Gibran akan memanfaatkan bio-energi menjadi potensi utama sebagai salah satu sumber energi terbarukan. Apalagi Indonesia berpeluang bisa menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk biodiesel dan bio-avtur dari sawit, bioetanol dari tebu dan singkong, serta energi hijau lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi.

“Saya juga mengamati sudah sejak lama Bapak Prabowo Subianto menaruh perhatian bioetanol dan biofuel sebagai sumber energi bersih di masa depan,” ucap dia kepada Tirto, Kamis (18/1/2024).

Lain hal dengan paslon Ganjar-Mahfud MD. Pasangan nomor urut tiga ini justru menargetkan transisi energi hijau atau energi baru terbarukan sekitar 25 persen hingga 28 persen pada 2029. Di antaranya dengan cara mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan EBT.

Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud MD, Chico Hakim, menyampaikan untuk mengejar target tersebut Ganjar-Mahfud akan memastikan tidak akan mengeluarkan perizinan baru untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. PLTU ke depan akan dikurangi secara bertahap.

Selain itu, keduanya juga ingin adanya percepatan secara konsisten transisi energi terbarukan (100-140 GW pada 2030) dan penghematan energi. Ganjar-Mahfud juga akan mempercepat peningkatan kapasitas pembangkit listrik (PLT) EBT yaitu PLT surya, PTL bayu/angin, PLT air, PLTA panas bumi.

“Ganjar Mahfud juga akan menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif ekonomi hijau seperti pajak karbon, pajak limbah, keringanan pajak untuk pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi,” ujar dia.

Lebih dari itu, Sekretaris Eksekutif TPN Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto, menyampaikan bagi Ganjar-Mahfud, transisi energi menjadi mesin baru untuk menggerakkan perekonomian. Mereka akan fokus dengan apa sudah dikerjakan selama ini di Jawa Tengah, yakni membangun Desa Mandiri Energi.

Desa Mandiri Energi tersebut, diklaim menjadi bukti nyata Ganjar-Mahfud dalam mendayagunakan sumber energi lokal dan meningkatkan akses listrik andal. Khusus, di Jawa Tengah, sampai saat ini sudah ada 2.369 desa bagian dari Desa Mandiri Energi. Dari keseluruhan tersebut, 100 persennya dijamin dari energi baru terbarukan.

“Jadi energi primer disesuaikan dengan karakter dan potensi wilayah. Kemudian dikelola oleh warga lokal setempat. Ganjar berhasil mendorong kontribusi EBT hingga 20 persen dari bauran energi di Jateng, itu lebih tinggi dari skala nasional,” ujar Heru.

Yang Perlu Dibenahi & Dilakukan Para Capres-Cawapres

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai terdapat tiga aspek penting yang perlu dilakukan ketiga capres-cawapres sebelum menuju transisi energi. Pertama, tentunya bagaimana mereka bisa memastikan pasokan energi kita jangka panjang.

“Indonesia ini, kan, mau tumbuh ekonomi dan harus dipenuhi pasukan energi itu saya kira menjadi agenda nasional juga,” ujar Fabby saat dihubungi Tirto, Kamis (18/1/2024).

Kedua adalah bagaimana memastikan agar dampak lingkungan, khususnya berkaitan dengan emisi gas rumah kaca itu bisa turun. Karena menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2022 mencapai 1,24 gigaton setara karbon dioksida (Gt CO2e), sekitar 2,3 persen dari total emisi gas rumah kaca global.

Pada periode 2022 emisi gas rumah kaca Indonesia meningkat 10 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year). Angka ini sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.

“Indonesia itu, kan, kalau dengan business as usual, maka emisi gas rumah kaca dari sektor energi itu akan melampaui dari sektor yang lain kalau kita lihat itu pada setelah 2025,” imbuh dia.

Lalu, yang ketiga bagaimana para capres cawapres ini bisa memastikan agar energi itu bisa lebih terjangkau. Khususnya bagi orang miskin. “Itu sih saya kira ya perlu diperhatikan oleh semua pihak,” ujar dia.

Fabby menambahkan, transisi energi harus mengakomodir ketiga poin di atas. Sebab, transisi energi itu sendiri adalah sebuah proses jangka panjang karena mengubah struktur energi. Oleh karena itu, para capres-cawapres harus memperhatikan bagaimana bisa mengelola transisi energi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra & Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz