tirto.id - Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, kembali menyinggung perlakuan tidak bermoral hingga parpol berlambang mercy itu mengalihkan dukungan ke Prabowo Subianto. Ia tidak menyebut pihak yang dimaksud secara spesifik, tapi AHY berharap agar para pemilih Demokrat menyetujui sikap mereka yang bergeser ke paslon Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
“Masyarakat mengetahui bahwa mengapa Demokrat tidak lagi berada di koalisi yang lama. Ini terjadi karena perlakuan kepada Partai Demokrat yang sungguh tidak mengindahkan nilai-nilai moral dan etika yang sepatutnya,” kata AHY dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (14/1/2024).
AHY menambahkan, “Kami memohon masyarakat dapat memahami situasi Partai Demokrat yang sangat tidak mudah waktu itu.”
Meski menyinggung soal masa lalu, tapi AHY enggan membicarakan lebih jauh. Demokrat, kata AHY, fokus dengan masa depan Tanah Air. Suami dari Annisa Pohan itu yakin pasangan Prabowo-Gibran bisa melanjutkan program pemerintah yang sudah baik, sembari membawa perubahan dan perbaikan.
Ia turut meyakini, Demokrat tetap akan memperjuangkan perubahan, perbaikan, serta melanjutkan program pemerintah yang sudah baik.
“Kami ingin melihat ke depan, karena agenda perjuangan kami perubahan dan perbaikan serta melanjutkan hal-hal yang sudah baik tetap dapat kami lakukan di tempat kami yang baru,” tutur AHY.
Ia yakin, gagasan mereka soal perubahan dan perbaikan akan tetap diakomodir Prabowo-Gibran. Ia beralasan, semua koalisi saat ini melibatkan kelompok pemerintahan dan non-pemerintahan Jokowi.
“Tetap bisa dilakukan. Karena faktanya, hampir di semua koalisi ada unsur pemerintahan, dan unsur di luar pemerintahannya. Artinya, posisi kita sama saja,” kata AHY.
Sontak, pernyataan AHY yang masih mendengungkan narasi “perubahan” meski berada di barisan Prabowo-Gibran, yang jelas-jelas mengusung narasi “melanjutkan” dipertanyakan. Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, melihat manuver Demokrat saat ini sebagai bentuk kebingungan.
Arifki menilai, pilihan politik Demokrat yang merapat ke Prabowo justru tidak menguntungkan bagi partai berlambang mercy tersebut dalam memenangkan pemilihan legislatif atau pileg. Hal ini dapat dilihat dari rilis sejumlah survei yang menyebut elektabilitas Demokrat justru anjlok.
“Secara efek ekor jas tidak terlalu menguntungkan bagi Demokrat karena memang bargaining position Demokrat sebelumnya lebih dekat dengan pemilih-pemilih Anies dan ketika pindah ke kubunya Prabowo, maka secara enggak langsung, tentu secara efek ekor jas Demokrat akan bersaing dengan partai-partai yang lain seperti Golkar, Gerindra,” kata Arifki, Senin (15/1/2024).
Arifki menilai, PKB saat ini lebih diuntungkan karena Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, menjadi salah satu cawapres. Hal ini juga berimbas kepada Partai Demokrat yang notabene memiliki daerah basis massa yang sama seperti di Jawa Timur.
Demokrat, kata Arifki, memang tengah mendapat posisi baik di pilpres, tetapi buruk di pileg. Ia menduga, Demokrat akan stagnan karena pemilih mereka lebih dekat ke Anies daripada Prabowo. Ia juga menilai, Demokrat mengalami kerugian akibat berpindah.
“Ternyata ketika narasi Demokrat masih dalam narasi mendukung pasangan 02, artinya efek ekor jas tidak terlalu menguntungkan bagi Demokrat karena pemilih Demokrat itu lebih dekat dengan pemilih Anies dan ini yang bagi saya membaca bahwa kerugian Demokrat secara elektoral di pileg tentu ada ketika dia mendukung Prabowo, meskipun pada sisi lain Demokrat juga akan mendapat keuntungan besar jika Prabowo menang di pilpres,” kata Arifki.
Berdasarkan survei terkini, Demokrat memang berada di ujung tanduk. Mereka berada di angka bahaya di margin of error di temuan sejumlah lembaga survei. Misalnya, dalam survei Median pada periode 23 desember 2023-1 Januari 2024 dengan angka margin of error 2,53 persen yang melibatkan 1.500 responden.
Data tersebut menunjukkan, posisi PDIP masih di peringkat pertama dengan angka 20,8 persen, Gerindra berada di peringkat kedua, yaitu 20,1 persen, Golkar 8,5 persen, PKB 8 persen, Nasdem 7,6 persen. Sisanya PKS 5,4 persen, PAN 4,1 persen, Demokrat 4 persen, PSI 2,9 persen dan Gelora 2,8 persen. Dari data ini, Demokrat masih berada di posisi terbawah dan berada di ambang bahaya.
Survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia [PDF] juga menunjukkan hal yang sama. Berdasarkan survei yang dilakukan pada 23-24 Desember 2023 terhadap 1.217 responden dengan margin of error 2,9 persen, Demokrat berada di papan bawah.
Dalam survei tersebut, PDIP memperoleh 19,1 persen. Gerindra berada di peringkat kedua dengan 18,2 persen. Kemudian Golkar di peringkat ketiga dengan 9,3 persen, disusul PKB 7,8 persen, Nasdem 6,2 persen, PKS 6 persen, PAN 4,5 persen, Demokrat 4,4 persen, PPP 2,8 persen, dan PSI 2,4 persen.
Bahkan dalam survei terbaru IPSOS terhadap 2.000 responden selama periode 27 Desember 2023-5 Januari 2024 dengan margin of error 2,19 persen, Demokrat justru tidak lolos syarat mabang batas parlemen karena hanya mengantongi 3 persen suara.
Jika diurut, Partai Gerindra –pemimpin koalisi pendukung Prabowo-Gibran—justru yang paling perkasa dengan angka 27 persen, PDIP 21 persen, Golkar 8 persen, PKB 7 persen, PKS 7 persen, Nasdem 6 persen, PAN 4 persen, PPP 1 persen, PSI 1 persen, dan tidak tahu maupun tidak menjawab 13 persen.
Karena itu, Arifki menduga, Demokrat akhirnya memainkan dua narasi. Pertama, narasi mereka untuk pilpres adalah memenangkan Prabowo, tetapi tetap memainkan narasi perubahan demi mendapat efek pileg.
“Meskipun Prabowo membawa narasi keberlanjutan, tapi Demokrat saya kira lagi memikirkan bagaimana nasib dia di pileg, makanya karena dia merasa dulu survei bagus ketika memainkan narasi perubahan, maka dia kembali memanggil, me-recall kembali narasi perubahan sebagai bagian dari Demokrat,” kata Arifki.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, melihat aksi AHY memiliki dua pesan. Pertama, AHY ingin memicu narasi kontroversial sehingga dilirik publik. Mereka lantas memainkan narasi korban politik sebagaimana strategi mereka selama ini.
“Tujuan pertama tentu saja untuk membuat perhatian media dan publik tertuju pada Demokrat dengan melontarkan narasi yang kontroversial, lalu serangan dan yang paling jadi trademark-nya Demokrat, kan, terzalimi ini, menjadi korban ini, kan,” kata Kunto.
Kunto mengatakan, Demokrat pernah berhasil dengan narasi terzalimi sejak 2004. “Sehingga sukses story-nya ingin diulang lagi dengan membuat Demokrat sebagai korban dari Koalisi sebelumnya yang bahkan mereka sudah tunangan, sudah mau nikah, eh tiba-tiba diserobot,” kata Kunto.
Kedua, Kunto melihat Demokrat ingin memperkuat posisinya di kubu Prabowo. Ia menilai, Demokrat adalah senjata efektif untuk mendeligitimasi pasangan Anies-Muhaimin. Sebab, kata Kunto, Demokrat sebelumnya merupakan bagian dari Tim 8 pembentukan pemenangan Anies untuk Pilpres 2024.
Dalam salah satu piagam koalisi perubahan, kata Kunto, klausul yang digunakan adalah menyerahkan cawapres kepada Anies dan Demokrat menjadi korban kebohongan Anies.
“Kalau ternyata menurut Demokrat itu dilanggar, ya tentu saja ada problem etika ya, tapi kan kita tahu dalam politik juga tidak ada kawan dan lawan abadi, namun tentu saja etika untuk bahwa pilpres ini harusnya untuk kemaslahatan rakyat jadi ternodai itu. Menurut saya itu sah dilakukan Demokrat dan paling tidak membuat posisi Demokrat lebih baik di Koalisi Indonesia Maju,” kata Kunto.
Kunto menduga, sikap Demokrat tidak lepas dari ketiadaan keinginan Jokowi untuk bertemu AHY sebagai ketum partai. Ia mengatakan, Jokowi melakukan pertemuan dengan para petinggi partai, tetapi tidak dengan Jokowi. Oleh karena itu, AHY mengambil sikap politik lewat narasi kontroversial.
Kini, kata Kunto, Demokrat tengah berupaya menjaga suara mereka. Parpol berlambang mercy itu berupaya menjaga suara konstituen yang mendorong perubahan, sementara saat ini ia berada di posisi Prabowo yang mengusung keberlanjutan.
Kunto menilai, Demokrat berupaya melayani kedua konstituen itu dengan berupaya merebut ceruk pasar kedua segmen tersebut.
“Ya retorika yang berusaha, lebih ambigu gitu, bukan ambigu, lebih melayani dua konstituen yang berbeda gitu sehingga paling tidak Demokrat berharap bisa dapat ceruk pasar dari dua konstituen itu dan apakah itu berhasil? Ya kita lihat saja nanti di pileg,” kata Kunto.
Demokrat Klaim Tak Main Dua Kaki
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menegaskan bahwa parpol mercy itu tidak punya dua kaki, melainkan fokus pada perubahan dan perbaikan.
“Pernyataan [dua kaki] itu tidak tepat. Tak ada yang galau dan sama sekali tak ada yang mendua. Partai Demokrat tetap konsisten dengan platform perjuangan perubahan dan perbaikan dalam bingkai kesinambungan. Pidato politik Mas Ketum AHY menjadi penting dan relevan untuk menegaskan ini,” kata Kamhar, Senin (15/1/2024).
Kamhar mengatakan, pidato politik AHY yang mengangkat tema ‘Kesejahteraan untuk Semua’ merupakan respons politik Demokrat atas dinamika politik kekinian, manakala pilpres dan pileg dilaksanakan secara serentak, maka perhatian publik tersita sepenuhnya pada pilpres saja.
Ia juga menekankan, wacana pileg cenderung menjadi terpinggirkan termasuk diskursus publik terkait platform perjuangan partai politik peserta pemilu. Oleh karena itu, kata dia, AHY mengeluarkan pernyataan soal pileg dan pilpres.
“Rakyat mesti mendapatkan edukasi politik bahwa pileg sama pentingnya dengan pilpres, termasuk pentingnya mencermati platform perjuangan dan track record setiap partai politik peserta pemilu agar tak terdistorsi oleh pilpres,” kata Kamhar.
Kamhar memastikan, Partai Demokrat tetap konsisten dengan platform perjuangan perubahan dan perbaikan dalam bingkai kesinambungan. Ini tak bergeser se-milimeter pun, kata dia.
Menurut Kamhar, sejak awal Demokrat menegaskan mengapresiasi capaian-capaian pemerintahan terdahulu mulai dari Presiden Sukarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY hingga Jokowi. Ia menjamin program yang sudah baik dilanjutkan dan ditingkatkan, yang belum baik diperbaiki, yang tidak tepat dihentikan atau digantikan.
“Jadi platform perjuangan perubahan dan perbaikan yang dipresentasikan Partai Demokrat memiliki basis empiris dalam ruang dan waktu, selaras dengan rekam jejak Partai Demokrat. Partai pro rakyat, yang selalu menjadikan kepentingan rakyat bangsa sendiri sebagai yang utama dan diutamakan,” kata Kamhar.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz