Menuju konten utama
Pemberantasan Korupsi

Skandal Pungli Pegawai KPK di Tengah Muramnya Integritas Lembaga

KPK didesak tidak ragu mengusut dugaan tindak pidana pada perkara pungli ini. Jika ragu, KPK bisa menyerahkan pada kejaksaan atau kepolisian.

Skandal Pungli Pegawai KPK di Tengah Muramnya Integritas Lembaga
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali disorot seiring menyeruaknya kasus dugaan pungli yang dilakukan puluhan pegawai rumah tahanan (rutan) KPK. Dewan Pengawas KPK berencana menyidangkan sebanyak 93 pegawai rutan KPK dalam perkara ini. Duit haram yang berputar dalam pusaran kasus dugaan pungli ini mencapai miliaran rupiah.

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris, menyebut setiap pegawai KPK menerima besaran pungli yang berbeda-beda sesuai posisi masing-masing. Menurut dia, praktik pungli itu terjadi selama kurun waktu tiga tahun, mulai 2020-2023.

“Itu [besaran pungli] macam-macam juga. Ada ratusan juta, ada yang hanya jutaan, ada puluhan juta. Beda-beda sesuai dengan posisinya [93 pegawai KPK],” kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2024).

Total pungli oleh puluhan pegawai KPK itu disebut mencapai lebih dari Rp4 miliar. Syamsuddin berujar, puluhan pegawai KPK itu diduga melakukan pungli agar para tahanan di Rutan KPK mendapatkan fasilitas lebih.

Tahanan yang menyetor uang kepada pegawai KPK, akan diberikan akses memegang ponsel dengan leluasa. Selain itu, para tahanan juga bisa mendapatkan fasilitas makanan yang berbeda.

“Untuk menikmati fasilitas tambahan, itu kompensasinya,” ucap Syamsuddin.

Dia menyatakan Dewas KPK akan melakukan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik puluhan pegawai tersebut bulan ini. Syamsuddin mengaku praktik pungli di rutan KPK sudah terjadi dalam waktu yang lama.

“Mudah-mudahan minggu depan, kalau enggak bulan ini lah, pasti bulan ini,” tambah dia.

Sebelumnya, Anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho, menyatakan Kepala Rutan KPK, Achmad Fauzi, menjadi salah satu pegawai yang diduga terlibat kasus pungli ini. Albertina melihat dugaan pelanggaran etik berupa penyalahgunaan kewenangan dan menerima sesuatu yang bukan haknya.

“Menyalahgunakan kewenangan dia sebagai pegawai rutan itu sudah jadi masalah,” kata Albertina di Jakarta, Kamis (11/1/2024).

Albertina menyatakan sidang etik pada puluhan pegawai itu akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Terkait keterlibatan kepala Rutan, kata dia, bukan hanya soal perkara menerima uang, namun juga posisinya sebagai pemimpin yang tidak dapat membina pegawai.

“Diduga (dia) terlibat dalam arti etik. Etiknya yang pasal mana, kita lihat lagi,” terang Albertina.

AKSI GERAKAN BERSIHKAN INDONESIA DI KPK

Massa dari gerakan #BersihkanIndonesia, melakukan aksi damai di depan Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (9/11/2021). Aksi tersebut dilakukan untuk menyerukan bangkitnya semangat muda dan kepahlawanan untuk membawa Indonesia dari situasi multi-krisis yang salah satu pangkalnya adalah korupsi. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.

Kasus tarik upeti di rutan KPK sebetulnya sudah diendus Dewas KPK sejak pertengahan tahun lalu. Kala itu, Dewas KPK menilai ada dua unsur pelanggaran yang dapat diselidiki lebih lanjut, yakni dugaan pelanggaran etik dan unsur tindak pidana.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyebut temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas KPK.

“Ini sudah merupakan tindak pidana, melanggar Pasal 12 huruf c, UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2021. Selanjutnya tentunya dewan pengawas juga akan memeriksa masalah etiknya,” kata Tumpak di Gedung ACLC KPK, Senin (19/6/2023) lalu.

Merespons dugaan kasus pungli di rutan KPK, mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyatakan terkejut dengan jumlah pegawai yang terlibat dalam perkara ini. Yudi menyatakan ini sudah dapat disebut komplotan yang merusak integritas, sistem dan kebersihan KPK.

“Dewas dan KPK harus tegas dan jernih memilah, pecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini. Kemudian pidanakan juga yang terlibat aktif dalam pungli tersebut mulai dari aktor intelektualnya, yang membantu, dan turut serta ikut menikmati,” kata Yudi dalam keterangannya, Jumat (12/1/2024).

Menurut Yudi, ini merupakan momentum KPK untuk bersih-bersih dari segala tindakan pegawai maupun pimpinannya yang bobrok. Bukan saja melanggar etik, tetapi juga melakukan dugaan perbuatan pidana.

“Kejadian ini menunjukkan bahwa benar teori ikan busuk dari kepala, setelah Ketua KPK 2019-2023, Firli Bahuri, juga terbukti melanggar etik berat dan menjadi tersangka kasus korupsi terkait kementerian pertanian,” ujar Yudi.

Keropos Komisi Antirasuah

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menyampaikan bahwa tren pelanggaran yang semakin serius menandakan adanya pengeroposan nilai integritas di internal KPK. Selain itu, kata dia, faktor hilangnya keteladanan juga ikut turut andil pada kerapuhan integritas komisi antirasuah.

“Sudah dua mantan pimpinan KPK divonis bersalah melakukan pelanggaran etik oleh Dewas. Pemimpin yang tidak taat kode etik, tentu mustahil menjadi inspirasi para pegawainya dalam hal menjaga nilai integritas,” ujar Alvin kepada reporter Tirto, Jumat (12/1/2024).

Situasi ini juga terus terjadi lantaran sanksi internal di KPK yang sangat lemah sehingga tidak menimbulkan efek jera. Menurut Alvin, KPK perlu meninjau ulang tata kelola integritas internal untuk memetakan kelemahan sistem yang menyebabkan begitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan insan KPK kurun waktu empat tahun ke belakang.

“Termasuk yang berujung pada tindak pidana seperti yang dilakukan oleh pegawai dan pimpinan KPK,” kata dia.

Alvin menambahkan, Dewas KPK juga perlu melakukan evaluasi khususnya soal putusan-putusan mereka yang sangat lunak terhadap pelanggar kode etik. Dewas diminta kembali menjadikan KPK lembaga yang sangat serius dalam penegakan kode etik, serta tegas dan keras, dalam penjatuhan sanksi terhadap segala bentuk pelanggaran.

“Dapat dilihat (lemahnya) dalam kasus Lili Pintauli Siregar yang menjalin komunikasi dengan pihak berperkara hanya disanksi etik sedang. Padahal perbuatan tersebut juga merupakan perbuatan pidana karena melanggar pasal 36 UU KPK,” terang Alvin.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, menyatakan KPK sudah kehilangan standar dalam soal integritas sejak revisi UU KPK. Termasuk dengan keberadaan bekas Ketua KPK, Firli Bahuri, yang dianggap memainkan strategi kuda troya.

“Ini yang membuat KPK bobol mulai dari tingkat pimpinan hingga tingkat bawah. Standar moralitas KPK terjun bebas, sehingga perilaku korup mudah masuk, mudah dilobi diajak kompromi,” kata pria yang akrab disapa Castro ini kepada reporter Tirto, Jumat (12/1/2024).

Dia tidak kaget dengan mencuatnya kasus dugaan pungli yang dilakukan puluhan pegawai rutan KPK. Castro menilai, jika 93 pegawai yang diduga melakukan pungli dijatuhkan sanksi etik pun, akan sulit mengembalikan kepercayaan publik pada KPK.

“Sebab itu hanya wilayah etik, jadi perkara pidananya juga harus selesai. Termasuk pidana Firli yang sampai saat ini juga belum selesai,” jelas Castro.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman, menilai pengeroposan integritas KPK memang terjadi mulai dari pucuk pimpinan. Hal itu menurut dia, menebalkan bahwa ikan busuk memang berawal dari kepalanya.

“Sebagaimana diperlihatkan oleh Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar, maka kemudian diikuti oleh para bawahannya gitu ya, sering melakukan pelanggaran etik sampai kemudian menjadi lebih serius melakukan perbuatan pidana dan kejahatan,” ujar Zaenur kepada reporter Tirto.

Dia mendesak KPK jangan ragu mengusut dugaan tindak pidana pada perkara pungli ini. Jika ragu, KPK bisa menyerahkan urusan pidana pada kejaksaan atau kepolisian.

“Yang pertama ada tindak pidana korupsi, yang kedua juga ada TPPU-nya itu jadi KPK harusnya sediakan datanya serahkan, limpahkan kepada para penegak hukum lain untuk diproses secara pidana,” kata Zaenur.

Untuk membenahi integritas yang bobrok, Zaenur menilai perlu mengembalikan independensi KPK dengan cara merevisi kembali UU KPK seperti semula. Di sisi lain, pemilihan ketua baru KPK harus betul-betul selektif dan berintegritas, untuk mengganti Firli Bahuri yang lengser dari pucuk pimpinan.

“Nah secara internal KPK harus di set up ulang gitu ya. Caranya itu tadi, pertama bersihkan dulu semua yang bermasalah dari KPK, pecat. Yang kedua KPK review system, yang ketiga buat sistem yang baru,” terang dia.

Konferensi pers KPK terkait penetapan tersangka Firli Bahuri

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) didampingi Sekjen KPK Cahya Harefa (kiri) dan Kepala Biro Humas KPK Yuyul Andriati Iskak (kanan) menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

Respons KPK

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyampaikan masih melakukan penyelidikan atas kasus pungli yang terjadi di rutan. Dia menyatakan KPK masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap otak pelaku pungli yang melibatkan puluhan pegawai ini.

Alex, sapaan akrabnya, juga menyatakan bahwa jika ada temuan unsur pidana dalam kasus ini, maka ada kemungkinan dilimpahkan kepada aparat penegak hukum.

Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyebut rencana Dewas KPK yang akan menggelar sidang etik atas dugaan pungli di rutan KPK merupakan bagian komitmen menjaga muruah kelembagaan KPK. Ali berujar, Dewas KPK secara profesional tentunya telah melakukan pemeriksaan kepada para pihak terkait sehingga memutuskan melanjutkan perkara ini ke tahap sidang etik.

“Dalam sidang etik nanti Dewas pastinya akan memeriksa dugaan pelanggaran ini secara independen, sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam UU 19 Tahun 2019,” kata Ali kepada reporter Tirto, Jumat (12/1/2024).

Lebih lanjut, putusan Dewas KPK nantinya dapat menjadi pengayaan bagi tim penindakan untuk proses penanganan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini. “Demikian halnya terkait penegakan disiplin pegawai oleh Inspektorat ataupun ke-SDM-an KPK,” tutur Ali.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz