tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Arif Budimanta, mantan Staf Khusus (Stafsus) Presiden ke-7 RI, Joko Widodo pada Senin (14/4/2025). Pemeriksaan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Meski nama Arif tidak ada dalam daftar pemeriksaan, namun Tessa mengonfirmasi bahwa Arif diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi LPEI.
"Iya (perkara LPEI)," kata Tessa dalam keterangannya yang dikutip Selasa (15/4/2025).
Awalnya, Tessa memang enggan membeberkan alasan kehadiran Arif di Gedung KPK. Dia menyebut Arif dimintai keterangan untuk perkara yang tengah ditangani KPK.
Kata Tessa, keterangan Arif diperlukan untuk memenuhi bukti tambahan dalam kasus tersebut.
"Clue-nya tentunya pasti dimintakan keterangan untuk perkara yang saat ini sedang ditangani, itu sudah pasti. Apakah ada tambahan lagi keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik dalam rangka alat bukti tambahan maupun bukti ketambahan," ujar Tessa.
"Ya saya pikir semua keterangan yang dibutuhkan akan ditanyakan oleh penyidik, tentunya 10 jam itu bukan waktu yang sedikit, berarti banyak materi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan," tambah Tessa.
Diketahui, KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, yaitu Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI; Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy
Kemudian, Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy; dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur PT Petro Energy. Newin dan Susy sudah ditahan oleh KPK pada Kamis (20/3/2025) lalu.
PT Petro Energy merupakan salah satu penerima kredit atau debitur dari LPEI. Namun perusahaan ini sebenarnya tidak layak untuk mendapatkan kredit. Lalu, atas pemberian kredit khusus PT Petro Energy ini, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar 60 juta Dolar Amerika Serikat.
Dalam kasus ini, LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI, disebut memerintahkan bawahannya, untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
Saat ini, KPK masih mendalami 10 debitur lainnya yang diduga terlibat dalam korupsi ini. Totalnya, ada 11 debitur yang diduga tidak layak menerima kredit dan ditaksir merugikan negara hingga Rp11, 7 triliun.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto