Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Saat Partai Buruh Dilirik Warganet, tapi di Survei Masih 0 Koma

Partai Buruh dinilai punya tantangan berat agar lolos ambang batas parlemen 4 persen. Apalagi dalam sejumlah survei masih 0 koma.

Saat Partai Buruh Dilirik Warganet, tapi di Survei Masih 0 Koma
Sejumlah simpatisan partai Buruh melakukan aksi jalan kaki di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU

tirto.id - Geliat Pemilu 2024 memantik dinamika diskursus yang menarik, terutama di media sosial. Belakangan, di media sosial X (Twitter) salah satu partai politik yang perdana berlaga di kontestasi pemilu, yakni Partai Buruh, tampak dilirik dan cukup banyak diperbincangkan. Umumnya, beberapa cuitan yang terpantau di medsos menilai Partai Buruh dapat menjadi alternatif dari kejenuhan kontestasi yang dominan dipenuhi parpol penghuni Senayan.

Beberapa alasannya cukup beragam, ada yang tertarik atau hendak memilih Partai Buruh karena tidak cocok dengan parpol dalam koalisi pendukung capres-cawapres saat ini. Ada pula yang tertarik karena Partai Buruh memunculkan isu-isu progresif dan diisi oleh calon anggota legislatif (caleg) dari kalangan masyarakat marginal.

Misalnya, salah satu postingan teranyar Partai Buruh di medsos X mendapatkan 1 juta tayangan. Postingan itu menampilkan protes Partai Buruh mengenai informasi lowongan pekerjaan salah satu BUMN yang membatasi usia pelamar maksimal 24 tahun. Postingan tersebut mendapatkan 4 ribu posting ulang dan disukai 7 ribu orang.

Banyak warganet yang menanggapi postingan tersebut secara positif karena merasa memiliki keresahan yang sama. Seperti salah satu warganet yang memposting ulang cuitan itu dan menulis, “Gile, akhirnya ada partai yang concern nya relate banget sama kepentingan kita, punya standing jelas ke aturan-aturan konyol ini...”.

Sejumlah warganet lain juga terpantau tertarik hendak memilih Partai Buruh dalam kontestasi Pileg 2024. Partai dengan nomor urut 6 ini dinilai merepresentasikan perjuangan kelas pekerja.

“....Di pileg, saya PASTI akan pilih Partai Buruh + caleg2 pinggirannya. Saatnya kelas pekerja wakili kelas pekerja,” tulis seorang warganet.

Juga ada warganet lainnya yang memposting status, “Satu yang pasti di pemilu nanti, sy akan memilih Partai Buruh...”.

Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh, Kahar S Cahyono, menyatakan Partai Buruh menggunakan media sosial untuk berdialog langsung dengan masyarakat. Mereka berusaha menangkap apa yang menjadi kekhawatiran dan kebutuhan warganet, dan menjelaskan bagaimana Partai Buruh menjawab isu-isu tersebut.

“Di media sosial, kami memposisikan diri sebagai teman dalam diskusi. Sehingga komunikasi yang dilakukan tidak kaku,” kata Kahar kepada reporter Tirto, Kamis (11/1/2024).

Kahar menyatakan, Partai Buruh dihidupkan kembali, salah satunya akibat lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Di mana UU tersebut, kata dia, mencerminkan ketidakberpihakan partai politik di Senayan terhadap kepentingan kaum buruh.

“Oleh karena itu, kaum buruh dan elemen masyarakat kecil lain merasa perlu memiliki alat politik sendiri agar kepentingannya terwakili,” sebut Kahar.

Dia mengakui Partai Buruh memiliki sasaran pemilih prioritas yang cukup sektoral. Menurut Kahar, Partai Buruh memiliki sasaran prioritas pemilih yang berasal dari kaum buruh, petani, nelayan, dan anggota keluarga mereka. Termasuk para pemilih generasi muda yang sedang mencari pekerjaan.

“Metode kampanye kami adalah dengan menggelar Salam Satu Pintu (SASATU) dan Salam Satu Pabrik (SASAPA). Di mana kami mendatangi rumah ke rumah, pabrik ke pabrik, untuk memperkenalkan keberadaan Partai Buruh,” terang dia.

Meski kerap dianggap sebagai parpol papan bawah, Kahar optimistis Partai Buruh mampu melenggang ke Senayan pada pemilu kali ini. Jika masuk parlemen, kata Kahar, fokus Partai Buruh adalah mendorong terwujudnya negara sejahtera yang ditandai dengan tiga prinsip, yaitu kesetaraan kesempatan, distribusi kekayaan secara adil dan merata, dan tanggung jawab publik.

Menjawab kekhawatiran warganet apakah Partai Buruh akan menanggalkan prinsip-prinsipnya setelah masuk parlemen, Kahar menilai hal itu sudah dipikirkan oleh internal Partai Buruh. Kahar mengklaim Partai Buruh tetap mempertahankan prinsip progresif dan berpihak pada kaum marginal meski duduk di kursi parlemen.

“Kami akan memagari diri dari pengaruh buruk dengan mengadopsi kebijakan transparansi dan akuntabilitas. Kami juga akan mengimplementasikan konstituen recall, memastikan wakil rakyat bertanggung jawab langsung pada pemilih,” ujar dia.

Kahar menjelaskan, konstituen recall merupakan mekanisme Partai Buruh untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi wakil rakyat. Sistem ini memungkinkan pemilih mendesak pertanggungjawaban dan pergantian wakil partai yang tidak memenuhi standar atau janji mereka saat sudah masuk parlemen.

“Menegaskan kekuatan suara rakyat dalam demokrasi,” tambah Kahar.

Mampu Mendulang Suara?

Pengamat politik dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai medsos tidak bisa menggambarkan sepenuhnya realitas di masyarakat. Menurut dia, gemuruh sesaat di medsos belum tentu dapat menghasilkan perolehan signifikan saat hari pencoblosan.

“Viral di medsos belum cukup, tetap agak berat menggambarkan kenyataan di lapangan,” ujar Usep kepada reporter Tirto, Kamis (11/1/2024).

Menurut Usep, Partai Buruh masih memiliki tantangan dan pekerjaan berat agar mampu tembus ke Senayan. Hal ini disebutnya berasal dari gambaran sejumlah sigi survei yang menempatkan Partai Buruh sebagai penghuni papan bawah perolehan suara.

“Bahkan ya ada juga survei yang enggak memuat Partai Buruh, itu bukan karena enggak dimasukkan. Biasanya karena pemilihnya kecil sekali enggak sampai nol koma,” terang Usep.

Dia menjelaskan, parpol ini membawa isu yang sangat spesifik untuk diperjuangkan. Efeknya, perolehan suara Partai Buruh hanya akan terakumulasi pada pemilih sektoral saja.

“Masyarakat kita secara umum perilaku memilihnya lebih banyak yang sifatnya psikologis, kultural dan emosional. Faktor tersebut lebih diminati dibanding yang rasional dan sektoral,” kata dia.

Di sisi lain, ambang batas untuk masuk ke Senayan cukup tinggi yaitu sebesar 4 persen. Usep agak pesimistis ceruk pemilih Partai Buruh mampu mendulang suara hingga memenuhi ambang batas.

“Batas 4 persen itu, kan, mungkin ya 8 sampai 9 juta pemilih. Dan buruh sendiri kan di dalamnya terbelah, jadi agak sukar menurut saya,” terang Usep.

Sementara itu, Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menyatakan Partai Buruh membawa tema yang terbatas. Masalahnya, kata dia, pemahaman masyarakat soal buruh tidak selalu sama dan belum tentu kaum buruh sendiri merasa terwakili.

“Masyarakat kelas nelayan, petani atau nonpabrik lebih banyak merasa mereka tidak memahami bahwa mereka juga termasuk buruh,” ujar Dedi kepada reporter Tirto.

Di sisi lain, Dedi menilai Partai Buruh belum memiliki slogan yang jelas. Ditambah, di internal partai masih minim sosok atau tokoh yang populer di kalangan pemilih.

“Tokoh di Partai Buruh sendiri belum memiliki popularitas yang memadai, bahkan di kalangan buruh sendiri juga masih rendah. Apalagi bicara kontestasi nasional,” ungkap dia.

Dedi menambahkan, program-program yang dibawa Partai Buruh tidak akan mudah sampai ke mayoritas pemilih. Belum lagi parpol-parpol lain yang sudah populer juga tidak sedikit menggarap ceruk pemilih yang sama.

“Padahal masyarakat kelas bawah justru kesulitan mencerna gagasan yang bernuansa progresif,” terang Dedi.

Menurut survei terbaru yang dirilis Indonesia Political Opinion periode 1-7 Januari 2024, Partai Buruh terekam mendapatkan perolehan suara 0,2 persen dalam simulasi pileg. Adapun pada survei Polling Institute periode 26-28 Desember 2023, responden yang memilih Partai Buruh ada sebesar 0,3 persen. Hasil tersebut juga tidak jauh beda dengan yang terekam pada survei Indikator Politik Indonesia periode 23-24 Desember 2023, di mana responden yang memilih Partai Buruh tercatat 0,2 persen.

Hasil sigi survei nasional tersebut sangat kontras dengan hasil survei internal Partai Buruh sendiri. Menurut simulasi survei Risetindo Barometer, jika pemilu dilakukan hari ini, maka Partai Buruh mendapatkan perolehan suara sebesar 4,7 persen yang berasal dari pemilih buruh dan keluarganya.

Hasil tersebut didapat dari survei internal Partai Buruh dengan jumlah sampel sebanyak 2.400 responden yang menyebar proporsional di 38 Provinsi (mewakili 393 Kab/Kota). Survei dilakukan periode November – Desember 2023.

“Sedangkan elektabilitas Partai Buruh terhadap suara sah nasional (pemilih buruh tanpa keluarga) sebesar 3,4 persen,” kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, kepada reporter Tirto, Kamis (11/1/2024).

Said Iqbal menyatakan, buruh atau pekerja memiliki harapan besar terhadap Partai Buruh di dalam memperjuangkan aspirasi soal upah layak, lapangan pekerjaan, uang pesangon layak, pemberantasan korupsi, penghapusan outsourcing, hingga jaminan sosial.

Di sisi lain, hasil survei internal partai juga menunjukkan paslon capres-cawapres paling tinggi memperoleh elektabilitas sebesar 46 persen. Hal ini membuat Partai Buruh menilai kontestasi Pilpres akan terjadi sebanyak dua putaran.

Dengan demikian, kata dia, partai buruh belum memutuskan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres manapun di putaran pertama. “Besar kemungkinan Partai Buruh akan memutuskan dukungan calon presiden dan wakil presiden di putaran kedua,” ujar Iqbal.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz